BAB DUA PULUH DELAPAN

2.6K 513 53
                                    

"Aku sudah mengundangnya," kata Faye Reid yang sekarang memakai apron dan dengan sibuk menata berbagai macam cupcakes yang telah ia buat. "Apa menurut kalian Benny akan tetap datang?" tanya Faye yang terdengar gugup.

Taylor Raven yang sekarang mengeluarkan chocolate fudge yang telah ia buat ke meja untuk dibagikan kepada anak-anak panti asuhan berhenti sejenak dan menegakkan punggungnya, "Faye, kamu terlalu baik. Kenapa kamu masih memikirkan wanita itu? Jelas-jelas Rex mengatakan kepada kita kalau wanita itu tidak akan datang. We're below her, he said that clearly. She's beautiful, smart and a doctor—why would she be here?"

Faye menggeleng dan berkata, "Aku hanya ingin berdamai. Hanya karena ia menikahi Rex dan sekarang mengandung, bukan berarti Benny melakukan kesalahan."

"Faye, sudahlah. Kamu hanya perlu memikirkan dirimu saja dan kehamilanmu. Janga memikirkan wanita itu," ujar Emily. "Kita sudah mendapatkan jawabannya dari Rex—she's never going to come."

Mereka menata makanan yang telah mereka buat di taman bermain panti asuhan dan melihat kalau para wartawan mulai mengambil foto. Sonya Lim memastikan bagian wajahnya yang tidak baru saja di botox terlihat menawan di depan sorotan kamera para wartawan, sementara Faye tiba-tiba menangis. Hal itu mengejutkan teman-temannya. Gianna Raquel menyikut sisi tubuh Emily Lark, temannya yang tengah sibuk berpose dengan Sonya untuk membuatnya melihat ke arah Faye.

"Oh, Faye," kata Emily dengan khawatir. "Ada apa?"

"Ma-maaf, ini adalah hormon kehamilanku," kata Faye dengan lirih dan mencoba untuk menghapus air matanya.

Emily Lark dengan panik mencari suaminya yang bertugas di area minuman, "Hardin! Ambilkan minum unuk Faye."

Hardin Lark, pemain tight end Patriots yang bertubuh besar melihat kepanikan di mata istrinya dan melakukan tugasnya. Mereka mengelilingi Faye dan Taylor mengarahkan tangannya kepada wartawan, "Enough guys, give us space. Faye is pregnant and very emotional."

Sonya Lim membantu Taylor dan meminta wartawan untuk mundur. Ia memegang bahu temannya dan berkata, "Aku akan meminta Teddy untuk mengurangi para wartawan ini. I'm so sorry Faye." Sonya berjalan menjauh untuk mencari Theodore Lim, suaminya yang merupakan chairman yayasan utama New England Patriots yang sekarang sedang berbicara dengan tim managemen dan para pelatih.

Acara hari ini sangat penting bagi nama baik tim New England Patriots. Memenangkan enam piala Super Bowl adalah satu hal, tapi mereka juga harus menunjukkan kewajiban sosial mereka. Semua anggota pemain dan tim managemen diharapkan untuk datang memberikan dukungan, walaupun tema hari ini tidak sesuai bagi para pria yang biasanya bermain di tengah lapangan. Hari ini semua wanita—atau disingkat sebagai WAG, yang berarti women and girlfriend—tim Patriots telah memastikan mengambil bagian untuk membantu para pria mereka.

Sonya dengan panik mencari Teddy dan memerintahkannya, "Teddy, kurangi wartawan sekarang! Faye Reid—anak perempuan Coach Andrew menangis karena mereka. Please, she's pregnant. Poor girl, because of Reginald Escara she's hurting now."

Teddy mengangguk dan berkata, "I'll take care of it, Sonya."

Sonya Lim tidak lama kembali mengelilingi Faye yang sekarang jauh lebih tenang, tapi ia bisa melihat air mata wanita itu yang terus turun, "Faye, aku sudah berbicara dengan Teddy untuk mengurangi jumlah wartawan. Oh, girl, I know this must be so hard for you. Faking a smile when you're hurting is never great."

Faye yang membalikkan tubuhnya dan sekarang memunggungi para wartawan yang berusaha untuk mengambil fotonya mengangguk, "Ma-Maaf, aku tidak apa-apa."

"Kamu tidak perlu terus berusaha menjadi kuat, Faye," kata Gianna kepadanya.

"We understand," Emily lalu berkata.

"Kalau aku berada diposisimu, aku mungkin tidak akan keluar dari rumah sama sekali," ucap Taylor dan kata-katanya mendapatkan tatapan dari teman-temannya. Tatapan yang membuatnya bingung karena mereka sepertinya tidak ingin dirinya mengucapkan kata-kata itu, "What? I'd rather be home."

"Ia harus bersama dengan teman-temannya, Taylor. You are really not sensitive enough."

Taylor mengangkat kedua tangannya setelah Emily memarahinya dan berkata, "Okay, fine. Chill. Of course Faye needs to be with her friends."

"Tunggu," kata Sonya yang sekarang menyipitkan matanya, "Teddy?" Sonya berteriak kepada suaminya yang sekarang berbalik ke arah istrinya dengan cepat.

"Ada apa Sonya?" tanya Teddy yang sekarang napasnya terengah-engah karena ia baru saja berlari untuk menemui istrinya. "Aku sudah mengusir para wartawan."

"Kamu mengusir semuanya," kata Sonya yang menyadari tidak ada satupun wartawan lagi yang mengerubungi mereka. "I don't see them anymore, Teddy."

Teddy membenarkan kacamatanya dan dengan takut menjawab istrinya, "Honey, they all went inside. Rex dan istrinya baru saja datang. Aku kira kamu menginginkan ini—"

"What?" Faye adalah yang pertama untuk berbalik dan bertanya.

Teman-temannya mengerutkan dahi mereka dan dengan bingung mencoba mencerna kata-kata Teddy. "Kalau kalian ingin masuk ke dalam dan melihat mereka, aku sarankan kalian untuk diam di luar. Rex dan istrinya menjadi santapan pagi para wartawan dan mereka tidak akan berhenti. I understand you guys wants privacy—"

"Aku ingin melihat Rex dan Benny," kata Faye.

"Faye," kata Emily dengan khawatir.

Faye memegang perutnya dan menggeleng, "I want to see them. I'm okay, I'm strong."

Ia telah berjalan terlebih dahulu menuju gedung utama Boston Children's Orphanage yang terletak di tengah kota dan Faye menyadari teman-temannya mengikuti. Dari tempatnya berdiri, ia hanya dapat mendengar teriakan nama Rex dan Benny bersamaan dengan kilatan cahaya kamera.

"Rex!"

"Rex, kenalkan kami kepada istrimu!"

"Rex, nama istrimu Scott Bennett, bukan?"

"Back up, back up, biarkan mereka berjalan."

"Rex! Scott! To the left here!"

"..."

"..."

Faye mencoba berjalan mendekati apa yang dikerumuni oleh wartawan sampai ia melihat dari kejauhan kalau Benny sedang mengangkat seorang anak kecil berumur tiga tahun dan memainkan boneka beruang dengannya. Sementara itu Rex menatap wanita itu dengan tatapan hangat dan lembut. Setiap kali Benny tersenyum, Rex akan menyunggingkan senyum lebar yang sama.

"...is that Benny?"

"...are you fucking kidding me?"

"...ia sangat cantik, bukan?"

"...no one told me she's Hispanic...."

"...look at her hair and skin...."

"...is she even wearing make-up?"

Benny memakai gaun pendek berwarna putih yang tidak begitu ketat dengan tubuhnya, tapi cukup jelas memperlihatkan lekukan perutnya yang semakin membesar. Wanita itu menggerai rambut panjangnya yang berwarna cokelat tua yang bergelombang dan sama sekali tidak terlihat mengenakan rias wajah.

Faye menatap wanita itu dengan iri sementara teman-temannya terlihat terpukau. "...well, she's so deserving to be called the quarterback's wife...."

Faye berbalik ketika mendengar kata-kata itu diucapkan temannya, "I'm the one who loved him first. I'm also fucking pregnant with his child. Bagaimana bisa kalian melupakan aku? Apa kalian lupa aku?"

Benny the Bear Loves the Quarterback : Book II | CAMPUS #02Where stories live. Discover now