46 - Posisi Terbaik

Start from the beginning
                                    

"Dia demam," Serena berbicara sangat pelan. Dia berusaha turun dari atas ranjang, memakai bathrobe dengan cepat dan masuk kamar mandi untuk mengisi baskom dengan air hangat juga tidak lupa membawa handuk kecil. Dengan hati-hati, Serena mengompres kening Rayden, membuat pria yang kesulitan membuka mata, tetap berusaha membuka mata.

"Sayang,"

"Diam, kamu demam."

Rayden tersenyum melihat kekhawatiran istrinya, meski sudah dia lukai, istrinya tetap mau merawatnya yang demam. "Terima kasih,"

"Ini masih tugasku selagi kita belum bercerai,"

Senyum Rayden memudar, dia akhirnya kembali memejamkan mata yang memang masih terasa berat. Di rasa Rayden tertidur kembali, Serena ingin pergi ke dapur tapi terkejut saat rasa sakit terasa di bagian selangkangannya. Tadi tidak terasa sakit, atau lebih tepatnya, karena terlalu panik tahu Rayden demam, Serena sampai tidak sadar akan rasa sakit di selangkangannya?

Entahlah.

Serena tetap berusaha untuk berjalan tanpa menimbulkan keanehan tapi tetap saja aneh, dia keluar kamar menuju dapur. Dia tidak lupa kalau dirinya ini hanya bisa menghancurkan dapur alih-alih bisa memasak, "Bi. Bisa tolong buatkan bubur? Juga, tolong hubungi Dokter, suamiku demam."

Bibi kepala pelayan mengerti tugas dari Nyonyanya, dia pun izin untuk mengerjakan tugasnya. Sambil menunggu, Serena duduk di meja makan dengan menikmati segelas teh yang baru di buatkan. Dia tidak peduli pada beberapa pelayan yang sesekali curi-curi pandangan pada lehernya, dia hanya ingin menunggu bubur siap dan Dokter datang.

Sedangkan di seberang sana, Ares mendapat telepon dari kepala pelayan kediaman Rayden jika Rayden sakit. Tanpa banyak kata, Ares mengendarai mobilnya menuju kediaman sang sahabat. Saat dia masuk, kebetulan sekali Ares berpapasan dengan Serena yang berjalan di dampingi kepala pelayan, kepala pelayan yang mendorong troli berisi semangkuk bubur dengan minuman juga.

"Dokter Ares,"

"Serena, di mana Rayden?" Seperti para pelayan yang lain, Ares juga salah fokus dengan leher Serena. Dia mengerti apa yang telah terjadi di antara sepasang suami istri itu, Ares berusaha profesional meski suara patahan di hatinya terdengar seperti mengejek.

"Di kamar, biar aku antar." Ares mengangguk, dia meminta kepala pelayan agar kembali ke dapur sedangkan troli, dia yang mendorongnya.

Sebelum masuk kamar, Serena ingat kamarnya yang berantakan. Dia meminta Ares agar menunggu sebentar selama dia masuk, Ares pun mengerti. Di dalam kamar, Serena mengambil pakaian yang berserak di atas lantai, setelah lebih baik, barulah dia membiarkan Ares masuk untuk memeriksa Rayden. "Serena, bisa tunggu di depan?"

"Iya, bisa."

Serena menunggu di depan, kesempatan ini Ares gunakan dengan langsung menarik selimut agar Rayden bangun tapi lagi-lagi, dia malah salah fokus pada bercak merah di atas ranjang. "Shit! Rayden, Serena benar-benar menjaga dirinya dan kau adalah orang pertama yang menyentuhnya!"

Rayden di bangunkan dengan paksa, pria itu menyandarkan punggungnya dengan memijat pelipisnya yang berdenyut. Dia juga ikut menatap ke bercak merah di seprei yang berwarna putih, "Aku tahu."

"Dan kau tidak menjaga dirimu agar istrimu menjadi wanita pertama yang kau sentuh?"

Kali ini, Rayden terdiam sejenak. "Ares, kau seorang Dokter yang datang pasti untuk memeriksaku. Kenapa kau banyak sekali bicara?"

"Berhenti mengalihkan pembicaraan, Rayden. Kau bukan pria lemah yang harus di observasi hanya karena demam, katakan padaku, kau sudah jujur tentang dia?"

"Aku akan jujur tentang mereka,"

"Mereka?"

"Adikmu dan calon bayiku,"

Ares mengepalkan tangannya, jika mengingat itu, ingin sekali dia mengoperasi Rayden tanpa bius rasanya. "Bisakah jangan menjelaskan tentang keponakanku padanya? Itu akan semakin melukainya! Cukup katakan, jika Adikku hanya masa lalumu."

"Sayangnya, dia tahu."

"Tahu apa?"

"Aku pernah menghamili seorang wanita,"

"Shit! Rayden bajingan!"

Bukannya mengobati, Ares malah meninju Rayden tepat di sudut bibirnya yang kini terluka. "Ingatannya kembali?"

"Ya,"

"Dia meminta cerai?"

"Ya,"

"Dan kau menyetubuhinya?!"

"Ya ...." Kali ini, Rayden menjawab dengan nada begitu rendah, tatapannya juga kosong. "Aku kalut, Ares. Aku takut dia benar-benar menceraikan aku,"

"Gila! Kau benar-benar bajingan! Harusnya, kau tidak menyentuhnya! Biarkan dia menceraikanmu, agar kau jera dan tidak lagi melukai wanita!"

"Tapi aku mencintainya, Ares."

Ares kembali terdiam, "Kau benar-benar mencintainya?"

"Apa aku pernah main-main tentang rasa cinta?"

"Tapi kau banyak melukainya, Rayden."

"Aku tahu, aku ingin memperbaiki semuanya."

Ares mengalihkan pandangannya, apa ini akhir dari perjuangannya menunggu Serena menjanda? Dia pun menepuk bahu Rayden, "Perbaiki selagi masih ada kesempatan. Adikku dan calon keponakanku hanya masa lalumu yang sudah waktunya untukmu lupa, katakan itu pada Serena agar dia tidak semakin salah paham."

"Mereka tetap memiliki posisi terbaik di hatiku,"

"Ya, asal jangan menyinggung posisi istrimu di hatimu."

***

SPAM KOMENT UNTUK SELANJUTNYA!!

Papay!

Perpindahan Jiwa Gadis PenggodaWhere stories live. Discover now