09. Di Kedalaman Hati

61 5 0
                                    

Ini bukanlah sesuatu yang mengagetkan untuk Linera. Karena sebelum Gani bercerita tentang pertemuannya dengan Mahesa, lelaki itu sudah lebih dahulu menceritakan semua pada Linera tentang pertemuan mereka di toko buku yang membuat Gani terlihat syok dan akhirnya melarikan diri.

Dari kacamata Linera yang sudah sangat lama mengenal Gani, gadis itu seolah kembali dibayangi masa lalu yang tiba-tiba datang tanpa permisi. Masa lalu yang belum bisa dituntaskan sepenuhnya, masa lalu yang masih terasa mengganjal dan rasa penasaran yang menggelitik batin membuat Gani kembali merasa tidak nyaman dengan kehadiran Mahesa lagi.

“Kalau memang kalian ketemu terus kenapa?” tanya Linera saat mereka berdua berada di outlet Starbucks seusai berbelanja.

“Nggak apa-apa, sih.” Gani tampak menunduk dengan suara pelan.

“Ya, udah berarti nggak ada masalah lagi, dong? Anggap aja ketemu teman lama.”

Bukannya menanggapi, Gani malah terdiam.

“Lo jujur, deh, sama gue, lo masih cinta sama dia?” pertanyaan menohok Linera itu mendapat pelototan tajam dan gelengan kepala dari Gani.

“Kalau masih juga nggak apa-apa kali. Itu hak lo.” Linera menggoda, dia ingin tahu reaksi yang diberikan sahabatnya.

“Lin, gue udah punya Satria. Ngapain juga masih mikirin orang nggak penting kayak gitu! Udah gila apa?”

“Dulu waktu zamannya sama Hendra juga bilangnya gitu,” sindir Linera yang tampak santai menyeruput asian dolce latte-nya.

Gani mendelik tajam ke arahnya. “Maksud lo?”

Linera mengembuskan napas berat. “Yakin lo udah move on dari Mahesa?”

“Yakin.”

“Terus kenapa muka lo kayak orang bingung gitu? Orang yang lagi kita bahas, kan, bukan orang yang masih ada di hati lo. Setahu gue yang namanya move on itu adalah lo benar-benar sudah mencuci habis semua perasaan lo sama dia dan sudah bisa berdamai dengan masa lalu.”

Lagi-lagi Gani hanya bisa terdiam memandangi kepulan asap dari hot chocolate yang membumbung ke udara dan menari-nari di atas cangkirnya.

“Kalau lo masih bisa dibikin galau dan kepikiran terus gara-gara ketemu sama Mahesa, itu artinya lo belum move on seratus persen dari dia.” Merasa belum mendapat tanggapan dari lawan bicara Linera kembali bersuara.

“Yang namanya move on itu kayak waktu gue nggak sengaja ketemu Angga di mal waktu gue udah jadian sama Rico dan perasaan gue biasa aja. Padahal lo tahu, kan, kalau Angga itu mantan terindah gue? Tapi buktinya, gue nggak baper juga ketemu lagi mantan. Itu mantan terindah, lho, orang yang sangat pantas untuk gue haluin lagi, untuk gue galauin lagi. Nah, lo sama Mahesa? Jadian aja enggak, masa masih galau aja. Udah berapa tahun coba?” asian dolce-nya kali ini benar-benar tandas karena tenggorokannya kering setelah panjang lebar berorasi.

“Gue bukannya galau, Lin. Gue cuma nggak mau kedatangannya ini bikin gue bingung lagi.”

“Bingung kenapa?” sambar Linera lagi. “Emang Mahesa ngajak lo jadian apa?”

“Sumpah, ya, ngomong sama lo nggak ngasih solusi banget, sih!” Gani merasa tertekan berbicara dengan Linera sekarang.

“Habis buat jujur sama perasaan lo aja susah banget,” tembak Linera.

“Lo harusnya ngerti perasaan gue, dong, Lin. Emangnya enak ditinggalin begitu aja? Bertahun-tahun gue nahan sakit hati sendirian, dia mana peduli! Dan sekarang setelah gue bisa lupain semuanya, dia tahu-tahu malah datang dan pasang tampang nggak bersalah sama sekali di depan gue. Gimana gue nggak kesal?” Napas Gani memburu menahan kesal di dada, matanya mulai terasa panas.

A Love to Her (Sekuel A Love to Him)Kde žijí příběhy. Začni objevovat