Wangi tubuh yang Shahnaz kenal membuatnya tersenyum, tapi ia kembali merubah raut wajahnya menjadi pura-pura kesal.

Seraya membalikkan badannya ke belakang, Shahnaz merengut memajukan bibirnya. "Lama banget. Abis ngurusin apa, 'sih? Selingkuhan ya?"

Radit menarik bibir wanita itu pelan. "Sembarangan. Kamu minta dicium, ya? Manyun-manyun begitu persis bebek."

"Coba kalo berani." Tantang Shahnaz mengangkat satu alisnya. "Lagian bebek mana yang cantik begi—"

Cup.

Bersamaan dengan sorakan heboh terdengar dari belakang. "Ciee!"

Mata wanita itu terbelalak terkejut, wajah Shahnaz seketika memerah antara salah tingkah dan harus menahan malu, ia bahkan tidak berani melihat siapa saja yang menyoraki mereka. Sepertinya hampir semua orang selain mereka berdua.

Shahnaz tidak menyangka Radit menjawab tantangannya. Karena biasanya pria itu tidak suka mengumbar kemesraan mereka didepan orang lain. Terlebih sekarang dihadapan seluruh keluarga pria itu..

"Kamu gila ya?! Urat malu kamu udah putus, hah?!" Shahnaz memekik tertahan mengipas-ngipasi wajahnya dengan satu tangan sementara kakinya menginjak kaki Radit cukup kuat.

"Aw! Salting kamu jelek banget." Radit mengaduh pelan mengangkat kakinya. Hanya sepersekian detik sebelum pria itu menurunkan kembali kakinya lalu terkekeh karena reaksi Shahnaz selalu menjadi hiburan tersendiri untuknya. "Urat malu saya putus pas cincin itu nempel disana. Sama calon istri sendiri ini kok harus malu-malu."

Shahnaz semakin melebarkan matanya. Bisa-bisanya pria itu menggodanya!

"Matanya biasa aja dong. Mau lompat tuh." Tunjuk Radit pada kedua mata Shahnaz yang langsung ditepis wanita itu. "Merah banget tuh muka, pasti kepanasan ya abis panggang daging?" Goda Radit usil.

Merebut capitan dari tangan Shahnaz, Radit berbalik ke belakang memanggil Sarah yang sedang memandang mereka gemas diantara kumpulan keluarganya yang lain, melakukan hal
yang sama. Menjadikan Radit dan Shahnaz pusat perhatian.

Radit meletakkan capitan itu ditangan adiknya, "Pegang. Abang mau bawa Nadira ngobrol dulu." Titah Radit.

"Ngobrol apa ngobrol?" Sarah menaik-turunkan alisnya dengan menyebalkan. "Bibirnya kering tadi, Bang. Katanya nunggu Abang biar lembab lagi."

Shahnaz kembali salah tingkah, kemudian dengan kesal mengusap wajah Sarah. "Apa sih?! Tuh daging gosong." Shahnaz menarik tangan Radit untuk menjauh dari adiknya. "Jangan dengerin Sarah! Ngaco adik kamu tuh."

"Tapi Sarah nggak bohong, 'kok. Saya udah buktiin."

"Buktiin apa?!"

"Bibir kamu beneran kering tadi pas saya cium."

"Diem!"

Mereka akhirnya duduk bersebelahan di ayunan kayu yang berada di sudut kanan halaman belakang rumah Radit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mereka akhirnya duduk bersebelahan di ayunan kayu yang berada di sudut kanan halaman belakang rumah Radit. Memperhatikan orang-orang yang saling bercengkrama dan tertawa.

"Keluarga kamu banyak, seru. Meskipun aku kaget, sejam abis Mami telepon semua orang dateng. Terus aku pusing dikit tadi pas mereka dateng ngga abis-abis. Tapi pada baik semua." Shahnaz membalikkan wajahnya kearah Radit, tersenyum. "Kamu beruntung banget."

Radit menjawil hidung kekasihnya. "Keluarga kita. Itu nanti keluarga kamu juga." Ralatnya.

"Tadi juga aku video call sama Papi! Katanya minta maaf ga bisa ada hari ini."

"Iya. Papi masih di Malaysia. Minggu depan baru pulang. Nanti kenalan langsung, ya? Kamu kayaknya belum pernah ketemu Papi. Soalnya jangankan kamu, saya anaknya aja juga jarang."

Shahnaz mengangguk mengerti. Kemudian teringat sesuatu. "Tadi kamu kemana?"

"Ketemu temen."

"Temen siapa?"

"Mario.. Sama Adrian." Radit meringis.

Shahnaz mendengus sebal, menusuk-nusuk pelan perut Radit dengan telunjuknya. "You broke your promise. Katanya seminggu ga akan ketemu Mario sama Adrian. Liar!"

"Maaf ya, Sayang. Cuma mau berbagi kabar bahagia. Ga enak soalnya kalo ngabarin lewat chat."

Shahnaz menggigit bibirnya. "Tadi.. Aku kerumah Mama. Hasil pemeriksaan Papa kemarin udah keluar."

Radit menegakkan tubuh, mendengarkan dengan seksama.

"Papa.. Gak bisa jadi wali aku. Mental Papa bermasalah. Terus aku jelasin ke Mama termasuk tentang aku terima lamaran kamu." Lanjut Shahnaz.

Radit melarikan tangannya mengelus lembur rambut kekasihnya seraya bertanya. "Terus Mama bilang apa?"

"Ya gitu.. Mama marah, teriak kayak biasa terus akhirnya ngusir aku."

"Artinya kita sekarang bisa nikah sesuai harapan kamu, 'kan?"

Shahnaz seketika terdiam, menatap lurus pada Radit yang menatap bingung padanya.

"Itu kamu." Gumam Shahnaz tiba-tiba.

"Saya? Saya kenapa?" Radit menghentikan elusan, menarik kembali tangannya.

"Kesehatan Papa.. Wali nikah.. Itu ulah kamu." Shahnaz menggelengkan kepalanya, "Astaga! Aku harusnya udah tau dari awal. Nggak ada orang yang butuh hasil kesehatan mental Papa kecuali untuk ini."

Radit tersenyum simpul, mengangguk mengakui.
Tidak ada gunanya juga ia menutup-nutupi lagi. "Kamu yang bilang, apa aja selain penjara, remember? I kept my promises. Saya tepatin janji saya untuk nggak bawa keluarga kamu ke penjara, dan mengabulkan dream wedding kamu untuk menikah dengan semestinya." Ungkap Radit.

Pria itu menghela nafas dalam, "Sekarang semua pilihan kembali ke kamu. Setidaknya saya udah nepatin semua janji saya buat kamu."

HAI APA KABAR? 🙋🏼‍♀️

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

HAI APA KABAR? 🙋🏼‍♀️

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Where stories live. Discover now