BAB TIGA PULUH EMPAT

2.2K 548 18
                                    

Benny menguap ketika mereka sampai di apartemen Rex kembali sore itu dari Boston Children's Orphanage. "Sleepy, Bean?" tanya Rex yang membuka pintu dan mengacak-ngacak rambut wanita itu.

Benny mencoba menyingkirkan tangan besar milik sang quarterback dari rambutnya, tapi ia tidak berhasil. "Kamu mengacak-ngacak rambutku," kata Benny yang terdengar merajuk.

Rex terkekeh dan membiarkan Benny berjalan masuk, "You're staying for dinner? Aku bisa membuatkan makan malam untuk kita berdua."

"I need to study tonight," kata Benny kepada Rex yang terlihat kecewa. "Aku bisa pulang sendiri—"

"Please? Please, stay for dinner. I'll cook us dinner and I'll take you back after to your dorm," Rex meminta Benny untuk tinggal dan makan malam bersamanya.

Benny terlalu lelah untuk mendebat dan mengangguk, "Sure, let's have dinner."

Rex tersenyum dengan puas dan menarik lengan sweater-nya ke atas sebelum mencuci tangannya. Sementara itu Benny mengambil duduk berseberangan dengan pria itu di kursi kitchen island yang tinggi. "Oh, betapa bodohnya aku—" Rex yang baru saja mengeluarkan chopping board dan pisau dengan cepat berlari mengelilingi kitchen island ketika melihat Benny kesulitan untuk naik ke kursi tinggi itu.

"Aku bisa—" tapi Rex dengan cekatan memegang tangan Benny dan membantunya untuk duduk di kursi. "Thank you," ucap Benny kepada pria itu.

Rex mengangguk tapi Benny melihat pria itu meringis kesakitan setelah membantunya duduk. "Apa kamu baik-baik saja, Rex?" tanya Benny.

"Ya," kata Rex dengan kaku dan dengan cepat membalikkan tubuhnya. Tapi Benny tahu pria itu dan Rex tengah menutupi sesuatu. Sehingga ketika Rex kembali berdiri berhadapan dengannya, Benny bertanya, "Where were you when we all baked cookies? Kamu pergi dengan para anggota timmu, apa yang kalian lakukan?"

Rex mengerutkan dahinya dan berpikir. Untuk kali pertama mata biru muda pria itu menghindari tatapannya dan Benny kembali bertanya, "Rex, apa yang kalian lakukan?"

"We're talking about our game plan, Bean. It's less than four weeks before the season started and strategies are now discussed more frequently," jawab Rex yang mulai memotong tomat dan bawang untuk pasta yang ia akan masak untuk makan malam mereka berdua.

"In a middle of a social work, Rex? Apa tidak bisa menunggu hingga hari Senin?" tanya Benny.

Rex tahu ia tidak akan pernah bisa membohongi wanita itu dan ia mendesah karena ia juga tidak bisa mengatakan kebenarannya kepada Benny, "Bean, aku dan anggota timku hanya berbicara."

"Okay, let's just assumed you are talking with them," kata Benny. "Ketika kamu berbicara dengan anggota timmu, aku mengajak para wartawan untuk membuat kue dengan anak-anak yatim piatu. I realized that from a distance Faye was dragged by her dad to an empty foyer. Aku mendekati mereka—cukup dekat untuk mendengar pembicaraan Faye dan ayahnya—tapi tidak cukup dekat hingga mereka menyadari kehadiranku. Coach Andrew mengatakan sesuatu yang menggangguku, Rex."

"..."

"..."

Rex mendongak dan menatap wanita itu, "Apa yang ia katakan, Bean?"

"Ini kata-katanya—Libby membunuh dirinya sendiri, aku sarankan kamu melakukan hal yang sama kalau kamu terus membuat malu diriku. Ia mengatakannya kepada anak perempuannya sendiri. Why would he want his own daughter to killed herself like, Libby?"

Rex mendengarkan kata-kata Benny dan karena ia begitu terkejut, dirinya tidak sengaja melukai jarinya dengan pisau. "Rex! Jarimu!" Benny dengan sigap turun dari kursinya dan berjalan untuk mengambil kain. Ia meraih jari Rex yang terluka dan menatap pria itu dengan khawatir, "Are you okay?"

Tapi pria itu tidak mengatakan sepatah katapun. "Rex? Talk to me. Ada apa?"

"Apalagi yang dikatakan pria berengsek dan jahanam itu, Bean?"

"Tidak ada, Rex. Aku hanya mendengar kalimat itu sebelum aku memutuskan untuk kembali. I didn't know how to react and I can't find you. Aku ingin memberitahumu, Rex. Duduklah, kita harus mengobati jarimu."

Benny baru saja akan meminta Rex untuk duduk ketika pria itu tiba-tiba memegang bagian perutnya dan meringis kesakitan. Rex sedikit memosisikan tubuhnya menunduk dan Benny menyadari kalau pria itu tidak baik-baik saja. Benny menutup jarak di antara dirinya dan pria itu, perlahan ia membuka sweater Patriots yang dikenakan Rex. Pria itu mencoba untuk melangkah mundur tapi Benny menggeleng, "Just don't fight, I want to see."

Rex menatap mata Benny yang hangat dan wanita itu berkata, "It's just me, Rex."

Pria itu lalu membiarkan Benny untuk melihat lukanya yang sekarang terlihat lebam di tengah perutnya. Napas Benny tercekat dan air matanya keluar, "Who did this to you, Rex? Did they did this to you? Kenapa kamu tetap berada di tim ini ketika mereka semua mencoba untuk menyakiti dan menjatuhkanmu?"

Lalu Benny menyadari sesuatu—bagaikan kepingan puzzle yang baru saja ia temukan, ia berkata kepada Rex, "Are you staying and letting them bully you because of Libby? Apa kematian Libby ada hubungannya dengan Coach Andrew, Rex?"

Benny the Bear Loves the Quarterback : Book II | CAMPUS #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang