"Padahal di poinnya kalo dibaca bener-bener tuh gaada dijodohinnya sama Nicholas, anjir. Emang tolol aja." Adu Adrian pada dua orang dihadapannya, Mario dan Radit.

Mereka sekarang sedang berada dirumah Radit.

Ya, Adrian menjadi asisten Nicholas itu hanyalah sandiwara. Karena Ibu Shahnaz tidak mengenal Adrian, maka Radit memanfaatkan itu sebagai senjatanya.

Radit membutuhkan bukti atau jaminan kuat agar Ibu Shahnaz tidak akan mengganggu mereka di kemudian hari. Jika seperti ini, hak atas Shahnaz telah jatuh pada Radit sehingga Ibunya tidak bisa lagi berbuat apa-apa nanti. Mengingat selama ini Ibu Shahnaz yang menjadi garda terdepan menjadi penentang hubungan mereka.

Sedangkan Nicholas sendiri, adalah orang yang membantunya. Sebenarnya pria itu pernah menolak untuk membantu Radit, hanya saja Radit mengenal istrinya, lalu entah bagaimana istrinya membujuk sehingga pria itu akhirnya berubah pikiran.

Dengan syarat Nicholas hanya bersedia menjadi perantara saja, setidaknya Radit boleh mencatut namanya untuk kasus satu ini.
Sisanya ia tidak ingin terlibat lebih jauh dan Radit menyetujui itu.

Lagipula Radit hanya butuh umpan.
Dan saat umpannya ditangkap dengan baik, maka ia yang akan bertugas mengambil alih.

Mario menarik beberapa tissue dan mengelap tangannya yang berlumur bumbu kering dari kentang goreng. "Gitu kalo sumbu pendek, Yan, gabisa mikir logis. Jadiin pelajaran, tuh."

"Gue ga gitu ya, tolol!" Sewot Adrian, "Mana yakin bener tuh Nicholas mau, gatau aja tuh cowok kan bucin mampus sama istrinya mana kepikiran kawin lagi." Tambahnya seraya menggelengkan kepala.

Sementara kedua orang itu berdebat, Radit sibuk membolak-balik kertas-kertas ditangannya, hasil dari sandiwara Adrian tadi demi mendapatkan tandatangan Ibu Shahnaz dan Ayah tirinya.

Ini lebih mudah dari yang Radit kira, dan ia membutuhkan waktu yang lebih singkat dari perhitungannya.

Akhirnya, Shahnaz tidak perlu menunggu lama.
Dan mereka tidak akan lagi perlu merasa terganggu untuk hal-hal yang tidak penting.
Radit bisa mengerjakan semuanya dengan lebih tenang sekarang. Hanya perlu satu langkah terakhir..

"Kerja bagus, Yan. I owe you. Gue ambil ini." Ujar Radit mengangkat berkas tersebut kemudian menaruhnya kedalam laci tidak jauh dari tempatnya duduk, dibalas anggukan dan jempol dari Adrian.

Mario merebahkan dirinya di sofa, seraya menarik ponsel dari saku celananya. Lalu jarinya sibuk menari dilayar. "Mabar, Yan." Ajaknya pada Adrian.

Adrian yang ikut merogoh sakunya mengambil ponsel, langsung mengambil tempat disebelah Mario, larut dalam permainan di ponselnya.

"Ibunya beres, berarti tinggal step terakhir, Dit. Lo masih mau pake rencana yang itu?" Tanya Mario tanpa menoleh.

"Hm."

Mario mengangguk mengerti, "Bangunan gue yang didepan komplek sana lo bisa pake." Lanjutnya.

"Kosongin. Propertinya dari gue aja." Sahut Radit.

"Elah—" Mario melirik tidak suka karena merasa Radit terlalu sungkan dan perhitungan padanya, namun ketika melihat mimik serius yang ditampilkan Radit, ia tidak bisa untuk menolak. "Iye." Katanya terpaksa. Meluapkan kesal, Mario melempar ponselnya ke sofa, "Main lo yang bener dong, Yan!"

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang