12. Give Some Rest

64 6 0
                                    

"Bee ...," panggil Satria dengan mengguncang tubuh Gani cukup keras karena sejak tadi gadis itu tak juga merespons panggilannya.

"Iya, Sa?" Gani langsung panik saat menyadari dia keliru memanggil nama Satria. "Sat, maksudnya." Buru-buru meluruskan. "Kenapa?" dia mencoba mengalihkan topik agar Satria tidak sempat curiga.

"Udah sampai kantor kamu, lho. Nggak akan turun?"

"Oh, udah sampai, ya." Gani celingukan melihat ke luar jendela. Benar dia sudah berada di depan kantor.

"Kamu kenapa? Aku perhatikan dari tadi kamu melamun aja. Mikirin apa, sih?"

"Nggak mikirin apa-apa, kok," jawab gadis itu dengan canggung.

"Wajah kamu juga pucat. Kamu sakit?" Satria menempelkan telapak tangannya di kening Gani. Memastikan bahwa calon istrinya itu baik-baik saja.

Saat tangan Satria turun dan menyentuh leher, Gani merasakan hal aneh dalam dirinya. Dia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Tidak ada gejolak rasa yang membuat jantungnya tersentak dan bangun lalu menciptakan guncangan hebat di dalam sana hingga membuat tubuhnya panas dingin. Jangankan gejolak sebesar itu, riak-riak kecil pun tak Gani rasakan dalam irama detak jantungnya yang damai. Dulu dia pasti akan salah tingkah jika Satria menyentuhnya, tapi akhir-akhir ini Gani tidak pernah lagi merasakan sensasi itu.

Respons yang tubuhnya berikan sangat berbeda kala Mahesa menyentuhnya kemarin. Sedikit saja lelaki itu menyentuh kulitnya, sanggup menerjangkan badai dalam hati. Begitu lelaki itu menggenggamnya, langsung memorakporandakan benteng pertahanan yang dibangun dan saat Mahesa mengatakan bahwa dia belum bisa melupakan Gani, dengan tanpa ampun meluluhlantakkan semua usaha yang sudah dilakukan agar bisa melenyapkan Mahesa dari singgasana hatinya. Sungguh tidak adil!

"Tuh, kan, melamun lagi."

Sial! Gani lagi-lagi tidak bisa mengendalikan pikirannya sendiri dan membiarkan Mahesa menguasai alam bawah sadarnya secepat itu.

"Nggak apa-apa, kok." Gani memaksakan untuk tersenyum.

"Kita pulang aja, ya. Nggak usah kerja, aku khawatir sama kamu."

Gani menggeleng cepat. "Aku nggak apa-apa, Sat. Cuma lagi banyak kerjaan aja makanya kepikiran."

Satria membelai rambut Gani sambil mengembuskan napas berat. "Jangan terlalu capek kerja. Jangan diforsir juga badannya. Aku nggak mau kamu sakit, ya."

"Iya. Aku masuk sekarang, kamu hati-hati di jalan." Sebuah kecupan mendarat di pipi Satria sebelum Gani turun dari mobil.


***


Apa yang dikatakan Satria tentang dirinya yang banyak melamun ternyata masih berlaku hingga detik ini. Sudah setengah hari berlalu dan hanya gadis itu isi dengan lamunan panjang tak berkesudahan. Artikelnya terbengkalai dan hanya dipandangi saja tanpa minat. Konsentrasinya tersita penuh oleh kejadian kemarin sore.

Semua yang Mahesa ucapkan dan lakukan begitu menyita pikirannya. Apa yang lelaki itu lakukan padanya kemarin sungguh membawa Gani pada kegalauan. Bagaimana tidak galau, jika Mahesa dengan begitu lugas berkata bahwa dia masih belum bisa melupakan Gani dan malah meminta kesempatan kedua?

Kalau menurut kamu kita masih punya kesempatan, akan saya pergunakan sebaik-baiknya. Kalimat yang terus mengganggunya siang dan malam itu amat membuat Gani terusik. Kenyataan bahwa Mahesa masih mengharapkannya seperti dulu bisa-bisa membuat pendiriannya goyah dan hancur lebur bagai bangunan pasir yang diterjang ombak.

Kalau lelaki itu tidak muncul lagi di hadapannya dan membisikkan kata-kata penuh cinta dan kerinduan seperti kemarin, mungkin hati Gani tidak akan terusik sampai jadi segamang ini sekarang. Mungkin sampai sekarang dia hanya akan tertuju pada Satria seperti sebelumnya. Namun, karena Mahesa sekarang Gani malah mempertanyakan kesungguhan perasaannya dalam mencintai Satria.
Apa dia benar-benar mencintai Satria dengan tulus? Apa dia mencintai Satria lebih besar daripada dia mencintai Mahesa dulu? Apa dia sudah benar-benar melupakan Mahesa sepenuhnya dan tidak lagi berharap pada lelaki itu? Semua pertanyaan yang bermunculan secara tiba-tiba membuat perutnya sakit.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Where stories live. Discover now