🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Shahnaz mengeratkan syal pada leher, menggeret kopernya dengan perasaan gamang. Kok gue jadi deg-degan, ya? Radit marahnya marah aja apa marah besar, ya? Kasih apa biar luluh..? Aegyo gitu? Gue bisa 'Gom Se Mari' nih, abis nonton drakor kemaren. Semoga imutnya gue sama kayak Song Hye Kyo.
Sesungguhnya Shahnaz tidak bisa memikirkan apa yang harus dilakukan ketika bertemu dengan suaminya nanti. Rencana-rencana yang ia susun mendadak buyar. Otaknya seketika kopong. Sehingga Shahnaz menggantinya dengan hal-hal aneh apa saja yang bisa terpikirkan oleh dirinya saat ini.
Shahnaz lebih dari tahu apa yang ia lakukan telah memancing amarah suaminya. Radit bukan orang yang memiliki emosi meledak-ledak, pria itu lebih memilih memendam perasaannya. Berbanding terbalik dengan yang diinginkan Shahnaz, justru tidak ingin Radit menyembunyikan apapun darinya. Padahal lebih baik pria itu marah saja, tidak apa, Shahnaz memang salah.
Lagi, Ibu dua anak itu menghela nafas dalam, menenggelamkan sebagian wajahnya pada syal ketika sampai di luar bandara.
Karena sibuk dengan pemikirannya, ia sampai lupa menghubungi Adrian untuk menjemputnya tadi.
Shahnaz berhenti sejenak, melepas pegangan pada handle koper untuk membuka tas dan meraih ponsel utamanya. Benda pipih itu pasti tertimbun diantara barangnya yang lain.
Ketika Shahnaz sibuk merogoh kedalam tas untuk menemukan apa yang ia cari, bersamaan dengan tangan dan kopernya yang tiba-tiba ditarik seseorang.
Seorang pria berstelan lengkap rapi berjalan lurus memunggungi Shahnaz dengan kedua tangan penuh, satu memegangi kopernya, satu lagi menarik tangannya.
"Eh—"
Shahnaz hendak berteriak sebelum teriakannya tertelan kembali di tenggorokan melihat punggung lebar yang seminggu terakhir ini absen menjadi pemandangan bangun tidurnya.
Pandangan Shahnaz turun pada tangan besar yang melingkupi tangannya. Genggaman ini terlalu familiar, Shahnaz telah terbiasa dengan kehangatan dari tangan besar itu selama lebih dari tiga tahun ini. Ia tidak mungkin tidak mengenalnya.
Sibuk terpana dengan suaminya, Shahnaz baru merasakan tubuhnya sedikit terhuyung. Ternyata Radit berjalan terlalu cepat, kaki Radit memakan tiga kali lipat dari langkahnya sehingga Shahnaz terseok-seok cukup kesulitan mensejajari langkah pria itu.
"Mas, pelan-pelan. Aku takut jatoh."
Meski tubuhnya tidak berbalik, tetapi Radit tetap mendengar permintaan Istrinya. Sebagai respon, pria itu menurunkan kecepatan berjalannya sehingga Shahnaz segera menyusul berjalan mendahului didepannya.
"Mas kok kamu bisa disini? Kok bisa tahu aku disini? Kan aku belum bales apa-apa.."
Masih tidak dijawab, Shahnaz melompat kehadapan suaminya setelah melepaskan genggaman Radit, menghadang jalan membuka kedua tangan lebar-lebar dengan senyum tidak kalah lebar pula. "Surprise!" Serunya ceria, "Kaget gak, aku disini? Kangen dipeluk aku ga?"