43. Perempuan Sempurna

131 15 7
                                    

Hari-hari di Sebayur hanya mereka habiskan dengan bersenang-senang dan menikmati sisa liburan yang ada. Rico sudah datang sejak kemarin dan membuat Gani kembali tidur sendirian karena Linera memesan kamar sendiri untuk keluarga kecilnya.

Bersenang-senang bersama Linera dan keluarganya membuat Gani bisa melupakan kegundahan yang bersarang di hati, tapi jika dia sedang sendiri tak mampu dipungkiri nama dan bayangan Mahesa terus mengusik pikirannya. Juga masalah yang dia tinggalkan begitu saja di Jakarta membuat Gani sama sekali tidak bisa menikmati hari liburnya dengan tenteram.

Jika sedang resah seperti itu, dia hanya bisa melarikan diri dengan pergi ke atas bukit di belakang resor Pulau Sebayur untuk menenangkan diri dengan melihat pemandangan yang ada. Jarang ada tamu resor yang sudi datang ke puncak bukit sana sehingga menjadi tempat andalan Gani untuk menumpahkan air mata yang coba terus dia tahan saat bersama Linera. Dia tidak mau terlihat terlalu lemah di mata sahabatnya itu.

Sembari menantikan sunset dan perubahan langit yang makin menguning di atas sana, ditemani angin sepoi yang senang memainkan ujung rambutnya yang tergerai, air mata kembali merebas dengan pasrah. Gani merindukan keluarganya, tapi nyali yang terlalu ciut untuk membulatkan tekad dan memaksa kakinya untuk melangkah pulang membuat Gani bertahan.

Apa yang akan dia katakan pada Ibu dan Dewa jika pulang? Apa yang bisa Gani katakan jika Ibu membahas soal persiapan pernikahannya nanti? Apa untuk kesekian kalinya dia akan terus membuat ibunya kecewa? Sudah berapa banyak rasa sakit yang Gani torehkan di hati ibunya dan di saat dia bisa memberikan rasa bahagia untuk Ibu lagi-lagi harapan itu harus pupus.

Dia tidak bisa bersembunyi dan terus lari dari masalah yang ada. Gani sangat paham akan hal itu, tapi Gani merasa tidak ada lagi yang bisa dia lakukan sekarang untuk tidak membuat Ibu sedih dan kecewa. Gani merasa dia sudah benar-benar kehilangan harapan.

"Tuh, kan, benar pasti di sini!" suara cempreng Linera terdengar dari belakang.

Dengan napas terengah-engah karena mendaki bukit dengan buru-buru, Linera menghampiri yang membuat Gani segera menyeka air matanya.

"Jangan keseringan sendirian di sini kenapa, sih? Bikin orang panik tahu."

"Gue nggak akan bunuh diri, kok."

"Hus! Jangan ngomong sembarangan, ah. Seram."

Gani hanya memunculkan seringai kecil. Dia memang sedang putus asa, tapi untuk berpikir mengakhiri hidupnya sendiri saja dia masih belum berani.

"Lo habis nangis lagi, ya?" selidik Linera setelah melihat mata Gani yang memerah.

"Nggak. Siapa yang nangis?" elaknya.

Linera diam. Dia tahu betul kalau Gani habis menangis. Menangis untuk yang kesekian kalinya yang selalu coba disembunyikan oleh gadis itu, tapi Linera selalu bisa mengenali perubahan wajah gadis itu.

"Anyway, tumben lo mau jauh-jauh naik sampai sini? Biasanya kalau gue ajakin nanjak suka nggak mau." Gani mencoba mengalihkan topik.

Linera selalu menolak jika Gani ajak untuk naik ke atas bukit sambil melihat sunset. Cewek itu memang bukan tipikal yang suka berkeringat dan membuat diri sendiri kerepotan, itulah kenapa Linera selalu enggan jika Gani ajak naik.

"Kalau bukan karena ada yang mau ketemu lo, gue juga ogah naik sampai sini. Capek!" keluhnya sambil mengusap keringat. "Tapi view-nya bagus juga dari sini. Cantik!" decak Linera setelah menyadari pemandangan indah yang dia saksikan sendiri.

Dahi Gani mengernyit. "Ada yang mau ketemu sama gue? Siapa?" Gani merasa tidak mengenal siapa-siapa di Sebayur ini. Kecil kemungkinan ada orang atau tamu resor yang ingin bertemu dengannya.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Where stories live. Discover now