BAB SEMBILAN PULUH DELAPAN

1.6K 374 9
                                    

Mereka kembali ke Rhode Island keesokan harinya dan keduanya terkena flu yang sangat hebat. Rhea Escara memarahi anak tertuanya dan berkata, "Apa yang kamu lakukan dengan Benny di tengah hujan berdua, Reginald? Look at you getting Benny sick."

Rex yang sekarang terlihat demam dan hidung merah, menjawab ibunya dengan asal-asalan, "Benny juga berada di tengah hujan, Ma. It's not our fault that Miami's weather is crazier than expected. Sunny Florida is not sunny afterall. It rained and we got wet. Aku juga sakit, Ma."

Rex bersin di hadapan ibunya dan mengambil tisu, tapi Rhea Escara sama sekali tidak memedulikannya karena sekarang ia berjalan ke arah Benny, "Let me take care of Thalia. Why don't you take a warm bath and rest for a while, Benny?"

"Bagaimana denganku, Ma?" tanya Rex yang sama sekali tidak mendapatkan perhatian ibunya. "You're going to be fine big boy, sementara kalau Benny sakit, istrimu tidak bisa menggendong dan mengurus Thalia."

"Tunggu," kata Rex yang tiba-tiba berdiri dari sofa yang ia duduki membuat Rhea terkejut. Rhea yang sekarang mengambil alih menggendong Thalia menatap anaknya dengan bingung, "Reginald, apa kamu baik-baik saja?"

"Setelah hari ini, aku kan menjaga dan membesarkan Thalia juga, Ma. I will be involved twenty four hours a day with my daughter."

Rhea Escara mengangguk kepada anak tertuanya dan tersenyum hangat, "Baiklah, Rex. I think you might be catching a fever."

"Tidak, Ma. Aku tidak demam. Ini sangat penting untuk diketahui semua orang."

"Ya, Mama percaya kepadamu, Reginald. Kita bisa membicarakan hal ini nanti."

"Mama tidak terlihat seperti percaya kepadaku," kata Rex yang sekarang mengerutkan dahinya. "I am going to marry Benny again and I'm going to be the best father to Thalia. A full time dad with a part-time corporate job. I'll help the family business."

William Bennett dan Jeremiah Escara yang baru saja berjalan-jalan dari taman sekarang memasuki ruang santai keluarga ketika melihat kedatangan Benny dan Rex. Jeremiah yang mendorong kursi roda William berhenti ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan anak tertuanya. "You're going to help with the family business? Apa aku telah memberikanmu pekerjaan di perusahaanku, Rex? I think I need to interview you before that."

Sementara itu William yang juga mendengar kata-kata Rex sekarang bertanya, "You're going to marry my daughter again? Apa kau telah mengizinkanmu lagi? I think I need to interview you before that." Jeremiah menahan tawanya ketika mendengar William mengikuti kata-katanya, tapi Rex menatap ayahnya dan ayah mertuanya dengan serius.

"Baiklah," ujar sang mantan pemain football profesional itu.

"Kamu akan menyerah begitu saja?" tanya Jeremiah yang tidak percaya anaknya menyerah.

"Tentu saja tidak," kata Rex yang mengatakan tiga kata itu dengan tegas setelah ia kembali bersin. "Aku akan mandi dan mengganti bajuku. Apa Papa dan William dapat kembali ke ruangan ini dalam waktu satu jam dan berbicara denganku? You want to interview me, right?"

Rhea menatap suaminya dan berkata, "Sepertinya kali ini ia serius."

"Ya," kata Jeremiah kepada istrinya. "William, apa kamu ingin mendengarkan anak tertuaku mengatakan kata-kata konyol satu jam lagi?"

"Kata-kata konyol? Ini serius, Pa," kata Rex kepada ayahnya.

Jeremiah mengedikkan bahunya, "If you can't convince me, it will just be silly words to my ears, Son," katanya kepada Rex.

William tersenyum hangat kepada Rex dan berkata, "I'm with your dad, Son."

"Baiklah," kata Rex. "I'm determined to convince the both of you. See you in one hour."

Satu jam kemudian Rex telah duduk berhadap-hadapan dengan William Bennett dan ayahnya, Jeremiah Escara. Keduanya tengah meminum segelas teh hangat dan menunggu Rex memulai pembicaraan mereka. Rex berdeham dan memperbaiki kerah kemeja yang ia kenakan. "Well, Sir, Dad—Pa, aku ingin bekerja untukmu," kata Rex kepada Jeremiah terlebih dahulu.

Lalu ia menatap William dan berkata, "And I'm going to marry your daughter again, Sir, err, William, Dad. Maaf aku sangat gugup."

Rex menegakkan tubuhnya dan menunggu keduanya untuk menjawab tapi William dan Jeremiah hanya terdiam. Hanya suara gelas berisi teh hangat mereka yang bersentuhan dengan piring kecil yang mengisi keheningan di ruangan tersebut. Rex tahu kalau ia harus meyakinkan mereka dan mengubah strateginya dengan cepat sebelum ia terlambat.

"Ketika aku memberitahu kalian mengenai rencanaku untuk pensiun, aku tidak mengatakan semua alasanku pada saat itu," jelas Rex. "Aku memberitahu kalian alasan yang sangat jelas—yaitu Libby dan Richard Watson. I thought it only made sense to give you that reason. Masa laluku harus kulupakan dan aku tidak bisa menarik semua orang, menyakiti semua orang, membuat semua orang mencari tahu apa yang telah terjadi kepada adikku. I made everyone's lives miserable. Including the one person that stood by me when I hurt her. Benny bersamaku melalui masa-masa tersulit itu dan aku menyakitinya. Aku... hampir kehilangannya. If the world doesn't allow us to be together, there will be no Thalia. She'll be happy with Saint Michael Jr. Namun, Benny kembali kepadaku dan aku mengambil langkah untuk tidak pernah lagi berpisah darinya. I married her.

"Kupikir jawabannya mudah. Kupikir jawabannya sederhana. Apa yang terjadi adalah aku menghancurkan nama baiknya bersamaan dengan nama baikku. I just seem to make everything worse with every decision I made.

"She stood by me through it all. Ia memikirkanku ketika aku bergumul dengan diriku sendiri dan mengajakku kembali ke Rhode Island. She asked me to let go and she hugged me when I first opened Libby's room again. I was cruel to her, didn't I? Ia memelukku di tempat yang sama ketika aku mengusirnya. Aku bukan pria yang baik.

"Ia melakukan segalanya untukku. Belum pernah aku mendengar Benny marah kepadaku karena aku mengecewakannya. She's not mad when I got her pregnant. She's not mad when I destroyed her career. She's not mad when I tried to deal with my past. She's not mad when I'm so mean to her. She's never once told me she's tired. I left her half of the time travelling for games while she's pregnant.

"Aku tidak ingin membuatnya berpikir hidup denganku akan seperti ini seumur hidup. Aku tidak perlu bermain football kalau Benny terus menjadi nomor dua dihidupku. She's number one. She's always going to be my number one. Sekarang aku akan memberikannya segalanya. Semua perhatianku tertuju kepadanya. I want her to be equal to me. I want her to get her dreams as well. Aku akan menjaga Thalia dan menjadi ayah terbaik untuknya sementara Benny sibuk menjadi dokter. Aku juga akan bekerja untukmu, kalau Papa mengizinkanku. I'll start as an intern—nepotism never suits our family image either way.

"Aku juga akan menikahi anak perempuanmu lagi, William. Aku telah memintanya untuk menikah denganku lagi. This time I want to see her walking the aisle in white with you. Benny selalu ingin memakai gaun putih dan berjalan bersama ayahnya. I want to see my wife in a wedding dress. If you allow me, let me married her again.

"Aku bukan pria yang sempurna untuk Benny, tapi aku berjanji untuk memberikan sisa hidupku untuknya. She saved my life, so I'll give her the rest of my life to her. For her. Give me a chancejust one more chance and I'll be eternally faithful. Eternally hers."

Benny the Bear Loves the Quarterback : Book II | CAMPUS #02Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα