39. Kapal Pinisi Bestari

135 13 2
                                    

Dermaga Labuan Bajo pukul enam pagi, menjadi titik awal keberangkatan mereka menyusuri salah satu surga pariwisata di Indonesia Timur ini. Sudah sejak tadi juga Mahesa sibuk menjalankan tugasnya untuk memotret kapal dari berbagai sudut. Nantinya, dia yang juga ikut dalam pelayaran pertama Kapal Pinisi Bestari juga akan melakukan hal yang sama sepanjang perjalanan.

Sebelum memulai pelayaran perdananya, pihak Erik dan awak kapal ternyata telah menyiapkan nasi tumpeng dan juga prosesi gunting pita sebagai tanda bahwa kapal berbahan kayu jati yang menelan biaya sekitar enam miliar ini telah siap untuk meramaikan wisata di Labuan Bajo yang menjadi salah satu dari lima destinasi wisata super prioritas di Indonesia yang sedang gencar dipromosikan oleh pemerintah.

Selesai potong tumpeng, pembacaan doa dan gunting pita, Mahesa menyetorkan beberapa hasil jepretan kameranya pada Erik, pria blasteran Bugis-Australia yang dikenalnya saat sama-sama menyusuri tanah NTT beberapa tahun silam. Setelah dirasa cukup oleh Erik, mereka mulai menaiki kapal dengan panjang tiga puluh meter dan lebar delapan meter tersebut.

Rombongan yang ikut berlayar kali ini sekitar sembilan orang saja. Selain Erik dan sang istri, Mahesa dan Gani, juga ada lima awak kapal yang siap membantu melayani. Pelayaran kali ini dipimpin oleh Kapten Yosef, seorang pelaut asli Bajo yang sudah malang melintang di dunia perairan dan sangat paham betul tentang kondisi perairan di Labuan Bajo.

Kesan pertama yang Gani rasakan begitu menginjakkan kakinya di atas geladak kapal adalah takjub dan kagum setelah mendengar cerita bahwa kapal bercat cokelat kayu ini selesai dibuat hanya dalam waktu delapan bulan saja dan dikerjakan oleh para pengrajin kapal asli di Tana Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan yang menjadi tempat lahirnya kapal pinisi legendaris Indonesia.

Bahunya ditepuk Mahesa saat sedang asyik mengagumi kapal yang menjadi saksi perjuangan nenek moyang bangsa Indonesia tempo dulu.

"Mau istirahat nggak? Saya antar ke kamar kamu, ya."

Lelaki itu masih saja memperlakukan Gani seperti orang sakit. Pukul setengah lima pagi Gani bangun dan mandi, lalu mereka berangkat menuju pelabuhan pukul lima pagi, sekarang sudah disuruh istriahat lagi olehnya.

"Saya baru bangun. Baru mau menikmati udara pagi sudah kamu suruh tidur lagi?" balas Gani.

Mahesa memamerkan jajaran giginya yang berderet. "Saya takut kamu kecapekan aja nunggu prosesi tadi."

"Nggak, kok, saya malah enjoy."

"Baguslah, tapi kalau kamu merasa capek atau mual kasih tahu saya, ya."

Gani tersenyum. "Kamu takut saya mabuk laut lagi kayak dulu, ya?"

Kejadian yang mengingatkan Mahesa pada perjalanan di dalam KMP Siginjai tujuan Karimunjawa silam langsung membuat pipinya terangkat naik.


***


Kapal Pinisi Bestari milik Erik akan berlayar menyusuri sejumlah pulau-pulau cantik di sekitar Taman Nasional Komodo. Rute perjalanan mereka akan melalui Pulau Siaba, Taka Makasar, Batu Bolong, dan bermalam di Pulau Kalong. Untuk keesokan harinya mereka akan berangkat menuju Pulau Rinca, Loh Buaya, Pink Beach, berburu sunset di Pulau Padar dan hari terakhir akan kembali bersnorkeling ria di Pulau Kelor sebelum kapal akhirnya kembali ke Dermaga Labuan Bajo.

Itu adalah rute perjalanan yang kembali diulangi oleh kapten kapal kepada para penumpang saat melakukan santap pagi. Dalam bayangan Gani, untuk beberapa hari ke depan hidupnya akan dipenuhi kebahagiaan dan keseruan karena untuk pertama kalinya dia bisa berlayar dan menginap di atas kapal. Sungguh pengalaman menarik yang patut dicoba sekali seumur hidup. Tak akan ada waktu untuk memikirkan kesedihan sekarang. Apalagi kini dia tidak sendiri, selain ada Mahesa yang selalu mengawasinya, Citra yang merupakan istri Erik kini menjadi teman baru untuk Gani selama pelayaran kali ini. Dia bersyukur telah menyetujui ajakan Mahesa untuk ikut dalam sailing kali ini.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Where stories live. Discover now