🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Radit masih belum beranjak dari rumah bercat putih dihadapannya bahkan setelah Shahnaz tidak terlihat lagi disana. Otaknya terus berpikir keras memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.. Tidak mungkin, 'kan?
Meskipun telah belasan tahun lamanya.. Tapi Radit tidak mungkin lupa jika ia pernah tinggal tepat disebelah rumah ini. Dan kemungkinan yang Radit sedang sangkal saat ini adalah.. Hubungan Shahnaz dan Sagita. Karena seharusnya jika tidak salah dan semoga ia memang salah.. Rumah yang Shahnaz masuki ini adalah rumah Sagita.
Tiba-tiba Radit disergap ingatan belasan tahun lalu.. Ketika ia kelas dua sekolah dasar tepat dihalaman rumah dihadapannya, ada seorang gadis kecil dengan rambut dikepang memakai rok kotak-kotak sedang berjongkok mengorek-ngorek tanah menggunakan ranting dan terlihat kesepian, Radit kecil lalu menghampirinya dan ikut berjongkok, "Kamu lagi ngapain? Kok sendirian?" Radit kecil celingak-celinguk melihat sekitar. Apa tidak ada orang tuanya?
Anak perempuan itu mengangkat wajahnya, menemukan anak laki-laki yang asing untuknya tersenyum padanya. "Ini rumahku, tapi di kunci. Aku lagi nunggu ayah sama mama pulang dari dokter, tadi pas lagi main perosotan di sekolah, Dila sakit lagi." Dengan suara cadelnya anak perempuan itu berucap murung menunjuk ke arah pintu rumahnya lalu kembali mengorek tanah.
Radit sebenarnya tidak mengerti siapa yang sakit yang gadis kecil itu maksud, tapi ia mengangguk saja.
"Kamu main kerumahku aja, aku baru pindah disebelah, kita tetangga." Telunjuk mungil Radit mengarah ke rumah sebelah yang ramai karena keluarganya baru saja pindahan. Banyak tetangga lalu lalang disana.. Melihat itu, anak perempuan dihadapannya kembali menatap lucu pada Radit, ada sedikit binar disana sebelum kemudian Radit melihatnya menggeleng pelan. "Nggak, deh, nanti mama sama ayah bingung kalo aku nggak ada."
Radit terlihat berpikir sebentar lalu menoleh pada Ibunya yang terlihat masih sibuk menerima tamu, belum menyadari ketidakhadiran anaknya disana. Bermain sebentar lagi tidak apa-apa kali, ya?
"Yaudah, aku temenin deh, nama kamu siapa?"
"Dira. Aku TK Besar." Namun karena pelafalan gadis kecil itu belum jelas dan cadel, maka berbeda di pendengaran Radit. "Oke, Dila, Namaku Radit kelas dua SD.." Radit menganggukkan kepalanya tersenyum.
Anak perempuan itu merengut tidak suka. Mendengar seseorang salah memanggil namanya itu menyebalkan untuknya. "Dira! Pake R, Dila itu adik aku!" Protesnya menggebu menjelaskan. namun tetap saja karena anak perempuan itu cadel, Radit tidak mendengar apa perbedaannya disana.
"Iya, Dila." Radit kecil kembali mengangguk-angguk seolah mengerti.
Masih dengan kerutan didahinya, gadis kecil itu kembali melayangkan protes, "Bukan Dira, Radit! Dira!" Ucapnya lagi dengan gemas. Tapi kemudian karena teringat sesuatu.. Dan anak perempuan itu berujar lagi. "Kata Oma, aku itu cadel.. Kalo aku sebut namaku yang kedengeran sama orang pasti nama Dila. Jadi, kalo kamu susah bilang namaku, panggil aja aku Didi."
"Oke, Didi."
Radit memejamkan matanya kembali ke keadaannya saat ini. Ini tidak mungkin.. Radit harus segera pulang, bertanya pada Ibunya dan segera menemukan jawabannya sebelum ia benar-benar salah mengambil langkah.
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.