Shahnaz menggeleng. "Nggak. Sama sekali." Tegasnya. Pertanyaan ini persis seperti apa yang ditanyakan Radit tadi malam. Dan untuk beberapa kali kedepannya pun jika ada yang kembali bertanya, Shahnaz akan menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama. Ia tidak menyesal.
Ia bahkan bisa tidur nyenyak tadi malam tanpa memikirkan apa tindakannya salah atau tidak. Itu artinya ia benar-benar tidak menyesali apapun.
"Terus alesan lo kusut begini, kenapa?" Acha kembali bertanya.
Shahnaz menopang wajah dengan kedua tangan, melarikan matanya menghadap langit-langit, pikirannya mulai mengawang.
"Gue cuma bingung.. Nanti persiapan nikah gue sama Radit gimana, ya? I mean, gue clueless. Meski dibantu Mami, gue ngerasa nggak enak, masa keluarga Radit doang yang effort? Lah gue tinggal terima jadi, kan kesannya cuma Radit yang excited di pernikahan ini. Padahal gue pengen ikut bantuin juga, tapi gue bingung. Gue harus nanya sama siapa.. Gue gak punya siapa-siapa.."
Acha menatap prihatin. Ia ingin membantu, hanya saja...
"Naz.." Panggil Acha ragu-ragu, "Kan keadaannya juga udah gini.. Kalo gue boleh tanya, apa lo tau alesan orang tua lo bisa kayak gitu?"
Shahnaz menoleh dan mengangguk, "Tau."
"Lo keberatan kalo cerita? Gue nggak akan maksa lo.."
"Gue bisa cerita sekarang tanpa merasa terpaksa. Alasan singkatnya karena Mama benci anak pertama." Melihat Acha begitu tertarik dan serius mendengarkannya. Ia tersenyum usil. "Kalo lo mau tau panjangnya.. Ambilin gue minum dulu, Cha. Seret. Kalo bisa kopi."
"Anjir! Serius kenapa sih?!" Gerutu Acha.
"Beneran, Cha. Ngantuk banget ini gue, daripada ceritanya nggak selesai hayo?!"
Namun begitu, Acha tetap pergi ke pantry mengambilkan Shahnaz segelas kopi, membuat Shahnaz terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
Acha kembali tidak lama kemudian, meletakkan kopi dengan bibir dimajukan, dan menemukan Shahnaz menatap lurus kedepan lorong.
"Gue tau semua ini dari Nenek sebelum beliau meninggal." Shahnaz membuka cerita.
"Nyokap gue anak kedua dari dua bersaudara. Dia punya satu kakak perempuan.. Tante Jessica."
"Kakak Mama itu pinter dan berprestasi. Dia biasa jadi patokan perbandingan semua anak tetangga. Bahkan bukan cuma anak tetangga, tapi buat anak kandung yang lain juga. Yaitu Mama.
Kakek sama Nenek selalu ngebandingin mereka berdua. Itu adalah awal dimana bibit-bibit kebencian Mama atas Tante tumbuh. Tante selalu dapet apa yang dia mau, dimanjain, diperhatiin, sementara Mama nggak. Mama selalu harus ngalah, kurang dipeduliin, kalo beli apa-apa selalu nunggu lungsuran Tante, atau dapet barang yang nggak Tante suka. Untuk Mama semua bekas, gak pernah diprioritasin untuk beli yang baru."
Shahnaz menghela nafas panjang. "Hal itu berlangsung bertahun-tahun. Mama udah muli berdamai sama kenyataan bahwa dia bukan anak kesayangan. Jadi Mama nyari kesenangan diluar, gaul cari temen yang banyak biar lupa masalahnya dirumah.
Tetapi suatu hari, Tante Jes meninggal bunuh diri. Lo tau apa yang lebih parah? Ternyata alesan Tante Jes bunuh diri adalah dia hamil diluar nikah, dan ayah dari anaknya nggak mau tanggung jawab. Itu jadi pukulan besar buat Kakek sama Nenek, bahkan jadi petaka buat Mama.
Karena luka Kakek dan Nenek, mereka jadi berpikir Tante Jes aja yang dijaga sebegitunya, bisa kecolongan. Jadi karena Mama anak mereka yang tersisa, mereka nggak mau kecolongan lagi.
YOU ARE READING
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]
Fanfiction🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE. "I wont give up on us, Didi." Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
![INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]](https://img.wattpad.com/cover/343912301-64-k121822.jpg)