Saat akan membuka bungkus ketiga burger ukuran besar ditangannya, rasa mual yang luar biasa menghantam Shahnaz. Ia berlari kearah kamar mandi dengan tangan menutup mulut disusul Radit dibelakangnya.

Shahnaz hendak menutup pintu kamar mandi menolak Radit mengikutinya lebih jauh jika saja pria itu sedetik lebih lambat. "Jangan ikut. Aku mau muntah nanti jijik." Tahan Shahnaz dengan satu tangannya mencoba menggeser kaki Radit yang menghimpit pintu, tetapi pria itu keras kepala.

"Mas!" Shahnaz setengah menjerit karena perintahnya diabaikan, tubuhnya sedikit mundur ketika Radit menendang pelan dan membuka lebar pintu kamar mandi dengan mudah karena tenaga pria itu lebih besar.

Tidak dapat menghabiskan waktu lagi untuk berdebat karena rasa mualnya semakin tidak tertahankan, Shahnaz akhirnya menyerah dan berlari kecil berjongkok didepan closet.

Dengan sabar Radit mengurut tengkuk Shahnaz yang sedang mengeluarkan semua isi di perutnya disertai isakan kecil.  "Udah." Cicit Shahnaz pelan.

Radit memapah tubuh Shahnaz kearah wastafel, dengan telaten pria itu membersihkan mulut dan wajah kekasihnya.

Melihat itu, air mata kembali mengalir di kedua pipi Shahnaz, "Kamu pasti ilfeel sama aku, aku selalu ngelakuin hal bodoh didepan kamu." Katanya setengah menyesal.

Setelah selesai mereka kembali ke ruang tengah, Radit yang masih belum bersuara mengambilkan air hangat untuk Shahnaz kemudian meletakkannya diatas meja.

Shahnaz hanya diam memandangi gelas dihadapannya.

Suara tegas Radit akhirnya menggema. "Minum dari saya pun kamu nggak mau ambil, emang jadi pacar saya nggak ada gunanya."

Segera saja Shahnaz meraih gelas itu dan menandaskan air hangatnya "Habis." Ucap Shahnaz menunjukkan gelas kosongnya, kemudian meletakkannya diatas meja.

"Udah selesai? Marah juga udah abis?" Tanya Radit.

Menundukkan kepala, Shahnaz menggeleng lemah. "Masih pengen marah, tapi udah nggak kuat makan, nggak mau liat Mas ikutan marah.." Jawabnya menatap Radit takut-takut.

"Saya nggak marah."

"Tapi diem aja." Jawab Shahnaz, kemudian matanya menangkap beberapa bungkus makanan pesanannya yang masih utuh, raut menyesal tergambar di wajahnya.

Radit mengikuti arah pandangan Shahnaz.

Seolah mengerti, Radit mengumpulkan makanan itu menjadi satu kantong, menyimpannya diatas meja. "Ini nanti dibagiin aja ke satpam." Katanya menenangkan.

Ia menarik kedua lengan Shahnaz, memukulkan kearah dadanya. "Pukul. Pukul yang keras juga gapapa, lampiasin marah kamu sampe puas."

"Nggak. Aku nggak mau pukul, aku mau makan. Aku nahan mulut biar nggak ngerengek pengen nangis terus. Nggak mau pukul-pukul nanti Mas sakit." Tolak Shahnaz, ia melepaskan tangannya dari Radit lalu menyembunyikan dibelakang punggung.

Menghela nafas, Radit kini beralih menepuk lengan dan bahunya yang dibalas kernyitan tidak mengerti Shahnaz.

"Gigit." Titahnya.

Shahnaz bergeming.

"Kalo masih marah mau gigit-gigit. Gigit saya aja. lampiasin marahnya ke saya." Jelas Radit.

"Nggak, nanti Mas sakit."

"Saya lebih sakit lihat kamu sedih."

Shahnaz menatap lekat lengan berbalut kemeja tangan panjang itu seolah sedang ia pertimbangkan, sementara Radit menunggu sabar.

Tawaran Radit cukup menggiurkan bagi Shahnaz.
Ia sebenarnya ingin makan saja, menggigit burger lebih baik. Ia tidak ingin menyakiti kekasihnya tetapi mualnya belum mereda, makanannya hanya akan berakhir sia-sia seperti sebelumnya.

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Where stories live. Discover now