35. Broken Hearts

157 11 8
                                    

Linera menjadi orang pertama yang diberitahukan masalah ini. Reaksi yang ditunjukkan cewek itu tak jauh berbeda dari yang Gani tampilkan saat mendengarkan vonis dokter. Dengan mata yang cepat memerah dan air mata yang merebas keluar begitu saja, Linera memeluk sahabat tercintanya dengan sangat erat. Kedua wanita itu menangis bersama dengan suara isak tangis yang saling bersahutan.

Tak pernah terbayangkan jika sahabat semasa kecilnya harus mengalami nasib senahas ini. Linera amat prihatin dan berduka untuk Gani. berkali-kali Linea coba menenangkan sobatnya, tapi selalu gagal karena suara tangisnya malah lebih terdengar kencang.

"Lo yang sabar, ya. Lo pasti kuat, lo bisa melewati semua ini." Linera terus memberikan semangat untuk Gani tanpa henti walaupun dia juga harus berjuang untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Lo perempuan kuat dan hebat yang pernah gue temui. Lo pasti bisa kuat!" sambungnya.

Gani hanya merespons dengan suara tangisan yang lebih kencang dari sebelumnya. Tidak hanya mengasihani dirinya sendiri saja, tapi Gani juga mengasihani orang-orang di sekeliling yang begitu menyayanginya. Bisa dia bayangkan bagaimana sedih dan hancurnya Ibu dan Dewa begitu berita ini sampai ke telinga mereka, juga Satria. Gani tidak bisa membayangkan orang-orang terkasihnya harus sama-sama menanggung kesedihan karena dirinya.

Harus berapa lama lagi dia terus memberikan ibunya kedukaan? Setelah selama bertahun-tahun dia hanya memberi kesedihan pada Ibu, sekarang setelah hampir akan memberikan Ibu kebahagiaan berupa pernikahannya dengan Satria yang akan dihelat awal bulan depan, Gani harus terlebih dahulu memberi Ibu kabar tentang penyakit yang dideritanya ini.

Dia tidak mungkin menyembunyikan soal penyakit itu selamanya dari Ibu. Cepat atau lambat Ibu harus dan berhak tahu tentang kondisinya. Apalagi mengenai operasi pengangkatan ovarium yang tidak hanya membutuhkan persetujuannya saja, tapi juga harus atas restu dari keluarga karena ini bukan perkara main-main.

Linera menghapus air mata yang sudah merusak make up-nya hari ini. Dengan mata bengkak dan sembab, dia juga mengusap air mata Gani yang enggan mau berhenti. Memberikan senyuman ceria khas miliknya dan lewat tatapan mata seolah mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja dan tidak perlu ada yang dicemaskan.

"Nyokap udah dikasih tahu?"

Gani menggeleng lemah. "Gue bingung gimana cara kasih tahunya. Gue takut pas dengar berita ini, Ibu malah kepikiran dan akhirnya sakit."

"Pelan-pelan aja. Nggak usah buru-buru. Tunggu sampai lo siap, baru lo kasih tahu Tante Kirana."

"Gue masih nggak bisa membayangkan, kalau akhirnya ovarium gue benar-benar diangkat, terus gue gimana nantinya? Masa depan gue gimana selanjutnya, Lin?"

Linera kembali menangis dan memeluk Gani lagi.

"Stop it! Jangan ngomong kayak gitu. Udah, ya ... jangan mikirin sesuatu yang belum terjadi. Lo tetap berharga seperti sekarang, nggak ada yang akan berubah dengan hidup lo, kok." suara Linera kembali bergetar.

Linera kembali melepas pelukannya, tapi tidak dengan genggaman tangannya.

"Sebelum lo memutuskan sebaiknya kita cari second opinion dulu, siapa tahu kita nemu cara lain untuk mengangkat kistanya tanpa harus operasi angkat ovari. Harapan itu akan selalu ada, jangan patah semangat dulu."

Wejangan Linera membuat harapan Gani terbit lagi. Linera benar, dia tidak mungkin hanya merujuk pada satu dokter saja. Dia juga perlu mendengar saran dari dokter lain untuk mencari jalan alternatif untuk mengatasi penyakitnya dengan sebaik mungkin.

Dengan dibantu Linera, mereka memutuskan untuk mendatangi dokter obgyn di rumah sakit yang berbeda dengan harapan mendapatkan solusi lain yang lebih tidak membebani selain pengangkatan ovarium.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Where stories live. Discover now