23. What About Us?

86 5 0
                                    

Lintang memang sosok perempuan yang sangat disukai di sana. Selain sudah mengenal dan dikenal para penduduk, sosoknya yang terkenal ramah dan suka membantu membuat Lintang tak butuh waktu lama untuk bisa diterima penduduk desa. Setengah tahun lalu, saat dia memutuskan untuk tinggal di sana dan membantu mengajar di sekolah secara cuma-cuma, Lintang malah banyak dibantu penduduk dengan selalu mencukupi semua kebutuhannya sehari-hari.

Setiap harinya, ada saja penduduk yang berkunjung ke homestay dengan mengantarkan makanan maupun hasil kebun mereka untuknya sebagai ucapan terima kasih karena Lintang sudah mau membantu mengajar anak-anak mereka di sekolah yang memang sedang kekurangan tenaga guru.

Saat sedang ikut memasak makan siang bagi anak-anak maupun bapak-bapak yang bekerja bakti di sekolah, para ina atau ibu-ibu di sana selalu memberi perhatian pada Lintang dengan tidak mengizinkan perempuan itu mengangkat baskom besar berisi nasi yang berat. Lintang juga kerap diberi minuman maupun camilan oleh Ina yang akan dia bagikan lagi kepada orang-orang yang juga bekerja di dapur hari itu.

Gani menghela napas menyaksikan semua itu tepat di depan matanya. Tak dia pungkiri bahwa ada rasa iri yang dirasakan kepada Lintang. Ada perasaan bahwa dia juga ingin bisa mengambil hati para penduduk desa di sana agar proses interview untuk artikel hari jadi majalah bisa berjalan dengan lancar. Bukannya Gani mendapat perlakuan buruk selama ini, para penduduk dengan sangat ramah menyambut Gani dan rombongan, tapi melihat betapa baik dan perhatiannya mereka terhadap Lintang membuat Gani menginginkan hal itu juga.

Apa yang Lintang alami sama halnya dengan Mahesa. Entah hal apa yang sudah diperbuatnya untuk mendapat simpatik para penduduk. Yang jelas, lelaki yang baru menginjakkan kakinya satu minggu lalu ke Basira ini sudah mempunyai teman dan kenalan di sana-sini. Ama-ama atau bapak-bapak yang turut membantu merenovasi sekolah sudah terlihat senang bercanda dengannya tanpa merasa canggung. Pun demikian dengan Ina-ina di sana, sudah cukup akrab dengan tak sungkan lagi menggoda Mahesa dan Lintang secara terus menerus.

"Lintang!" suara Mahesa terdengar diikuti sosoknya yang perlahan mendekat. "Makan siang untuk para ina udah siap?"

"Udah, kok, baru mau diantar." Lintang berdiri dengan mengangkat dua buah tas besar berisi puluhan bungkus nasi.

"Sini biar aku aja." Tangan Mahesa terulur dan dua kantong besar itu pun berpindah tangan.

"Kamu mau antar sendiri ke sana? Ini berat, lho, Mas. Aku bantu, ya." Lintang merasa tak tega jika harus menyuruh Mahesa seorang diri mengantarkan makan siang dengan berjalan kaki sampai ke sekolah.

"Nggak apa-apa. Kamu lanjutin aja buat makan siang untuk anak-anak sekolah. Ini biar aku sendiri," tolaknya.

"Berdua aja, Mas. Kamu, kan, capek habis nguli dari pagi. Aku bantu, ya."

Melihat Lintang yang tetap memaksa ingin membantu, akhirnya Mahesa meletakkan kembali dua buah tas keresek besar itu lalu memindahkan sebagian isi dalam salah satu tas ke tas yang lain kemudian isi nasi bungkus yang lebih sedikit dia serahkan pada Lintang.

"Biar nggak terlalu berat untuk kamu," ujarnya.

Tak lama terdengar suara berdeham dari anak-anak volunteer yang juga membantu memasak di sana. Mereka seakan menggoda kedua orang itu karena merasa apa yang diperbuat Mahesa untuk meringankan beban bawaan Lintang terlihat romantis.

Dua orang yang masih berdiri mematung itu nampak salah tingkah dan segera berjalan pergi dari sana demi menghindari godaan yang makin lama makin tak terkendali itu setelah suara para ama mulai mendominasi. Di sudut dapur umum, Gani bisa melihat bahwa Lintang dan juga Mahesa masih belum bisa menyembunyikan senyuman mereka karena masih malu dengan apa yang terjadi tadi.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang