"Saya cuma mau yang terbaik buat kamu, Didi. Maaf kalo cara saya salah."

"Aku kayak orang tolol."

"Kamu nggak tolol. Saya yang tolol, saya salah disini. Maaf Sayang."

Membahas tentang keluarganya, tiba-tiba saja Shahnaz teringat sesuatu. Ia sebenarnya tidak begitu yakin tetapi mulutnya terasa gatal sekali sekarang.

"Mas." Panggil Shahnaz ragu-ragu.

"Ya, Sayang?"

"Papa.." Shahnaz memancing Radit dengan satu kata itu. Dan ternyata dugaannya benar, Radit terlihat menegang, ekspresinya persis seperti Shahnaz mulai membicarakan Mamanya tadi.

Pria itu kenudian memasang wajah memelas. "Didi Sayang, kamu bener-bener nggak mau kasih saya nafas ya hari ini?" Bujuk Radit.

"Oke." Shahnaz bisa melihat binar dimata Radit ketika ia mengatakan itu. Sebelum lanjutannya kembali meredupkan binar tersebut. "Kamu boleh nggak jawab. Tapi selama itu pula kamu nggak akan lihat mukaku, ya. Ini punishment kalo kamu nyembunyiin sesuatu, aku akan nyembunyiin mukaku juga."

Radit kembali mendesah kasar. Shahnaz memang terlahir selalu menang atasnya.

"Apa yang kamu mau tau?" Tanya Radit akhirnya.

"Semuanya, jelasin ke aku semua."

"Nggak, saya cuma bakal jelasin apa yang kamu tanyain." Radit mencoba menawar.

Shahnaz menghela nafas, berpikir..

"Kenapa Papa bisa drop lagi?"

Radit terlihat enggan. Tetapi jika dibandingkan tidak melihat wajah Shahnaz, belum lagi dirinya yang jauh dengan sang istri, maka Radit memilih menjawab dengan jujur. "Karena tau kabar Sagita meninggal."

Benar sesuai dugaan Shahnaz.

Shahnaz memang tidak memutus kontaknya dengan Om Rahman. Sehingga untuk beberapa keadaan Om Rahman seringkali mengabari Shahnaz perkembangan Ayahnya.

Shahnaz ingat betul menjelang bulan ke tujuh, Om Rahman sempat memberi tahu Shahnaz bahwa kondisi Ayahnya membaik bahkan dalam beberapa minggu kemudian Ayahnya sudah bisa kembali dibawa pulang ke rumah.

Hanya selang beberapa saat dari Shahnaz melahirkan untuk Ayahnya kembali histeris hebat dan kembali menjalani perawatan, bahkan kali ini kondisinya lebih mengenaskan dari sebelumnya. Sesekali Ayahnya tidak segan menyakiti diri sendiri.

Dari selang waktu yang berhubungan itulah Shahnaz menemukan benangnya, karena rasanya tidak mungkin sesuatu terjadi secara kebetulan seperti itu.

"Kamu yang kasih tau..? Astaga, Mas."

Radit menggeleng cepat, "Nggak." Bantahnya.

"Kamu tau aku benci pembohong ya, Mas."

"Bukan saya, berani sumpah."

"Lantas siapa?!"

"Um, Adrian.." Radit menjawab takut-takut. "Sama seperti sebelumnya.. Kamu masih ingat, 'kan?"

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Where stories live. Discover now