25 - Diantar Papa

8.7K 650 101
                                    

Pada pagi hari setelah bangun dari tidur, Serena langsung di suguhkan dengan beberapa pelayan yang bergegas melaksanakan tugas mereka. Ada yang membuka gorden jendela dengan remot, mematikan pendingin kamar, memboyong Serena ke dalam kamar mandi dan membantunya mandi, ada yang menyiapkan pakaian di walk in closet, juga ada yang membereskan ranjang.

Serena cukup kaget dengan pelayanan di kediaman Papanya yang mencengangkan, "Bibi."

"Ya, Nona."

"Apa harus seperti ini?"

"Harus, Nona. Tuan besar telah menyiapkan segala kenyamanan untuk Anda,"

Ah, Serena semakin sayang pada Papanya. Maka setelah mandi dan berjalan keluar dari lift menuju meja makan, Serena begitu riang menghampiri Papanya yang sudah lebih dulu duduk di kursi kepala keluarga. "Morning, Papa!" Serena mengecup pipi Papanya, membuat sang Papa terkekeh sembari membalas mengecup kening putrinya.

"Pagi sayangnya Papa, kita sarapan setelah itu Papa akan antar kesayangannya Papa ini ke kampus."

Serena tidak pernah membicarakan tentang Rayden, sebab Papa bilang, Rayden telah mengizinkan Serena untuk tinggal di kediaman ini sampai kapan pun Serena mau. Semalam juga, Serena sudah menghubungi Rayden melalui panggilan telepon, memastikan apa Rayden benar mengizinkan atau tidak dan ternyata memang benar mengizinkan tanpa tahu, jika Rayden juga di ancam oleh Hadrian agar membiarkan Serena berlama-lama di kediamannya.

Seperti ucapan Papa, setelah selesai sarapan, Papa mengantar langsung Serena ke kampus. Tapi ada yang aneh, "Kenapa kita masuk ke dalam lift, Papa? Harusnya ke halaman depan untuk naik mobil," Papa tidak menjawab, hanya mengusap lembut pipi kemerahan putrinya.

Sesampainya di rooftop kediaman, Serena membuka katup bibirnya, terkagum-kagum melihat keberadaan helikopter. "Papa, helikopter itu punya siapa?"

"Punya kesayangannya Papa dong,"

"Aku?"

Papa mengangguk sembari mengusap puncak kepala putrinya, Serena pun tampak berbinar senang. "Kita akan ke kampus naik helikopter?"

"Iya, Nak."

"Woah!"

Alasan mengapa Hadrian memakai helikopter untuk mengantar putrinya, karena kediamannya masih di kelilingi wartawan yang begitu penasaran dengan rupa putri tersembunyinya. Hadrian tidak ingin Serena terluka, dia sangat menjaga privasi putrinya dari publik bahkan mendukung penuh saat pernikahan Rayden dan Serena di putuskan untuk di rahasiakan dari media, hanya keluarga yang tahu tentang pernikahan mereka dan pebisnis yang pernah melihat Rayden datang bersama Serena.

Para pebisnis bukanlah Ibu-ibu komplek yang akan mudah menyebarkan berita, mereka cenderung malas mengurusi hidup orang lain apalagi kalau harus ikut campur hubungan rumah tangga anak dari calon presiden. Siapa yang akan berani? Jangan deh terjun ke dunia politik, sibuk bisnis saja sudah membuat banyak pebisnis tunduk di depan Hadrian.

Di dalam helikopter yang mulai terbang, Serena menatap terkagum-kagum. Dia menoleh ke arah Papanya yang tampak keren mengendalikan helikopter. Tak butuh waktu lama, Serena tiba di landasan helikopter kampusnya. Kampus ini adalah kampusnya para konglomerat, tidak kaget jika pihak kampus telah menyiapkan lapangan khusus untuk mereka yang membawa helikopter demi menghindari kemacetan.

Papa turun dari dalam helikopter dan memeluk putrinya, "Belajar yang pintar ya, Nak. Nanti Papa jemput,"

"Oke, Papa! Eren masuk ya, love you!"

"Love you too, Nak."

Papa terus memandang punggung putrinya yang semakin menjauh dengan senyum hangat. Melihat wajah dan keceriaan putrinya yang begitu persis dengan mendiang istrinya, tentu saja rasa rindu itu semakin membuncah di dadanya. "Sayang, jika kamu masih ada di sini, mungkin kita berdua akan sibuk mengurus keceriaan anak kita dan anak kita tidak perlu menikah di usia muda."

Penyesalan terbesar Papa adalah membiarkan Putrinya menikah muda dengan Rayden, harusnya, Papa tidak mengambil keputusan gegabah hanya karena ingin putrinya bisa pulang kembali ke kediamannya. Ada banyak cara untuk dirinya meminta maaf pada sang anak, bukan membiarkan anak kesayangannya menikah di usia yang masih sangat muda.

Untuk urusan pencalonan dirinya sebagai Presiden, Papa akan membicarakan lebih dulu pada putrinya. Jika Serena menolak, Papa akan mengurungkan niatnya mencalonkan diri sebagai Presiden Pasquale Barat. Dirinya tidak ingin melakukan kesalahan yang sama apalagi jika sampai membuat Putrinya kembali menaruh kebencian pada dirinya.

Usai menunggu sampai putrinya benar-benar aman di kampus, Papa pun masuk kembali ke dalam helikopter dan pergi meninggalkan area kampus putrinya. Pria berusia di kepala empat itu ingin selalu memastikan keamanan dan kenyamanan putrinya. Mendapat senyum sang putri kembali, adalah kebahagiaan yang tidak tertandingi untuknya.

Di sisi Serena, gadis itu masuk ke kelas dengan semangat. Dia duduk di sisi sahabatnya, "Wajah kamu bersinar banget. Kenapa?" Tanya Jenna dengan penasaran sembari menopang dagu.

Serena tersenyum hingga matanya ikut menyipit, "Aku di antar Papa ke kampus!"

"Di antar Papa? Wah, keren! Kita udah kuliah tapi kamu masih bisa di antar Papa kamu ke kampus, apalah dayaku." Iviana mendramatisir, dia memiliki keluarga yang tidak harmonis. Orang tuanya memutuskan berpisah saat Iviana masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar, sekarang, orang tuanya telah memiliki keluarga baru masing-masing yang begitu harmonis.

"Ih apa sih? Kenapa harus mellow pagi-pagi gini?" Jenna menepuk bahu Iviana, dia tahu bagaimana kehidupan keluarga Iviana yang tidak harmonis.

"Enggak ada yang mellow ya!" Iviana mengibaskan rambutnya, membuat Jenna terkekeh pelan begitu pun dengan Serena.

Tak lama kemudian, dosen masuk ke kelas dan memulai materi hari ini. Serena menyimak semuanya dengan baik dan jam kelas pun habis, Jenna juga Iviana mengajak Serena untuk pergi ke kantin tapi Serena menolak karena ada pesan masuk dari Rayden yang kedua sahabatnya tidak tahu. Jenna dan Iviana pun pergi meninggalkan Serena yang sibuk dengan ponselnya.

Rayden: Serena

Serena: Iya Hubby? Kenapa?

Rayden: Kamu bahagia di rumah Papa kamu?

Serena: Bahagia dong, masa tidak bahagia bertemu Papa?

Di seberang sana, Rayden tersenyum tipis. Nyatanya, Serena pernah tidak ingin melihat wajah Papanya lagi dan bertahan dengan prinsipnya selama 5 tahun.

Serena: Hubby tidak ingin menyusul ke rumah Papa?

Maunya menyusul, tidak-tidak, lebih tepatnya, Rayden mau membawa istri kecilnya pulang tapi apalah daya, jika Papa mertuanya telah memberi ancaman yang membuat Rayden tidak berkutik. Dia tidak bisa asal membawa Serena pulang jika bukan Hadrian langsung yang mengantar Serena pulang.

Rayden: Besok aku pelantikan, kamu datang ya.

Serena: Pelantikan apa? Hubby dilantik jadi apa?

Ah iya, istri kecil Rayden kan hanya tahu jika suaminya itu seorang Dosen dari yang semula pengangguran. Dia tidak tahu jika suaminya berasal dari keluarga konglomerat yang kekayaannya tidak akan habis-habis, bahkan akan dilantik sebagai Presiden Direktur Arter Group besok.

Rayden: Nanti kamu akan tahu

Serena mengerucutkan bibirnya, "Hubby sekarang mainnya rahasia-rahasiaan. Kesal deh,"

***

Mau double up? SPAM KOMENT YUK!!!

Btw, di chapter kesekian akan ada adegan ekhem, menurut kalian, aku skip aja atau enggak? HAHAHAHA

Perpindahan Jiwa Gadis PenggodaWhere stories live. Discover now