BAB DELAPAN PULUH DUA

1.5K 350 21
                                    

"Oke tim, besok adalah pertandingan terpenting season ini, aku hanya menginginkan kalian untuk memainkan permainan dengan seluruh hati dan kemampuan. We are a champion already, I think you guys are my champs! Sekarang, tidak ada satupun yang bisa menghalangi kita mendapatkan piala itu! Philadelphia Eagles tidak akan menghalangi kita memenangkan piala Super Bowl untuk ketujuh kalinya! Mengerti?"

"Mengerti, Coach!" teriak semua anggota tim New England Patriots kepada Richard Watson. Kedua tim yang akan bertanding besok untuk memperebutkan piala Super Bowl baru saja sampai di New Orleans dan diberikan waktu untuk beristirahat. Richard Watson memanggil seluruh pemainnya untuk rapat sebelum mengizinkan mereka untuk melakukan aktivitas masing-masing.

Semua pemain mengelilinginya sekarang dan Richard dapat merasakan semangat membara mereka untuk besok. Richard sekali lagi berteriak, "Where's the spirit Patriots? Apa kalian ingin memenangkan Super Bowl besok?"

"Ya, Coach!"

"Yes to winning?"

"Hell yeah, Coach!"

Richard bertepuk tangan dan berkata, "We're unstoppable! Tidak ada yang bisa menghentikan kita! We're going to bring back that trophy for Boston!"

Mereka sekali lagi menjawab sang pelatih utama sebelum membubarkan diri. Richard mendekati Rex yang sedari tadi tidak terlihat terlalu bersemangat ketika menjawabnya. "Apa rookie quarterback termahal di NFL tidak menginginkan piala Super Bowl pertamanya besok?"

"Aku menginginkannya, Coach," balas Rex.

"Kalau begitu mana semangatmu, Son?"

"Aku... aku hanya memikirkan mengenai Andrew."

"..."

"..."

Richard memegang bahu Rex dan berkata, "Rex, Andrew sudah mengatakannya. He told the police and the district attorney that he was involved with Libby. Kamu telah mendapatkan jawabanmu, Son. Setidaknya kamu tahu kenapa Libby mengambil nyawanya sendiri. Andrew telah menyakiti adikmu dan ia harus membayarnya sekarang."

"Coach—"

"Kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku. Apa yang kulakukan hanya untuk memancingnya Andrew. Akhirnya ia memberitahu kebenarannya. Membutuhkan dua kali pertemuan hingga pria berengsek itu mengakuinya, but it was all worth it. Maaf aku tidak bisa lebih cepat membuat Andrew bicara, Rex."

"Coach, kenapa kamu begitu yakin Andrew adalah orangnya?"

"Ketika aku mendengar tuduhan dan apa yang telah ia lakukan, I remembered your little sister, Rex. Andrew pernah mengatakan namanya kepadaku. He used to saymy little Libby played with me. That's how sick he is. Aku berpikir pada mulanya Andrew mengatakan kata-kata itu hanya karena ia sering berkunjung ke rumah orang tuamu, tapi ketika ia mengatakannya lebih dari sekali, aku mulai curiga. I kept my mouth shut, for a very long time. Maaf aku tidak berani mengatakannya ketika Libby meninggal."

"But here's the thing Coach, Andrew Sr. Reid hampir tidak pernah... berkunjung ke rumahku," kata Rex kepada Richard. "Kapan Andrew dan Libby bertemu? Apa itu tidak aneh bagimu?"

"Tidak," kata Richard kepada Rex dengan cepat. "Seperti kataku, aku hanya mengira karena Andrew sering berkunjung ke rumahku, maka ia dan Libby sering bertemu, tapi kamu tahu sendiri, Rhea sering membawa Libby ke setiap penggalangan dananya. Semua orang penting di Boston hadir termasuk Andrew. Aku yakin mereka bertemu."

"That sounded more of an experience, Coach. A personal one perhaps?" tanya Rex kepada Richard.

"Apa maksudmu, Son?" tanya Richard kepada Rex. Ia membalas pertanyaan Rex dengan pertanyaan lainnya dan sekarang terlihat tersinggung. "Andrew telah mengakuinya, Rex. Sekarang kamu tidak boleh memikirkannya. Satu-satunya hal yang harus kamu pikirkan sekarang adalah memenangkan pertandingan terakhir Patriots besok dan membawa pulang piala itu. We came this far not to lose."

Rex mengangguk dan Richard menepuk bahu sang quarterback sekali lagi, "That's my boy. Aku akan menemuimu besok di latihan pagi. Beristirahatlah."

"Baik, Coach," kata Rex yang patuh.

Richard berjalan menjauh dari Rex dan keluar dari ruang ganti pemain di tengah stadion The Caesars Superdome. Ia tersenyum dengan puas karena berpikir telah berhasil mengelabui Rex dan keluarganya. Membutuhkan dua kali pertemuan dengan Andrew untuk meyakinkan pria itu agar dapat bertemu dengan anaknya—Faye Reid—ia harus mengakui kalau dirinya terlibat dalam kasus Elizabeth Escara. Andrew bukan pria yang bodoh, tidak sulit baginya membaca kata-kata Richard dan karena pria itu putus asa, tidak sulit bagi Richard untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

"I'll ask Faye if she wants to meet you."

"Tunggu! Aku sudah mengakui diriku yang salah dan membuat Libby kehilangan nyawanya. Mereka mendengarkan kita, bukan? Dibalik kaca ruangan ini para polisi dan jaksa mendengarnya? Aku ingin bertemu dengan Faye, Richard! Aku sudah memberikan apa yang kamu inginkan!"

"I'll talk to Faye. I can't promise you anything."

"God damn it, Richard! Kamu berjanji kepadaku! Aku ingin melihat anak perempuanku! Sekarang mana Faye? Faye! Faye! Anakku—Faye!" Richard terus mendengar Andrew meneriakkan nama anaknya ketika ia melangkah keluar dari ruangan itu. Mereka semua telah mendengar pengakuan Andrew Sr. Reid dan sekarang pria itu menjadi tersangka utama dalam kasus Elizabeth Escara.

Keluarga Escara berada di dalam genggaman tangannya.

Richard tersenyum dengan lebar tapi senyum itu perlahan menghilang dari bibirnya ketika ia melihat Scott Bennett berjalan bersama dengan bayinya mendekat. Wanita itu sedang mengajak bicara bayinya dan tertawa, sama sekali tidak menyadari Richard di hadapannya. Richard berjalan mendekatinya dan istri sang quarterback mendongak untuk menatapnya, "Benny."

"Coach," wanita itu memanggilnya dan Richard menyadari kalau senyum di bibir Benny menghilang. Raut wajah wanita itu berubah menjadi serius dan takut. Takut? Kenapa Benny takut kepadanya?

"You look frightened."

"Oh, maaf Coach, aku hanya... terkejut."

Richard tersenyum dan mencoba untuk menunjukkan kehangatannya dengan sekarang memberikan perhatian kepada bayi yang dipegang wanita itu, "Is she Thalia? Aku belum bertemu dengannya."

"Ya, Coach. Thalia tapi perlu tidur siangnya sebentar lagi."

"Tentu saja, kamu dan Thalia baru saja sampai di Las Vegas dan perlu istirahat."

"I'm just going to meet Rex. Ia mengatakan kalau dirinya berada di ruang ganti—"

"Kami mengubah rapat tim ke ruang konferensi, Benny. It's just to the left and up the stairs."

"Oh, tapi—"

"Benny, tidak ada siapapun di ruang ganti. Rex mungkin masih berada di ruang konferensi, aku akan mengantarmu kepadanya."

Benny memeluk anaknya di dalam gendongan dengan sangat protektif dan berkata, "Tidak jauh, Coach?"

"Tentu saja tidak. Aku akan membawamu bertemu dengan Rex."

Benny the Bear Loves the Quarterback : Book II | CAMPUS #02Where stories live. Discover now