48. Kepingan Hari Itu

118 10 3
                                    

"Pak, Mbak Gani sudah datang," ucap Bi Umi begitu keduanya memasuki area ruang baca.

Sebelum diberi jawaban, Bi Umi sudah pamit dan meninggalkan ruangan serta menutup pintu dengan sangat rapat.

Di ruangan yang banyak terdapat rak-rak buku tinggi hingga menyentuh plafon, terdapat satu meja kerja terbuat dari kayu jati kualitas super yang membelakangi jendela. Sekilas, Gani bisa simpulkan ruangan ini terlihat lebih mirip ruang kerja dibandingkan ruang baca. Dengan pencahayaan yang dibuat redup, serta tirai putih yang menjuntai hingga lantai menambah irama jantung Gani makin liar tak terkendali. Atmosfer ruangan ini terlalu mengintimidasinya.

"Ada yang mau Om bicarakan dengan saya?" Gani memberanikan diri membuka percakapan karena sejak tadi Om Sandjaya hanya terpaku pada buku bacaan di depan matanya saja.

Barulah setelahnya, arah pandang pria itu beralih menyorotnya. Hanya sebentar, seperti menelisik, lalu kembali tertunduk menekuri buku seolah tak tertarik dengan lawan bicara.

"Saya dengar-dengar katanya tadi pagi kamu habis ketemu dokter, boleh saya tahu apa saja yang dokter bicarakan mengenai penyakit kamu?" tanyanya tanpa menatap Gani.

"Maaf, Om, tapi untuk apa Om bertanya?"

Buku tebal di depannya tertutup sekaligus dengan suara yang cukup keras.Om Sandjaya melepas kacamata lalu merebahkan punggungnya. Kali ini pusat perhatiannya sudah tidak berada pada buku lagi, melainkan pada gadis yang berdiri kaku di depannya.

"Saya berhak tahu semua tentang kondisi kamu kalau kamu memang serius ingin menikah dengan Mahesa."

Udara menggantung.

"Saya tidak mungkin mengizinkan anak saya menikah dengan perempuan yang hanya akan membuat susah hidupnya saja. Saya harus pastikan kalau anak saya akan hidup bahagia nantinya," sambung Om Sandjaya lugas.

Suasana kembali hening. Gani seolah mengalami dejavu akan situasi ini, situasi yang tidak jauh berbeda dengan yang pernah dia alami bersama almarhumah Tante Salma.

"Saya sudah jujur sama kamu tentang maksud saya memanggil kamu ke sini dan berbicara empat mata. Sekarang, giliran kamu jujur tentang kondisi kesehatan kamu pada saya. Berapa persen peluang kamu untuk bisa sembuh dan bisa memberikan Mahesa anak dan berapa persen kemungkinan hal itu tidak bisa terjadi?"

Merasa terus didesak dan tak punya pilihan lain. Akhirnya, Gani mulai bercerita jujur tentang kondisinya yang harus merelakan ovarium karena sudah tidak memungkinkan untuk bisa diselamatkan. Hasil pemeriksaan terakhir mengatakan bahwa ovarium dan tuba falopi sebelah kanan mengalami perlengketan yang cukup parah dari pada sebelah kiri dan jika terus dibiarkan akan sangat bisa menyebar dengan cepat.

Belum lagi masalah dengan rahimnya yang juga terdapat kista meski tidak separah organ ovarium, membuatnya harus ekstra menjaga kesehatan lagi agar hartanya yang tersisa itu tidak ikut rusak dan harus juga diangkat.

"Jadi maksud kamu kemungkinannya kecil untuk bisa sembuh total?"

"Ini penyakit menahun, Om. Walau sudah diangkat berkali-kali, risiko untuk kambuh tetap ada, kecuali kalau sudah menopause." Gani berusaha berkata yang sejujurnya di depan Om Sandjaya. Dia tidak mungkin menutupi semua yang ingin diketahui papa Mahesa karena itu juga merupakan haknya sebagai orang tua yang menginginkan hal terbaik bagi putranya.

Cengiran sinis terlihat dari ujung bibir Om Sandjaya. "Artinya sulit, kan? Belum lagi risiko yang kamu bilang barusan. Kalau sampai dikemudian hari organ yang tersisa juga rusak, kamu mau berbuat apalagi untuk membahagiakan anak saya?"

Bibir Gani terkatup sangat rapat. Dia tidak punya amunisi jawaban yang bisa membantah argumen Om Sandjaya.

"Mungkin kamu pikir saya ini orang tua yang kolot dan dangkal dalam mengukur sebuah kebahagiaan rumah tangga hanya berdasarkan keturunan, tapi kamu harus tahu bahwa kehadiran seorang anak itu sangat amat penting bagi keberlangsungan keluarga kami. Apalagi Mahesa itu anak sulung saya, dan saya berharap cucu saya dari Mahesa nanti juga bisa ikut mewarisi apa yang sudah saya bangun dengan susah payah ini."

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum