55. Epilog

164 11 10
                                    

Tiga bulan kemudian ....

Gani dibuat melongo oleh hasil USG untuk mengetahui jenis kelamin dari bayi yang dikandungnya. Ucapan Mahesa yang terus meyakini bahwa calon anak mereka berjenis kelamin perempuan dan sudah dinamai membuat Gani sampai tidak habis pikir hingga detik ini.

Jika ditanya tentang apa saja yang Mahesa alami selama koma kemarin dan bagaimana bisa lelaki itu tahu jenis kelamin anak mereka serta sudah menyiapkan nama terbaik bagi sang buah cinta, Mahesa selalu menolak untuk bercerita dan mengatakan bahwa semua itu rahasia antara dia dan si jabang bayi.

"Apa saya bilang, cewek, kan? Kamu nggak pernah percaya, sih." Mahesa kembali menggoda istrinya begitu mereka keluar dari ruang pemeriksaan dokter kandungan.

"Gimana saya mau percaya, kamu bangun-bangun dari koma bukannya sebut nama saya malah sebut nama perempuan lain. Habis itu langsung bilang kalau itu nama buat anak kita, begitu saya tanya kamu bisa tahu dari mana kalau anak kita ini cewek, nggak pernah mau jawab. Terus menurut kamu, saya bisa percaya dari mana?" cerocos Gani yang menunggu suaminya membukakan pintu mobil dan membantunya masuk ke dalam dengan hati-hati.

"Yang penting sekarang, kan, sudah terbukti kalau calon anak kita itu perempuan dan sesuai kesepakatan kalau kamu akan setuju dengan nama yang sudah saya berikan untuk anak kita begitu kita berdua tahu jenis kelaminnya." Mahesa mulai menyalakan mesin mobil.

Mendapati istrinya tetap diam dan tidak menjawab, membuat Mahesa kembali mematikan mesin mobil.

"Ayolah, nama Cantigi Arunika Bestari itu bagus banget, lho, dan sangat amat berarti untuk saya. Kalau bukan karena saya sempat pegangan di pohon cantigi waktu itu, mungkin nyawa saya bisa langsung melayang saat itu juga."

Gani kembali terkenang pada masa-masa kelam di saat dia hampir kehilangan suaminya. Mahesa sempat bercerita bahwa pada saat dia terjatuh ke dalam jurang Gunung Merbabu, dia masih sempat berpegangan di pohon cantigi yang tumbuh di sekitar lereng terjal dengan kemiringan hampir sembilan puluh derajat dan bertahan di sana sambil menunggu bantuan datang. Mahesa bertahan sampai akhirnya ranting cantigi itu patah karena tidak sanggup lagi menahan berat tubuh Mahesa hingga membuatnya jatuh terjerembab ke dasar jurang dan kepalanya cedera.

Namun, jika tidak ada pohon cantigi yang membantunya, Mahesa bisa pastikan saat itu dia akan langsung tewas seketika karena jatuh dari ketinggian delapan puluh meter dengan sekali hantam yang sangat berpotensi merenggut jiwanya detik itu juga.

"Coba kamu jelasin lagi artinya apa? Saya lupa." Gani meringis begitu melihat lirikan mata Mahesa.

"Cantigi itu seperti yang kamu tahu adalah pohon yang menyelamatkan saya, Arunika artinya cahaya matahari terbit yang mengartikan kalau saya merasa bahagia waktu itu karena sudah berhasil ajak kamu untuk melihat matahari terbit secara langsung di puncak gunung. Dan untuk Bestari ..." Mahesa tersenyum tiba-tiba.

"Tempat yang menjadi saksi penyatuan cinta kita waktu saya berikrar akan selalu menjaga dan mencintai kamu selamanya."

Mata Gani mendelik. "Mulai, deh, gombalnya keluar."

"Kok gombal, sih? Siapa yang gombal, orang jujur, kok."

"Sayang, nggak usah didengerin ya, ayah kamu memang begitu orangnya. Ngerayu-rayu Ibu supaya usulan namanya dituruti." Gani mengelus perutnya sambil berbicara dengan sang buah hati.

Mahesa yang tak mau kalah ikut mengelus perut Gani dengan badan sedikit membungkuk. "Igi, Sayang, ini Ayah. Tolong kasih paham ibu kamu kalau nama Cantigi Arunika Bestari itu atas permintaan kamu juga."

"Hah? Permintaan gimana?"

Mahesa sekali lagi hanya tersenyum penuh misteri tanpa menjawab pertanyaan Gani dengan gamblang. Sedetik kemudian sepasang bola mata suami istri itu saling beradu satu sama lain begitu sama-sama merasakan tendangan pertama dalam perut Gani.

"Bayinya barusan nendang?" tanya Mahesa memastikan apa yang dia rasakan tadi.

Gani mengangguk cepat dan matanya berair haru. Mahesa lalu mencium perut Gani bahagia kemudian memeluk istrinya dengan penuh rasa syukur.

"Dia ngasih tanda kalau memang nama Cantigi itu atas permintaan dia juga, makanya nendang," celoteh Mahesa lagi tak bosan berusaha meyakinkan Gani untuk memilih nama itu.

"Cantigi Arunika Bestari ...," sebutnya sambil tersungging sebuah senyuman. "Namanya cantik juga, Mas, saya setuju, deh."

Mahesa mengepalkan tangan dan menggoyangnya sekali sambil berkata "yes" karena akhirnya mendapat persetujuan dari sang istri untuk menggunakan nama itu sebagai identitas buah hati mereka kelak. "Makasih, Sayang."

Mahesa kembali menghidupkan mesin mobil dan sebelum tancap gas, dia mencium kening Gani karena rasa bahagia yang tak dapat dia bendung lagi. Mobil yang dikemudikan mulai meluncur dengan mulus menyusuri jalan raya untuk segera mengantar mereka berdua menyampaikan berita gembira ini pada keluarga tercinta.


***

FIN



Akhirnya selesai juga tugas Thor mengantarkan dua sejoli ini menuju kebahagiaan. Cerita Gani-Mahesa berakhir sampai di sini, lebih kurangnya Thor minta maaf dan mohon pengertiannya.

Terima kasih juga Thor ucapkan untuk para pembaca setia novel A Love to Her. Satu tahun sudah tepatnya Mahesa-Gani menemani Minggu malam kalian dan saatnya berpisah. Terima kasih untuk satu tahun waktunya terus menantikan kelanjutan kisah mereka berdua hingga menuju puncak kebahagiaan. Thor pamit dan sampai bertemu lagi di project selanjutnya.

P.s : untuk sementara waktu Thor mau libur dulu nulis karena ingin fokus menyambut bulan suci Ramadhan.

Untuk karya selanjutnya akan Thor update dalam waktu yang belum bisa ditentukan, tapi pastinya masih dalam tahun ini. Tunggu karya terbaru Thor ya.

Terima kasih dan sampai jumpa ....

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum