11. Just Two of Us

61 4 0
                                    

Saat Gani sedang membereskan semua barangnya dan bersiap pulang bersama Linera untuk berbelanja dan mampir ke apartemen untuk masak-masak bareng, ponsel gadis itu berbunyi dan menampilkan nama Satria di layar utama.

"Hai, Sayang," sapanya riang.

"Bee, kamu habis pulang kantor free, kan?"

"Aku rencana mau main ke apartemen Linera, sih, dia punya resep baru gitu jadi aku suruh cobain. Emang ada apa?"

"Boleh minta tolong? Aku ada meeting dadakan, makanya aku nggak bisa ninggalin kantor dulu. Kamu mau, kan, gantiin aku ketemu sama desain interior yang mau ngerjain kafe?"

"Aku? Aku nggak ngerti apa-apa, Sat. Nanti kalau dia tanya yang macam-macam gimana?" seketika bayangan akan bertemu lagi dengan sosok Mahesa langsung menghantui pikiran Gani. "Emang si Mahesa itu ke mana?"

"Rencananya memang kita berdua mau meeting sama orangnya, tapi tadi Mahesa telepon kalau ada urusan keluarga jadi nggak bisa datang juga, Danang lagi di luar kota. Makanya aku minta tolong kamu untuk ketemu sama desain interiornya buat nemenin dia aja lihat-lihat bangunannya," pinta Satria lagi.

"Kenapa nggak di-cancel aja, sih, Sat? Besok-besok juga bisa, kan?"

"Nggak bisa, Bee. Schedule dia kosongnya hari ini aja. Lagian aku suruh pakai Dewa kamu nggak mau. Kalau sama Dewa, kan, kita lebih enak, selain bisa discuss every time tanpa perlu pusing masalah schedule, harganya juga bisa nego."

Satria pernah mengusulkan untuk memakai jasa Dewa sebagai desain interior yang akan membantu mempercantik tampilan interior dan eksterior kafenya nanti, tapi usul itu ditolak Gani. Gani tak ingin Dewa atau keluarganya terlibat lagi dengan Mahesa. Apa yang akan Ibu katakan jika sampai tahu kalau Mahesa bahkan kenal dengan Satria serta sedang mencoba membangun bisnis bersama. Itu adalah ide yang buruk. Dia juga menghindari pikiran macam-macam dari keluarganya jika sampai mereka tahu kalau pertemuannya dengan Mahesa masih mengusik ketenteraman batin Gani. Disadari atau tidak, berada di dekat Satria ternyata tak cukup ampuh membuatnya kokoh dengan pendirian hati untuk hanya memedulikan Satria saja. Sejak kedatangan Mahesa kembali, hidup dan hati Gani seakan kembali terombang-ambing dalam samudra kekalutan.

"Dewa itu masih baru, masih kurang pengalaman. Aku takut kamu kecewa aja nanti sama hasil desainnya. Lebih baik pakai yang udah profesional aja. Kafe ini, kan, mimpi kamu dari dulu, jadi nggak boleh mengecewakan." Gani memberi alasan.

"Iya oke, aku nurut. So, kamu mau, kan, pergi?" tanya Satria lagi kembali ke pokok bahasan.

Dengan pertimbangan bahwa Mahesa tidak akan datang, akhirnya Gani menyanggupi permintaan Satria untuk pergi ke studio itu.

"Thanks, ya, Bee, pokoknya kalau meeting udah selesai aku langsung nyusul ke sana. Kamu take care, ya." Satria langsung menutup teleponnya dengan terburu-buru.


***


Usai membatalkan janji dengan Linera dan akan menggantinya esok hari, Gani langsung meluncur menuju lokasi dengan menumpang taksi. Melihat kondisi studio yang terlihat sepi membuat perasaannya lega. Dengan langkah ringan Gani mulai memasuki halaman. Tadi di taksi Satria mengirimkan chat kalau kunci studio diletakkan Mahesa di atas kusen pintu.

"Kebiasaan lama, kalau ada maling gimana coba?" gerutu Gani tanpa sadar atas kebiasaan buruk yang Mahesa lakukan sejak dulu.

Letak kusen pintu yang lumayan tinggi untuk ukuran tubuhnya membuat Gani harus berjinjit agar tingginya bertambah. Saat sedang berjuang meraih kunci yang letaknya terlalu tinggi untuknya, tiba-tiba sebuah tangan panjang menggapai kunci itu dengan mudah. Tersentak kaget dan langsung berbalik badan, Gani lantas mendapati sosok tinggi Mahesa berada tepat di depannya. Tidak mau berjarak terlalu dekat dengan lelaki itu, Gani melangkah mundur, tapi kepalanya malah terantuk cukup keras ke daun pintu.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Where stories live. Discover now