🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Shahnaz tidak bisa berhenti melebarkan bibirnya untuk tersenyum ketika mereka berada di perjalanan pulang.
Menyenangkan rasanya mengetahui jika dirimu diterima disuatu tempat, terlebih lagi oleh Ibu dari pria yang kamu sayangi.
Shahnaz pikir, Ibu Radit tidak akan menerimanya dengan baik. Seperti yang diketahui sebelumnya, Ibu Radit mengusulkan perjodohan Radit dengan Sagita. Tapi tadi nama Sagita ataupun keluarganya tidak disinggung sama sekali. Dan Ibu Radit menerimanya dengan tulus.
Jangan salah, Shahnaz ini cukup ahli menilai raut seseorang.
Dugaan Shahnaz, Ibu Radit hanya ingin anaknya mendapat jodoh saja, tidak peduli siapa orangnya. Jika Radit bahagia dengan Shahnaz, Ibunya akan mendukung.
Shahnaz bahkan sempat menangis keras saat mendapat buah tangan ketika hendak pulang, sebuah cardigan hasil rajutan tangan Ibu Radit. Membuat tiga pasang mata milik keluarga Wirawan membola dan panik karena tiba-tiba saja Shahnaz menangis keras. Kemudian tertawa dan serentak memeluk Shahnaz seperti teletubbies saat Shahnaz mencicit bahwa ia menangis karena bahagia juga terharu.
Itu cukup memalukan tetapi Shahnaz tidak menyesal. Hari ini terlalu banyak cinta yang dicurahkan padanya, setidaknya itu sepadan.
"Happy, Sayang?" Tanya Radit melirik pada Shahnaz, bibir pria itu ikut menyunggingkan senyum, tertular dari kekasihnya.
Shahnaz mengangguk cepat, "Beyond happy!" Jawab Shahnaz ceria, menunjukkan deretan gigi rapinya. "Mami Mas Radit baikkkk banget! Nurun ke anak-anaknya!" Tambahnya.
Tangan Shahnaz terjulur ke belakang meraih paper bag berisi cardigan tadi, membawanya kedepan, kemudian memeluknya erat.
"Its the best gift everr!!" Seru Shahnaz semangat, membuat Radit terkekeh karena pacarnya ini sangat lucu.
Karena gemas, satu tangan Radit terulur menjawil hidung wanita itu. "Udah saya bilang kan ga usah takut? Siapa tadi yang minta-minta pulang?" Tanya Radit lagi dengan nada mengejek, menirukan mimik takut Shahnaz beberapa jam yang lalu seraya kembali menatap lurus pada jalanan.
Melihat itu raut Shahnaz berubah menjadi merengut, menampar kecil lengan atas Radit, "Nah nah! Ini nih! Aku harus ingetin Mas, ya, kalo perbuatan tadi itu gaboleh keulang kedua kalinya. Menjebak orang itu perbuatan tercela, ga ada ampun buat lain kali." Peringat Shahnaz dengan raut serius dan nada tegas.
"Loh kan hasilnya kamu liat sendiri hari ini, baik-baik aja, 'kan?"
Shahnaz menggeleng pelan tanda tidak setuju, Ia merebahkan diri pada sandaran kursi, matanya menerawang pada langit-langit mobil. "Aku.. Nggak yakin keberuntunganku ada lagi lain kali. Tadi aja aku takut setengah mati.
Nadira Shahnaz dan keberuntungan nggak bisa disandingkan dalam satu kalimat sempurna, maka dari itu aku nggak begitu suka menguji keberuntunganku sampai dimana, karena aku tau hasilnya hanya kecewa."
Radit yang mendengar itu menghela nafas pelan, satu tangannya bergerak mengusak surai Shahnaz dengan lembut kemudian turun menarik tangan Shahnaz untuk digenggam erat.
"Gapapa keberuntungan kamu nggak banyak, kamu bisa ambil punya saya. Saya ini dikenal selalu beruntung, contohnya saya bisa punya keluarga yang baik dan kamu yang lebih dari baik juga. Saya rasa hidup saya udah cukup sempurna. Untuk sisanya saya nggak keberatan buat kasih semua keberuntungan saya sama kamu."
Setelah kalimat menenangkan dari Radit, dalam diam tangan Shahnaz yang lain merambat naik melingkupi genggaman mereka berdua.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.