60 - Hari Kebahagiaan

6.7K 485 20
                                    

Dari kejauhan, Serena hanya bisa memandang Ayah kandung dan Ibu tirinya yang tengah menikmati makan siang di sebuah restoran. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman manis yang sirat akan penuh kerinduan, terutama kerinduan dirinya pada Ibu kandungnya. Serena sangat merindukan Ibu kandungnya, kapan dirinya bisa bertemu Selena? Ataukah, tidak mungkin?

Selena akan mengenal dirinya sebagai Serena Yellen, bukan Serena Ovallius putri kandung wanita itu. "Di raga mana pun jiwaku berada, aku tetap menyayangi kalian sebagai keluargaku. Maaf dan terima kasih," Serena sadar diri, dia banyak merepotkan keluarganya terutama setelah kejadian yang merenggut kehormatannya sebagai seorang gadis.

Serena tak bisa hanya menyalahkan satu pihak, karena dirinya pun salah sebab mabuk-mabukan malam itu. Menghembuskan napas kasar, Serena menginjak pedal gasnya dan menjauh dari area restoran. Tujuan Serena selanjutnya adalah rumah abu, dia datang dengan pakaian serba hitam juga kaca mata hitam yang menutup matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Sayang, maafkan Mama yang baru mengingat dirimu." Tangannya terulur, rasanya sangat sakit mengingat dirinya pernah keguguran dan kehilangan kesempatan untuk melahirkan anaknya. "Maafkan Mama yang terlambat datang ke sini, kamu tahu? Mama sangat merindukanmu, Mama berharap bisa bertemu denganmu di tempat yang indah kelak. Tunggu Mama ya,"

Kehadiran anaknya bukan kesalahan, yang salah adalah dirinya yang membuat kejadian untuk sang anak hadir di rahimnya. Puas menangis dan mengajak bicara rumah abu anaknya, Serena pun pergi meninggalkan rumah abu. Wanita itu masuk ke dalam mobilnya dan melajukan dengan perlahan menjauh dari rumah abu.

Rayden sendiri sudah mulai bekerja sebagai Dosen di kampus sedangkan Serena, dia masih dalam masa cuti makanya ingin leha-leha. Tujuan kedua Serena adalah penjara, dia datang ingin menjenguk Lizzy. Tak lama kemudian, Lizzy datang ke hadapannya. "Serena?"

Perempuan di depannya ini, perempuan yang menembak dirinya dan membuat jiwanya terdampar di raga Serena Yellen. "Kak Lizzy, kau baik-baik saja?"

Lizzy menunduk malu, harga dirinya tercoret karena bertemu Adik ipar dengan seragam tahanan. "Aku baik-baik saja, bagaimana kabarmu dan suamimu? Kalian baik-baik saja?"

"Kami baik-baik saja, maafkan kami juga tidak bisa membebaskanmu dari masa hukuman."

Lizzy menggeleng, "Tidak apa-apa. Aku sudah menerima takdirku, semua ini adalah hukuman atas kejahatan yang sudah aku lakukan."

Serena mengangguk, waktu bicaranya dengan Lizzy sudah habis. Dia pun pergi meninggalkan lapas menuju kediamannya, Serena masih ambil cuti sampai dia hadir sebagai Bridesmaids di pernikahan Brandon Nara dan Ares Sydney. Setelah kedua pasangan itu menikah, Serena baru akan kembali fokus pada kuliahnya.

***

Hari yang ditunggu-tunggu tiba, di mana hari ini, Brandon akan resmi memiliki Nara sebagai istrinya setelah sekian lama berjuang meluluhkan hati perempuan itu juga menyingkirkan posisi Rayden dari hati Nara. Melihat istrinya berdiri di sampingnya dengan gaun indah, Brandon tak henti mengucapkan kalimat penuh syukur.

"Istriku sangat cantik," Nara tersipu malu mendengarnya, dia menyenggol lengan Brandon saat tamu mulai naik untuk mengucapkan selamat.

Di susul kedatangan Serena yang langsung memeluk Nara, "Kak! Selamat atas pernikahanmu! Akhirnya, aku akan mendapatkan banyak keponakan! Kalian harus langgeng terus! Kalau Brandon nakal, katakan padaku, nanti aku tendang bokongnya!" Nara tertawa, dia membalas pelukan Serena yang sudah dia anggap Adik sendiri.

"Terima kasih, cantik. Kamu juga langgeng ya dalam pernikahanmu dan Rayden, bahagia selalu."

"Ay ay kapten!"

Serena beralih menatap ke arah Brandon, "Brandon! Cie sudah menikah cie!"

Brandon hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya, "Kau juga sudah menikah. Bisakah jangan mengejek?"

Serena terbahak, dia turun dengan suaminya karena sadar masih banyak tamu yang antri di belakang. Di meja tamu, Serena duduk sembari meminum segelas jus mangga. Sebab, Rayden melarangnya meminum anggur yang sangat mengiurkan itu. Pasti segar, "Kamu tidak boleh minum anggur." Rayden bicara seakan peka dengan tatapan istrinya.

"Ish! Iya, iya. Lagian aku juga tidak mau-mau banget kok,"

Rayden tersenyum kecil, dia hadir di pesta pernikahan sahabatnya dengan wanita yang dulu pernah mengejar dirinya. Rayden bersyukur, setidaknya, Nara mendapatkan pasangan yang tepat seperti Brandon.

Melewati acara inti dan resepsi, keluarga akhirnya bisa berkumpul di ruang tengah. Rayden, Serena, Sydney, dan Ares juga ikut bergabung karena mereka akan bermalam di hotel ini. "Kak! Apa kalian ada rencana bulan madu?" Pertanyaan tak terduga dari Serena, membuat wajah Nara merona. Dia malu karena Serena terlalu blak-blakan di depan keluarga yang lainnya.

Brandon tidak memiliki rasa malu, dia malah tersenyum. "Tentu saja! Bulan madu adalah bagian terpenting dari pernikahan," buru-buru Nara mencubit pinggang suaminya itu. "Aku malu!" Bisiknya.

***

Seminggu setelah pernikahan Brandon dan Nara, di susul pernikahan Ares dengan Sydney. Lagi-lagi Serena dan Rayden hadir sebagai tamu, keduanya mendoakan yang terbaik untuk pernikahan Dokter tampan satu itu. Serena juga tidak segan memeluk Sydney lalu menggodanya karena akhirnya menikah dengan pria yang benar-benar tulus mencintainya.

Di sudut ruangan, Jenna mengalihkan pandangan. Sebisa mungkin, dia tidak melihat ke atas sana. Jenna masih sakit hatinya, dia masih belum benar-benar ikhlas membiarkan pujaan hatinya menikah dengan Kakak sepupunya sendiri. Jenna jadi ingat ucapan Mamanya, "Jenna. Mama dan Papa akan pergi ke luar negeri dalam waktu yang lama karena urusan pekerjaan, kamu lebih baik tinggal di rumah Tante."

Di rumah Tante? Tentu saja Jenna menolak dengan tegas, dia tidak ingin makan hati setiap hari melihat kedekatan Ares juga Sydney. "Hatiku sakit tapi aku harus bahagia karena hari ini, hari penting untuk Kakak sepupuku."

"Hai?"

Jenna menoleh, dia tersenyum ke arah dia yang menyapa. "Oh halo,"

Pria itu mengulurkan tangannya ke arah Jenna, "Saya Charles."

Jenna menatap uluran tangan itu lama sebelum akhirnya menggapai sembari mengangguk, "Jenna."

"Nama yang cantik, tapi kau terlalu murung sejak tadi."

Ucapan Charles yang tepat sasaran akan suasana hatinya hanya di balas senyuman dari Jenna, gadis itu meminum perlahan anggur di gelasnya sembari mengalihkan pandangan ke sekeliling. "Mau jalan denganku?"

"Uhuk! Ha?"

"Kau cukup menarik perhatianku, mau jalan denganku?"

Mata Jenna memelotot, bibirnya terbuka karena kaget dengan pria di depannya ini yang terlalu blak-blakan mengajak dirinya pergi. "Ya? Apa Anda mabuk, Tuan?"

"Mabuk? Tentu saja tidak,"

Dari atas sana, Ares melihat Jenna yang berbincang dengan Charles. Pria itu tersenyum tipis, dia berharap, Jenna bisa mendapatkan pria yang tepat dalam hidupnya dan pria itu sudah pasti bukan dirinya karena Ares sudah memiliki Sydney yang hatinya harus dia jaga.

***

Perpindahan Jiwa Gadis PenggodaWhere stories live. Discover now