🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Radit tersenyum lebar. Menatap bangga pada tangannya yang lain telah berhasil membuat Shahnaz kelimpungan.
Karena kesadaran Shahnaz masih diawang-awang, pria itu memanfaatkan keadaan, menyempatkan diri mengecup kening kekasihnya, berbisik pelan seraya membebaskan kedua tangan wanita itu. "Lipstik kamu udah ilang, tugas saya selesai."
Ia mengusap bibir Shahnaz yang membengkak. Kemudian menghempaskan keringat disekitar pelipis dan menyisir pelan rambut kekasihnya. Radit juga menurun-naikkan dress Shahnaz yang tersingkap atas bawah, menggumpal ditengah badannya karena ulah pria itu.
Dengan nafas yang masih memburu seolah telah berlari berkilo-kilo jaraknya serta wajah memerah sempurna, Shahnaz memalingkan wajahnya ke samping tidak berani melihat wajah Radit.
Berbanding terbalik dengan tingkahnya beberapa puluh menit yang lalu, karena memulai semua kekacauan ini.
Melihat itu, Radit menggeleng pelan. Lihat betapa menggemaskan kekasihnya ini. Shahnaz yang menantangnya, tetapi wanita itu juga yang merasa malu sekarang. Ck, ck.
"Kenapa diliatin gitu sih? Kan malu." Cicit Shahnaz masih dengan posisinya.
Radit merendahkan tubuhnya, mengembuskan nafas di leher jenjang Shahnaz, sehingga wanita itu bergidik kegelian.
"Jangan ditiup-tiup gitu. Kalo mau cium, langsung aja!"
Kali ini Radit benar-benar tidak bisa menahan tawanya. Ia meraih dagu Shahnaz menghadap padanya lalu menyentil kening kekasihnya karena gemas sehingga wanita itu mengaduh.
Shahnaz mendorong tubuh Radit, terduduk dengan muka mengerut sebal. Kedua tangannya sedikit kebas karena Radit menahannya cukup lama.
"Apa sih, Mas?! Kok malah disentil? Kan sakit!" Gerutu Shahnaz tidak terima, tangannya mengusap-usap kening yang memerah akibat sentilan Radit. Tapi semakin diusap, semakin terasa sakit. "Ini juga apa sih kok ganjel— Lha ini?!"
Shahnaz memelotot horror, matanya seolah akan melompat keluar dari tempatnya.
Kali ini ia beralih mengusap matanya memastikan apa yang ia lihat tidak salah. Tapi itu tetap ada disana. Sejak kapan?
Shahnaz tidak sempat mencerna apa yang sedang terjadi, dan hanya bisa mengernyit tidak mengerti karena otaknya kembali 'buntu' dengan artian yang sebenarnya sekarang. "Mas—ini..?" Tanya Shahnaz bingung menunjuk-nunjuk tangannya.
Bukan menjawab, Radit berlutut dengan satu kaki, mensejajarkan tubuh dengan Shahnaz.
Pria itu merapikan rambut dan wajah Shahnaz, sebelum menarik tangan kekasihnya yang sedari tadi ditunjuk wanita itu dengan bingung.
"Bagus ya? Cantik. Ternyata pas juga di jari kamu, kirain bakal kegedean.." Puji Radit tersenyum, mencium tangan Shahnaz.
Mengabaikan pria berkemeja tanpa kancing itu, Shahnaz menarik tangannya lepas.
Setelah mendapatkan penuh kesadarannya, Shahnaz mulai bisa menebak kemana arah semua ini, tapi tetap saja tidak berani menyimpulkan sendiri.
Mengangkat tangannya, menunjuk dengan tangan yang lain, Shahnaz bertanya. "Mas. apa ini?!"
"Cincin."
Shahnaz menggertakkan giginya kesal, semua orang juga tau! "Ya kenapa bisa ada di jari aku?! Apa maksudnya..?!"
"Cincinnya pas, 'kan?" Radit malah balik bertanya.
Bukan jawaban itu yang Shahnaz butuhkan, tetapi seolah terhipnotis wanita itu tetap mengangguk, "Iya."
"Berarti kamu pemiliknya. Cantik, ya?"
"Iya."
"Jangan dilepas sebelum saya ganti pake cincin nikah nanti, ya?"
"Iya."
"Oke." Ucap Radit mengangguk puas. Menarik kepala Shahnaz untuk ia kecup pelipisnya.
Pria itu berbalik memunggungi Shahnaz yang masih terduduk linglung. Jadi intinya apa?!
Radit meraih ponselnya, menempatkan wajah pada seluruh layar lalu melakukan panggilan video pada seseorang. Tidak tersambung.
Panggilan Radit beralih pada seseorang yang lain, Setelah panggilan diterima, tanpa melakukan sapaan pria itu berkata. "Sar, nomer Mami nggak aktif. Sampein ke Mami, Nadira mau."
Sarah diujung panggilan mengernyitkan kening bingung, apa-apaan abangnya ini?
"Mau apa?"
"Jadi mantu Mami. Cincinnya udah dipake."
"Hah?!"
Seolah tersadar dari efek hipnotisnya, Shahnaz buru-buru bangkit dari sofa, merebut ponsel Radit dan memutus paksa panggilan.
Tidak sopan, sih, tapi Radit lebih tidak sopan lagi!
Lengkap dengan mulut terbuka dan tatapan tidak percayanya, ia menatap pria yang bersandar santai pada ujung sofa menaikkan satu alis balik menatapnya. Shahnaz mendesis, Pria ini gila!
"Kamu nih apa-apaan sih?!"
"Apa? Saya lagi kasih kabar gembira ke Sarah."
"Gembira matamu! Ini dulu jelasin apa!"
"Lah kok pura-pura nggak ngerti, 'sih? Emang mau jadi bodoh beneran?" Goda Radit jenaka, tangannya usil menoel-noel dagu Shahnaz. "Ya kalo orang kasih cincin tandanya apa? Kamu yang bilang saya tinggal kasih cincin aja. Dan karena urusan saya udah beres, saya bisa kasih cincin itu sekarang."
Shahnaz menepis kasar, "Ih! Masa ga ada apa-apa sih?! Udah jadian gitu doang, masa lamaran juga?!"
"Emang harusnya gimana apa?"
"Ya minimal ada nanya will you marry me?"
"Yes. I will."
"Mas!!"
Perdebatan mereka terhenti oleh dering ponsel Radit, Sarah muncul dilayar mengundang panggilan video.
Baru saja Radit mengangkat panggilan video tersebut, alih-alih memberi salam atau fokus pada apa yang akan dikatakan pada putranya, sang Mami malah menjerit disebrang sana. "Abang! Kamu abis ngapain ga pake baju?!"
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
WKWKWK AKU NIH NULIS APAA :O TANPA EDIT NIH BESOK KALO DIBACA ULANG ANEH AKU UNPUBLISH DAN BIKIN VERSI BARU (Tapi kalo males gajadi)