29 - Anak Haram

Mulai dari awal
                                    

"Oh ya, Hadrian. Apa kau tidak berniat menikah lagi?" Sambung Wilson bertanya pada Hadrian.

"Menikah? Aku rasa sudah cukup menikah sekali seumur hidup,"

Secara tidak langsung, Wilson merasa tersindir dengan ucapan Hadrian. Menikah sekali seumur hidup, tentu saja itu bukan dirinya. "Itu prinsip yang bagus Hadrian, tapi tidak ada salahnya untukmu menikah lagi."

"Sayangnya, aku tidak minat. Karena acara ini sudah membosankan, aku pamit. Selamat atas pelantikan putramu,"

Hadrian pergi meninggalkan acara juga Wilson yang mengepalkan tangannya erat, andaikan koneksi Hadrian tidak luas, mana mungkin Wilson mau basa-basi dengannya juga melantik putra haramnya menjadi Presiden Direktur Arter Group. Di saat yang sama, seorang wanita cantik seusia Wilson datang dengan gaya khasnya yang glamor.

"Sayang, aku masih kecewa padamu."

Wilson menghela napasnya kasar, keputusannya melantik Rayden sebagai penerus dirinya tentu saja langsung ditolak mentah-mentah oleh istri pertamanya. "Camille, aku memilih Rayden bukan tanpa alasan."

"Kalau begitu, beri tahu aku apa alasannya! Wilson, kau sudah mengkhianatiku dengan berselingkuh bersama wanita jalang itu! Jangan kau kecewakan juga putra kita! Dia yang jauh lebih pantas menjadi penerusmu dari pada anak haram itu!" Amarah Camille yang menggebu-gebu sangat Wilson mengerti.

"Camille, setidaknya jangan meluapkan emosimu di sini. Di sini terlalu banyak telinga yang mendengar dan mata yang melihat!"

Camille misuh-misuh, dia pergi meninggalkan Wilson yang telah berkali-kali mengecewakannya. Dia pergi menghampiri putrinya yang tengah duduk seorang diri, "Lizzy."

"Ibu," Lizzy berdiri dari duduknya dan menghampiri sang Ibu. "Ada apa, Bu?"

Camille memeluk putrinya dengan erat, satu-satunya yang menjadi alasan Camille Edith bertahan pada Wilson Arter adalah kedua anaknya, Lizzy dan Kakak laki-laki perempuan itu. Harusnya, secara garis keturunan, putra sulungnya lah yang sangat pantas menjadi Presiden Direktur Arter Group, bukan Rayden yang hanya anak haram dari wanita jalang karena mau di ajak berhubungan oleh pria bersuami.

"Ibu, jika Ibu tidak kuat, kita bisa pergi dari hidup Ayah."

"Apa kau siap, Nak? Ibu tidak ingin merusak kebahagiaanmu,"

"Aku bahagia jika Ibu bahagia, aku tak peduli sekali pun aku tidak di anggap lagi sebagai anak oleh Ayah yang penting, kita bisa bahagia."

Lizzy adalah anak yang sangat pengertian, terlepas dari bagaimana terobsesinya dia ingin memiliki Rayden selaku saudara tirinya.

"Ya Tuhan, anakku." Camille kembali memeluk putrinya dengan menahan air matanya. Teringat kembali bagaimana Wilson datang ke rumah bersama seorang wanita yang tengah hamil besar, dengan mudahnya, Wilson mengatakan jika wanita itu adalah kekasih Wilson yang tengah hamil. Istri mana yang tidak merasakan sakit luar biasa?

Camille bukan wanita yang pandai memaafkan atau berdamai pada keadaan, dia cukup pendendam dan sulit melupakan. Terutama fakta jika Rayden adalah anak dari wanita yang menghancurkan kebahagiaan dalam rumah tangganya. Dan diam-diam, Lizzy mengepalkan tangannya. Sang Ibu lagi-lagi menangis karena Ayahnya dan masalah yang mereka bicarakan pasti tidak jauh-jauh dari Rayden.

Bu, aku janji. Aku akan membuang rasa cintaku padanya dan membalaskan dendammu. Biarkan aku yang membalaskan padanya karena dia bukan tandinganmu.

"Nak, jangan terjebak pada dendam ya. Ibu menyayangimu," Camille mengecup kening Lizzy, meski tak mendengar batinnya tapi ikatan darah di antara keduanya membuat Camille seakan paham apa yang tengah putrinya pikirkan.

"Bu, aku ingin Ibu bahagia."

"Ibu akan bahagia jika anak-anak Ibu bahagia, maafkan Ibu yang belum bisa menjadi Ibu terbaik untuk kalian berdua."

Lizzy menggeleng, menggenggam kedua tangan Ibunya dengan erat dan hangat. "Ibu adalah Ibu terbaik untukku dan Kakak, terima kasih sudah bertahan sejauh ini, Bu. Kami mencintai Ibu,"

Andaikan bukan di tempat umum, Camille pasti sudah menangis. Dia lemah jika menyangkut anak-anaknya, "Ibu akan terus bertahan demi kalian. Jangan khawatirkan Ibu ya?"

"Tidak perlu memaksakan diri, Bu."

"Camille, kita harus bicara." Wilson datang dan memotong obrolan antara Lizzy dengan Ibunya. Camille pun mengangguk, dia mengatakan pada putrinya jika dia baik-baik saja dan Lizzy harus kembali ke kamar secepat mungkin untuk istirahat.

Dan Wilson membawa Camille ke dalam salah satu kamar hotel yang di sediakan, "Ada apa, Wilson?"

"Camille, tolong berikan kasih sayangmu pada Rayden."

Satu alis Camille terangkat, "Memberi kasih sayangku pada anak harammu? Kau bercanda, Wilson?"

"Camille, semua ini belum terlambat. Berikan perhatianmu pada Rayden,"

"Maaf, Wilson. Mengingat bagaimana kau terang-terangan mengatakan padaku jika cintamu lebih besar untuk wanita jalang itu, aku tidak cukup mampu untuk bersikap munafik pada anak haram kalian. Aku sudah lelah bertahan di sisimu selama ini Wilson, jangan lagi minta aku untuk memakai topeng."

"Camille! Kau tahu, aku akan menjadi walikota dengan bantuan mertua Rayden. Kau harus pandai mengambil hatinya agar Hadrian juga bisa melirik Charlie,"

"Tidak, Wilson. Anakku tidak perlu bergabung dengan dunia politik yang kau idam-idamkan, putraku harus memilih apa yang dia inginkan. Jika tidak ada lagi yang ingin kau katakan padaku, aku akan kembali ke acara."

Wilson menatap kepergian Camille dalam diam, dia mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sadar, kesalahannya sangat fatal di masa lalu sampai harus melukai Camille sedalam ini. Mengkhianati cinta tulusnya hanya karena nafsu sesaat, "Camille. Maafkan aku,"

Dari sisi Ibu tiri yang jahat, ada pelajaran tersendiri yang harus kita petik. Selalu bijak.

***

Satu kata untuk Rayden?

OH IYA WOI!! Konflik ringan bukan berarti misteri ringan, ingat yaa, ingat yaaa

Wkwk

Bye!

Sampai jumpa di chapter selanjutnya, SPAM KOMENT YAK KALAU MAU AKU DOUBLE UP!!

Minimal 200 komentar wajib tembus sih😋

Perpindahan Jiwa Gadis PenggodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang