🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
"Lo sih ga pernah ikut ngumpul, makanya ketinggalan banyak berita kan?!" Adrian berujar dengan nada mencemooh pada Mario disebelahnya.
Radit, Adrian dan Mario sekarang ada di restoran dalam hotel. Mereka menghadiri seminar yang sama sebagai perwakilan perusahaan masing-masing. Dan karena seminar telah berakhir, sebelum kembali pulang Adrian merengek agar menyempatkan diri untuk berkumpul. Apalagi dengan jarangnya Mario bisa ditemui setelah menikah, jadilah permintaan Adrian tidak bisa untuk tidak disanggupi.
Dibanding menanggapi Adrian, Mario menatap pada Radit, membuat Adrian merasa diacuhkan beralih pada makanannya dengan bibir mencebik, "Udah yakin, Dit? Nyokap lo udah pasti nyiapin yang terbaik. Tapi jangan lupa kalo kenyamanan lo juga penting." Kata Mario mengingatkan seraya menyesap tehnya.
"Bukan nyokap lo yang nikah nantinya, lo yang ngejalanin. Jangan sampe lo ngejalanin semuanya dengan terpaksa. Seumur hidup nggak sebentar, Dit."
"..."
Yang dinasihati hanya terdiam, bingung harus menjawab apa.
"Denger, tuh. Telaah dulu perasaan lo. Jangan-jangan nyamannya sama yang ketemu di club." Adrian menambahkan dengan sok tahu.
Radit sebenarnya tidak mengerti apa yang dirasakannya sekarang. Sagita bahkan belum sempat ia hubungi selepas pertemuan pertama mereka dirumahnya, seakan terlupakan begitu saja. Sedangkan Ibunya terus merengek meminta progress yang belum Radit sempat garap membuat sudah dua kali akhir pekan Radit tidak pulang demi menghindari wanita yang melahirkannya itu.
Sekarang ia malah menunggu pesan balasan dari asistennya yang ia cium minggu lalu. Siluet Shahnaz menghantuinya akhir-akhir ini semenjak malam itu. Bukan hal yang membuat tidak nyaman, tidak jarang justru Radit tersenyum tipis karenanya teringat bagaimana mimik menggemaskan Shahnaz saat marah, merajuk dan tidur tenang diranjangnya saat itu.
Ini semua membingungkannya, namun untuk saat ini pria itu hanya ingin mengikuti apa kata hatinya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Shahnaz tidak mengerti mengapa ia melakukan ini, Sekarang berada di sebuah cafe dekat bandara. Tadi sesampainya dibandara, ia baru sadar akan kebodohannya, Shahnaz sedari pagi sibuk mencari jadwal kedatangan Radit, lalu bersiap-siap setelahnya dan pergi dengan perut kosong karena takut terlambat dan ia menyesalinya sekarang.
Apa yang ia lakukan.. Untuk apa Shahnaz menuruti ucapan Radit? Ini hari sabtu dan diluar jam kerja. Menjemput pria itu? Atas dasar apa? Shahnaz pasti sudah gila!
Shahnaz bahkan tidak membalas pesan Radit kemarin, dan itulah yang seharusnya. Acuhkan saja, Radit hanya bercanda. Maka dari itu, Shahnaz memutar kemudi dan berakhir di cafe terdekat karena ia tiba-tiba merasa lapar.
Sebuah croissant almond tersaji dihadapannya dengan satu gelas minuman yang ia lupa namanya, tadi ia hanya asal tunjuk saja.
Memakan hidangannya dalam diam, Shahnaz memikirkan lagi yang akan dilakukannya sekarang. Shahnaz sedang tidak ingin mendapat tanda cinta di tubuhnya, jadi sepertinya bulan ini ia akan absen mengunjungi ayahnya.