49.

1.6K 280 58
                                        

"Mba Nadira! Masuk!"

Sebuah suara nyaring yang ia kenal menyadarkan Shahnaz dari lamunannya.

Shahnaz mendongak. Menemukan Sarah yang berteriak dari balik jendela mobil dikursi belakang.

Setelah keluar dari rumah Ibunya, Shahnaz menghubungi Radit dan mengirim titik lokasi meminta pria itu menjemputnya lebih cepat.

Namun dikarenakan kekasihnya memiliki sesuatu untuk diurus, maka Sarah lah yang akhirnya menjemput Shahnaz. Sementara Radit akan menyusul setelah urusan pria itu selesai.

Shahnaz berlari kecil menghampiri mobil, masuk dan ikut duduk di kursi belakang disebelah Sarah.

Bersamaan dengan supir melajukan kendaraan, Sarah berseru heboh ketika jari manis Shahnaz yang dihiasi cincin dari Radit menarik perhatiannya.

Mata Sarah berbinar, dengan antusias menarik tangan Shahnaz tepat dihadapan matanya. Seolah masih tidak percaya bahwa akhirnya cincin turun-temurun itu menemukan pemiliknya. Shahnaz.

"Oh my! Finally!"

Sarah menutup mulutnya sendiri agar tidak menjerit. Mendongak pada Shahnaz yang menatapnya dengan tersenyum. "Mba Nadira, terima kasih." Ucapnya haru.

Diperlakukan seperti itu, Shahnaz jadi salah tingkah sendiri. "Kenapa harus bilang makasih, 'sih? Lebay banget."

Shahnaz menarik kembali tangannya, beralih menarik tubuh Sarah kemudian mereka berdua berpelukan. Sembari menahan isakan, "Aku yang harusnya makasih. Terutama sama Mami, karena udah berhasil besarin Radit jadi cowok yang amat sangat bertanggung jawab. Kalo bukan karena Abang kamu orangnya, mungkin juga aku nggak akan ada dititik ini sekarang.

Juga makasih kalian udah percaya sama aku jadi pendampingnya Radit. Restu kalian juga pasti jadi pertimbangan besar buat Radit milih aku akhirnya."

Gemas, Sarah mencubit pelan pinggang wanita itu, membuat Shahnaz mengaduh pelan mengusap ngusap pinggangnya.

Sarah melepas pelukan. "Kenapa sih suka merendah gitu? Abang tuh kalo bukan Mba Nadira orangnya juga ga akan kayak sekarang. Sar ini selama belasan hampir puluhan tahun saksi Abang itu kayak apa. Dan Abang nggak pernah sehangat ini sebelumnya. Sampe Mami aja kaget kemaren."

"Tapi dia pernah ngelamar mantannya, Sar. Jangan berlebihan."

Sarah mengangguk, mengerti kemana arah pembicaraan mereka.

"Iya, nggak dipungkiri Abang juga bukan orang yang sedingin itu. Tapi selama ini Abang selalu nahan semuanya, Abang nggak pernah bebasin dirinya sendiri.. Sama Kak Shania dulu pun, gitu. Abang itu terlalu memaksakan diri menjadi apa yang Kak Shania mau. Tapi saat Kak Shania nolak Abang, Abang biasa aja, nggak terlihat penyesalan sama sekali. Bahkan mungkin keliatan lega..? Sampai Mami bingung sendiri."

Kemudian gadis itu merubah kembali pembicaraan. "Kalian pokoknya harus sampe nikah, ya! Kasih Sar keponakan lucu-lucu. Sayang bibit unggul kalo nggak diregenerasi." Lanjut Sarah, senyum lebar tersungging di bibirnya.

Shahnaz memutar bola matanya malas. "Kalo mau keponakan tuh minta sama Radit. Dia yang gak mau, nolak-nolak mulu."

"Masa sih?! Gamau gimana? Gamau punya anak, gitu..? Sarah mengerutkan keningnya bingung. Merasa apa yang dikatakan Shahnaz tidak masuk akal. "Perasaan Abang kecintaan banget gitu sama Mba Nadira. Sampe ngajak nikah masa gak mau punya anak."

"Lah itu.. Kemaren." Shahnaz menggigit bibir bawahnya. Kemudian mendekatkan tubuh, berbisik di telinga calon adik iparnya. "Kemaren Abang kamu diajak nyicil bikin anak.. Eh Abang kamu gak mau, terus malah dimarahin Mami.."

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Where stories live. Discover now