48.

1.8K 274 96
                                        

Shahnaz memasang wajah menyesal sesaat setelah panggilan dengan Mami dari kekasihnya terputus. "Mas.. Maaf.." Sesalnya merasa bersalah.

Karena dirinya tidak bisa menahan diri dan memereteli kancing kemeja Radit, sepanjang panggilan pria itu terus diceramahi wanita yang melahirkannya.

[Mas yaampun! Nakal kamu ya! Itu lho anak orang kamu apain?!] Tunjuk Mami Radit pada Shahnaz yang duduk dibelakang pria itu membuat Shahnaz semakin mengkerut. Duh kalo aja Mami tau kalo gue yang minta diapa-apain Radit duluan.

Beruntung Radit sempat bertanggung jawab merapikan penampilan kekasihnya, sehingga Shahnaz tidak begitu terlihat kacau.

Meski tetap saja jejak gincu yang memudar, dan bibir bengkak yang belum mereda sempurna setelah dipagut habis menjadi fokus perhatian sang Mami.

Sedangkan penampilan Radit yang terlihat di layar ponsel hanya setengah badannya, jejak merah muda dari bibir Shahnaz yang sempat menciumi kotak-kotak pria itu tadi tidak tertangkap layar.

Bukannya gentar, Radit malah terkekeh kemudian menjawab santai. "Ya biasa lah Mam, kayak ga pernah muda. Katanya pengan cepet dapet cucu.." Kelakarnya.

[Ya tapi ga gitu dong Abang!]

"Abang kan pake fast track."

[fast track kepalamu! Kamu pikir itu dufan?!]

Radit kembali meloloskan tawa keras. Kepalanya mendongak, hidungnya mengerut bahkan mata pria itu hampir menghilang, merasa terhibur oleh respon Maminya yang menurutnya lucu.
Pria itu mengulum bibirnya sebelum kembali menjawab, "Sensasinya mirip hysteria sih, Mi." Sahutnya usil.

Disebrang sana, Mami Radit dan Sarah tertegun sejenak. Apa benar itu Radit yang mereka kenal?

Mengenal Shahnaz ternyata betul-betul merubah Radit. Mereka jarang mendapatkan ini, tawa lepas anak dan kakak laki-laki dari kedua wanita itu.
Tawa Radit jelas mengandung kebahagiaan, dan tidak bisa untuk tidak menular pada siapapun yang mendengarnya.

Memikirkan Radit juga bisa melempar lelucon dan menjadi usil. Kesimpulan ada dipikiran mereka adalah.. Radit mereka saat ini.. Begitu hangat.

Sehingga sepasang Ibu dan anak perempuan itu ikut mengulas senyum tulus dibibir keduanya.

Lain lagi dengan Shahnaz yang semakin menunduk dibelakang. Ia terlalu malu sehingga tidak bisa memikirkan atau mendengar apapun. Shahnaz tidak berani menunjukkan diri, membiarkan rambut panjangnya tergerai menutupi wajah lengkap dengan mulut berkomat-kamit, duh tuh cowok gila, bisa-bisanya!

[Sebelum setannya makin banyak, mending Abang pulang sekarang. Besok kerumah sama Nadira.]

"Lihat besok deh.. Mami tanya Didi dulu, gih."

[Nadira, mau kan Sayang?]

Tidak mendapat tanggapan, Radit menoleh ke belakang mendapati Shahnaz diam terduduk persis seperti hantu di film horror. Lalu tawa Radit lolos lagi. Ia mencolek lengan atas Shahnaz, menyadarkan sang kekasih dan apapun yang sedang dipikirkan wanita itu.

"Lihat." Katanya pada layar seraya menunjuk Shahnaz, "Didi takut sama Mami. Jangan galak-galak sama Didi, Mi, susah tau jinaknya. Nanti kabur, repot."

[Mami cuma mau ngajak ngobrol aja, kok. Lagipula Mami cuma peringatin Abang! Nadira Sayang jangan takut, ya. Kalo Abang macem-macem Nadira bisa lapor Mami.]

Shahnaz mengangkat wajahnya, merapikan rambut. Wanita itu hanya meringis lalu mengangguk sebagai respon karena bingung menjawab apa.

Radit yang mengerti kemudian berbicara beberapa kata termasuk meyakinkan Maminya bahwa mereka berdua akan berkunjung besok sebelum panggilan terputus.

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Where stories live. Discover now