BAB DUA PULUH SEMBILAN

Depuis le début
                                    

"Kamu dan pikiran kotormu, diamlah. Tidak seharusnya kamu berada di asramaku, Rex," ujar Benny yang sekarang menyalakan lampu agar ia dapat melihat pria itu yang sekarang berdiri di tengah ruang tamunya yang sempit. "Apa kamu tadi tidak mendengar mereka mengenalimu? Now they will know you're inside of my bedroom. Oh, God, they will talk about me."

"Memangnya kenapa kalau mereka membicarakan dirimu dan aku? Aku sudah sah menikahimu—you're my wife, I'm your husband."

Benny memijat pelipisnya dan berkata, "Kamu harus pergi—tapi tunggu sampai mereka pergi. At least thirty minutes, okay?"

"Aku tidak ingin pulang, aku sudah mengatakannya kepadamu aku lelah."

"Okay, fine. You can rest in the sofa."

"And where are you going?" tanya Rex dengan nada merajuk.

Benny mengangkat rambutnya dan mengikatnya dengan ikat rambut yang ia jadikan gelang di pegelangan tangannya. "Shower."

"Without me?"

"Definitely without you, Rex," kata Benny yang membuat Rex terlihat kecewa.

Benny membuka pintu kamar mandinya yang kecil dan melangkah masuk, tidak memedulikan tatapan kecewa Rex. Ia terlalu lelah untuk berdebat ataupun bertengkar dengan pria itu sehingga dirinya memutuskan untuk mengambil jarak dengan pergi mandi. Ia juga telah menghabiskan waktu seharian di rumah sakit dan merasa kotor. Benny membuka scrubs-nya dan menyalakan pancuran air panas. Dirinya menghabiskan waktu yang cukup lama—lebih dari tiga puluh menit—untuk membasuh seluruh tubuhnya dari bakteri dan kuman rumah sakit yang tertinggal. Ketika ia mematikan air panas dan meraih handuknya, Benny berharap Rex sudah pergi.

Benny mengeringkan rambutnya dengan handuk lain dan melilit tubuhnya dengan handuk kecil yang sama sekali tidak menutupi bokongnya. Benny menarik napasnya sebelum keluar dan memegang handuknya di tengah dadanya. Ia sangat berharap Rex telah meninggalkan kamar asramanya, tapi ketika kakinya melangkah keluar, Benny melihat pria itu di sofa. Tertidur.

Ketika Benny berjalan mendekat untuk memastikan, ia dapat mendengar dengkuran halus dari bibir Rex. Pria itu tertidur dengan posisi terduduk dan Benny menyadari kalau pria itu tidak berbohong ketika mengatakan kalau dirinya lelah. Benny membiarkan Rex untuk tidur dan baru saja ia akan berjalan ke arah lemari dan memakai baju tidurnya ketika ia menyadari pamflet berwarna merah muda yang berada di salah satu tangan Rex.

Pamflet itu telah terlipat menjadi sangat kecil dan dengan hati-hati Benny mengambilnya dari tangan pria itu. Benny membukanya dengan perlahan-lahan dan membaca tulisan di pamflet, "Baking for Charity with the Patriots". Benny membaca semua informasi dimulai dari tempat sampai tema acara di kertas itu tapi matanya tertuju kepada tulisan berantakan yang ia kenali di sudut kosong sebelah kanan.

Protect Bean and baby at all cost.

Ia tidak mengerti dengan kata-kata yang dituliskan Rex di pamflet itu dan ia menatap pria yang tertidur itu dengan tatapan bingung. Apa yang ditutupi Rex?

Benny tidak cukup cepat untuk berlari kembali ke kamar mandi ketika mata biru muda itu terbangun dan menemukannya tepat di hadapannya. "Bean?" tanya Rex dan Benny dengan panik mencoba untuk melarikan diri tapi ia tahu kalau dirinya terlambat.

"Bean, kamu tidak seharusnya melihat itu."

Benny lalu mengerutkan dahinya dan melihat pamflet yang dipegangnya, "This?"

"Ya."

"Kenapa? Apa akan terjadi sesuatu kalau aku pergi ke acara ini? This event is with children, Rex," kata Benny. "You want to protect me and our baby from this event?"

Mata biru itu sekarang dengan sungguh-sungguh menatapnya ketika mengatakan kata-kata berikut, "I want to protect you all the fucking time, Bean. From everyone trying to hurt us."

"Who will hurt us?" tanya Benny.

"People."

"Then let's face them. Kamu baru saja mengatakan kepadaku untuk membiarkan orang-orang membicarakan kita. Then we'll face them. Let them hurt us, and we'll show them exactly who we are."

"Bean...."

"Kamu boleh tidak mengatakan semuanya kepadaku. Kamu boleh berusaha menutupi kebenaran sesungguhnya. Tapi aku juga boleh memilih untuk menghadapi situasi ini, Rex. I say, we show them, who we are. We're fighters, QB. I'm so mad at you for not being honest, but I love you. I always do. Even when you're hurting me, I don't want you to get hurt by others. Jadi kita lakukan ini bersama-sama—kita hadapi semua orang yang berusaha menjatuhkan kita."

"So, does that mean I can sleep here tonight, Bean?" tanya Rex yang sekarang menatap wanita itu yang hanya mengenakan handuk. Pria itu tidak lagi peduli dengan apa yang baru saja dikatakan Benny karena pikirannya hanya terarah kepada tubuh yang hanya tertutupi handuk kecil itu. "Aku bisa bantu mengeringkan semua bagian tubuhmu. Aku sangat yakin ada satu bagian yang tertinggal yang perlu bantuan ekstraku."

"Oh, God, Rex. You and your dirty mind."

"Is that a yes?" tanya Rex. "Here, let me help...."

Rex menarik tubuh Benny dengan mudah dan mendudukkannya di pangkuannya. Kedua kaki Benny sekarang mau tidak mau melebar dan jari-jari pria itu melepaskan kaitan handuk Benny dengan mudah. "Rex!" Benny memekik dan Rex menutup bibir wanita itu dengan bibirnya. "Ssttt, Bean, this is your dorm, right? A doctor should never be so loud. Except when she's with her husband."

"Rex, aku bisa dikeluarkan dari asrama."

"We'll fight them, didn't you just say we have to fight, Bean?" tanya Rex yang sekarang membalikkan kata-kata Benny sebelum mencium wanita itu di bibir.

Benny the Bear Loves the Quarterback : Book II | CAMPUS #02Où les histoires vivent. Découvrez maintenant