36. Nothing Left

116 11 2
                                    

Ucapan Tante Salma tempo hari begitu menyayat hati Gani hingga inti terdalamnya. Membatalkan rencana pernikahan secara sepihak dengan tiba-tiba membuat hati Gani remuk sekali lagi. Belum sepenuhnya bisa berlapang dada menerima kondisi tubuhnya karena penyakit yang diderita, gadis itu sudah kembali dihantam kenyataan pahit bahwa Tante Salma telah memutuskan pertunangannya dengan Satria dan membatalkan rencana pernikahan begitu saja.

Bahkan, Satria yang diharapkan datang dan memberikan semangat sampai detik ini tak juga menunjukkan batang hidungnya. Laki-laki itu seakan ditelan bumi dan membuat Gani sekali lagi merasa telah diterlantarkan tanpa penjelasan untuk kali kedua. Hidup dan dunianya serasa runtuh seketika.

Gani seperti tidak bisa melihat masa depan untuk hidupnya lagi. Yang ada di hadapannya hanya jalan gelap gulita tanpa adanya setitik cahaya yang menyinari. Semua asa yang dibangun sudah tidak berguna lagi sekarang seiring ketidakjelasan Satria dalam mempertegas status hubungan mereka berdua. Sejujurnya, Gani masih menginginkan laki-laki itu datang dan menjelaskan walaupun itu akan sakit untuknya. Bukan seperti ini, bukan dengan membuangnya begitu saja seolah Gani adalah barang yang sudah tidak berguna lagi.

Menghadapi keluarganya juga adalah pekerjaan selanjutnya yang harus Gani lalui. Tetap berpura-pura tidak terjadi apa-apa di hadapan Ibu dan Dewa sungguh sangat menguras emosi dan mentalnya. Gani masih belum siap untuk memberi tahu keluarganya tentang rentetan peristiwa yang terjadi hingga membuat akalnya berhenti.

Namun, Gani sadar bahwa tidak bisa selamanya menyembunyikan kebohongan dari keluarga. Apalagi dari Dewa yang memiliki kepekaan cukup tinggi. Karena itulah, Gani memutuskan untuk pergi sejenak menghindari keluarga juga untuk menenangkan diri. Dia butuh waktu untuk dirinya sendiri. Merenung dalam-dalam hingga dia bisa berbesar hati menerima semuanya dan siap kembali ke keluarga untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Di ruang kerja Mas Rizal, Gani hanya duduk diam memandangi bosnya yang sedang memegang surat pengunduran diri atas namanya. Gani akhirnya memutuskan untuk resign dari kantor tempatnya bekerja karena sudah sangat tertekan dengan masalah hidup yang bertubi-tubi hingga membuatnya sulit untuk produktif bekerja lagi. Resign lalu pergi sejauh mungkin untuk menenangkan diri menjadi satu-satunya jalan keluar yang bisa Gani pikirkan saat ini.

“Kamu tahu, seharusnya surat ini sampai di meja saya paling telat satu minggu lalu?” tanya Mas Rizal sambil mengangkat surat pengunduran diri milik Gani.

“Maaf, Mas.”

“Saya bisa bikin kamu susah kalau saya mau, tapi saya dengar cerita kamu dari Linera. Saya turut prihatin, ya.”

“Makasih, Mas ....”

“Lalu setelah ini apa rencana kamu selanjutnya?” Mas Rizal menyilangkan tangan di dada bersiap mendengarkan jawaban Gani.

“Masih belum tahu.” Makin lama suara Gani makin mengecil hingga nyaris tak terdengar.

“Sebenarnya saya amat menyayangkan kamu memutuskan untuk resign dari kantor ini. Kinerja kamu selama beberapa tahun ini sangat baik dan saya berat untuk melepaskan kamu, tapi mau bagaimana lagi. Saya juga nggak bisa cegah karena ini sepenuhnya hak kamu.”

Gani hanya mengangguk lemah dan mencoba memantapkan hati bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang tepat. Berat rasanya meninggalkan kantor yang sudah menjadi tempatnya mengabdi selama hampir delapan tahun lamanya, tapi keputusan sudah dia ambil dan semoga tidak ada kata penyesalan di kemudian hari.

Project Basira menjadi project terakhir sekaligus termanis yang kamu berikan untuk kantor ini. Terima kasih atas semua dedikasi kamu selama berada di sini.”

Mas Rizal kembali mengingatkan bahwa project volunteer Basira yang Gani dan tim kerjakan menjadi project yang sukses.

“Semoga sukses di luar sana dan semoga apa pun yang sedang dan akan kamu jalani berikutnya menjadi lancar.” Mas Rizal mengulurkan tangan.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Where stories live. Discover now