Tetapi kemudian matanya berpendar dan menemukan ada CCTV disana, Good! Rezeki anak soleh, minta ah nanti rekamannya. Hohoho. Tekad Adrian, pria itu kembali ceria. Kemudian fokusnya kembali pada drama dihadapannya, semoga ia tidak terlewat banyak.

"—Kamu pikir selama ini pengobatan Nadila darimana, hah?! Hujan duit?! Nggak! Kemaren kita hampir gulung tikar karena investor-investor besar menarik dana mereka, dan perusahaan Pak Nicholas ini yang bantu kita! Minimal kamu ini punya rasa terima kasih!"

"Tapi nggak gini caranya! Aku nggak ijinkan Nadila untuk jadi wanita kedua!"

Amarah sang suami sepertinya telah sampai pada ujungnya, wajah pria itu memerah entah karena marah atau malu yang lebih mendominasi, atau mungkin keduanya sama besarnya.

"Kalo gitu, pulang nanti kamu dan anak kamu itu angkat kaki dari rumah!" Bentaknya marah pada sang istri.

Seolah tersadar, setelah mendengar itu sang istri seketika terkesiap, mulutnya menganga tidak percaya.

Wanita itu meringsutkan tubuhnya pada lengan atas sang suami, memeluk erat disana dengan tatapan penuh penghambaan, "K—kamu bercanda, 'kan, Mas?"

Sang suami mendorong sang istri, senyum miring tersungging disana. "Bercanda apanya! Saya serius! Kamu bahkan nggak bisa membantu saya, anak kamu juga tidak berguna! Untuk apa saya tetap mempertahankan kalian?"

"M—mas, tapi jangan Nadila.. Masa depan Nadila masih panjang.."

"Halah! Ngomongin masa depan! Kalo kita bangkrut dan nggak punya uang buat berobat anak penyakitan kamu itu, belum tentu juga dia masih hidup minggu depan! Mikir! Kamu lebih milih anak kamu mati daripada nikahin anak kamu jadi istri kedua, hah?!"

Pria itu mengusap wajahnya kasar, frustasi dengan kekeras kepalaan istrinya.

Jawaban suaminya membuat sang istri berpikir keras. Itu ada benarnya.. Nadila juga bisa mati jika mereka bangkrut. Bukankah itu lebih parah?
Tetapi tetap saja.. Ia tidak rela anak perempuannya harus bersanding menjadi istri kedua. Sial, apa mereka benar-benar tidak punya pilihan?

"Ehm." Adrian menginterupsi kedua orang yang sedang berpikir itu.

Sebetulnya itu disengaja, agar mereka semakin panik dan otak mereka menjadi buntu.
Menyenangkan ternyata menyiksa mental seseorang seperti ini, Adrian bersiul dalam hati.

"Jadi, bagaimana? Waktu saya tidak banyak. Silahkan tandatangani jika Pak Harun ingin kontrak terus berlanjut. Atau jika ingin dibatalkan, saya akan menghubungi Pak Nicholas saat ini juga agar menarik semua dana di perusahaan Pak Harun."

"Tunggu. Untuk perjodohan disini apa tidak bisa ditawar lagi? Dan apa harus anak kami?" Tanya sang istri.

Sang suami menoleh pada istrinya, menunggu apalagi kekacauan yang akan dibuat wanita itu.

Adrian mengangguk, "Benar, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dimasa depan. Maka harus berasal dari keluarga kalian. Lagipula sejak awal Pak Harun tidak menyatakan keberatan atas poin tersebut."

"Tulis nama Nadira disana." Putus sang istri akhirnya.

"Nadira?" Sang suami bertanya sangsi, tidak menyangka nama anak tirinya yang lain akan disebut oleh sang istri.

"Nadira anakku juga! Tulis nama itu disana. Dan perjanjian kalian akan tetap berlanjut."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang