13. For a Minute

74 6 0
                                    

Sudah sejak pagi Gani mendapat telepon dari Satria yang menyuruhnya untuk mampir ke kantor Bentala karena ada hal penting yang hendak dibicarakan, karen itulah Gani menyempatkan diri untuk berdandan dulu secepat mungkin. Dia tidak mau terlihat kuyu di depan Satria nanti.

Gani berjalan dengan aura positif menuju ruang rapat tempat Satria sudah menunggu di sana. Samar sesekali terdengar suara tawa Satria yang renyah bersama seseorang, nampaknya suasana hati laki-laki itu sedang bahagia sekarang. Ditelepon saja saat meminta Gani untuk datang, Satria berbicara dengan nada yang amat bersemangat membuat Gani jadi ikut bersemangat tiba-tiba.

Pintu diketuk dan dibukanya pelan, terlihat sosok Satria yang memang sedang berbincang dengan seseorang yang membelakangi pintu masuk. Begitu melihat Gani, Satria langsung berdiri dan mendekat untuk menyambut kekasihnya dengan senyum terkembang lebar.

“Hai!” sapanya ceria.

“Cepat juga kamu sampai, nggak macet?” Gani menjawab dengan gelengan kepala.

“Oh ya, kamu masih ingat dia, kan?” Satria menggiring Gani mendekati kursi yang masih di duduki tamunya itu.

Orang yang tadi menjadi lawan bicara Satria berdiri dan membalik badan berhadapan langsung dengan gadis itu. Lagi-lagi sosok Mahesa berdiri di depannya. Tinggi menjulang seolah siap untuk memangsa kapan saja. Itu yang dipikirkan Gani sambil merutuki kebodohannya karena masih belum terbiasa dengan potongan rambut Mahesa yang baru dan itu membuatnya tidak waspada terhadap keberadaan lelaki itu di sekitarnya.

Jika tadi Gani sadar bahwa orang yang membelakanginya adalah Mahesa, sudah sejak tadi dia melarikan diri dan urung masuk. Kenapa dia bisa tidak mengenali Mahesa? Kenapa dia masih terpaku pada bayangan Mahesa dengan rambutnya yang masih panjang itu? Bodoh!

“Orang yang tadinya nggak mau jual studio itu, kan?” tanya Gani dingin dan terlihat Mahesa tersenyum sinis mendengarnya. Gani benci senyuman itu.

“Akhirnya rencana lama kita tentang penulisan buku travelingnya Mahesa akan segera terwujud juga. Kami baru selesai melakukan tanda tangan kontrak.”

Satria dengan bangga memperlihatkan surat perjanjian kontrak bersama Mahesa untuk yang kedua kalinya setelah surat perjanjian tentang studio yang sedang dipugar itu. Mata Gani memicing karena lagi-lagi dia bisa melihat seringai tipis yang Mahesa coba perlihatkan. Lelaki itu seolah sedang mengejeknya dan Gani benar-benar tidak suka.

Apa maksud Satria memanggilnya kemari hanya untuk memamerkan hal remeh seperti ini padanya? Sungguh kekanak-kanakan! Gani ingin secepatnya pergi dari tempat itu karena sudah tidak tahan melihat wajah Mahesa.

“Jadi maksud kamu nyuruh aku datang ke sini, tuh, apa?”

“Duduk dulu, yuk, biar enak ngobrolnya.”

Satria menarik kursi dan mempersilakan Gani untuk duduk. Sikap jantan yang diperlihatkan Satria itu tak luput dari perhatian Mahesa. Ada kilatan tak suka yang nampak dari tatapan mata Mahesa, itu yang Gani tangkap.

“Jadi begini, Bee, maksud aku nyuruh kamu untuk datang adalah karena Mahesa menunjuk kamu sebagai penulis untuk bukunya nanti.”

Saat itu juga Gani sangat ingin mengalami gangguan pada pendengarannya agar apa yang tadi Satria sampaikan tidak bisa dia dengar dengan sangat baik.

“Kenapa aku?” dengusnya.

“Karena Anda adalah salah satu penulis ternama dan sedang banyak dinantikan comeback-nya. Saya yakin di tangan Anda, buku saya akan best seller juga seperti novel Anda. By the way, saya penggemar novel SenjaKala, lho. Kisah yang ditulis di dalamnya sangat menarik dan benar-benar membuat saya tersentuh. Rasanya seperti saya yang mengalami sendiri kisah itu,” tukas Mahesa tenang.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)On viuen les histories. Descobreix ara