"Oh my God.. Papiyo! Ini data punya siapa..?" Tanyanya terkejut. Terdapat beberapa hasil
pemeriksaan seseorang, dan jelas Alicia tau itu wanita.

Ditangannya ada beberapa lembar foto berisi luka lebam dan memar seperti orang itu telah mendapat kekerasan dalam rumah tangga.

Alicia beralih pada kertas lainnya, untuk menemukan fakta yang lebih mengejutkan. "KAK IO! Dia di siksa sejak dari sekolah menengah atas?! Astaga, aku bahkan lagi bucin-bucinnya sama kamu saat itu! Aku bahkan nggak bisa bayangin.. Astaga.."

"Jangan dilihat lagi!" Tegur Mario merebut foto-foto dan kertas-kertas itu dari tangan istrinya.

Sial, ia lupa istrinya sedang mengandung dan malah harus melihat foto-foto brutal itu.

Mario segera membereskan dokumen itu merapikannya dalam satu amplop dan menutupnya seperti semula. Kemudian menarik Alicia yang masih terkejut kedalam pelukannya.

"Kamu nggak lihat apa-apa, Baby nggak lihat apa-apa. Kalian nggak lihat apa-apa." Bisiknya tepat di telinga sang istri.

Hari ini setelah melihat Radit ada dihadapannya, Alicia tahu itu adalah wanita dari pria yang dulu menjadi kakak kelasnya di sekolah atas.

Ditempatnya Radit hanya menggeleng putus asa sebagai jawaban. "I dont even know, Lice."

Alicia menatap nanar pada Radit yang masih terlihat tidak percaya pada lembaran kertas ditangannya. "Gimana bisa selama ini dia hidup di lingkungan setan seperti itu? Dikelilingi orang-orang biadab." Alicia menggumam geram.

"Language, Mamiya!" Tegur Mario, tidak ingin anak didalam kandungan istrinya mendengar kata-kata tidak baik, sementara Alicia merengut tidak suka, walaupun setelahnya wanita itu bungkam dan mengelus-ngelus perutnya menggumamkan maaf pada calon anaknya.

Kini Mario beralih pada Radit. "Bukan salah lo. Dan ini belum terlambat, Dit."

"Mas, terus nanti hasilnya kamu mau apain

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Mas, terus nanti hasilnya kamu mau apain..?" Tanya Shahnaz pelan, ia melirik Radit takut-takut.
Karena sedari keluar mobil tadi, Radit belum mengendurkan raut wajahnya yang mengeras ketika membahas Shahnaz dan masa lalu wanita itu.

Dan mereka kini sedang berada di ruang tunggu rumah sakit.

"Kamu pasti berharap saya nggak jeblosin keluarga kamu ke penjara, 'kan?!" Tanya balik Radit dengan nada sinisnya.

"Ya!" Shahnaz menyahut membenarkan, mengundang tatapan tidak percaya dari Radit. Shahnaz masih bisa membela keluarganya? Apa wanita itu gila? Dan apa Radit lebih gila karena mencintai wanita gila?!

Pria itu berdecih, "Jangan harap saya mau dengerin kamu." Ucap Radit teguh pada pendiriannya.

Sebenarnya, hasil visum ini tidak berarti banyak.
Radit hanya ingin menggertak Shahnaz untuk lebih berani saja, dan jujur terhadap dirinya.

Untuk kasus ini, Radit tidak akan melakukan hal-hal yang tidak disetujui Shahnaz. Bagaimanapun, Shahnaz berhak terhadap tubuh dan hidupnya sendiri. Karena pria itu juga telah menegaskan prinsipnya bahwa Shahnaz akan selalu memiliki pilihan jika bersamanya.

Dan lagi, sebenarnya yang menjadi korban disini adalah Shahnaz, bukan dirinya. Sehingga yang bisa menuntut keluarga wanita itu adalah Shahnaz sendiri.

Radit juga telah mempunyai bukti-bukti dan hasil kejahatan keluarga Shahnaz itu lebih dulu, dari Mario. Hanya saja Shahnaz tidak tahu, dan tidak perlu tahu.

Jika Radit ingin, Radit bisa gunakan bukti itu kapan saja. Tapi kembali lagi pada prinsip pria itu, bahwa Shahnaz yang berhak memilih.

Namun, bukan berarti Radit akan diam saja.
Radit tidak akan melepaskan manusia-manusia yang berani menyakiti miliknya. Tapi untuk itu, biarlah Radit mengerjakan semuanya dalam diam. Setidaknya jangan mengundang kekhawatiran Shahnaz.

Shahnaz memejamkan matanya, otaknya bekerja keras memikirkan apalagi yang bisa meluluhkan Radit.

"Jangan repot-repot, saya nggak akan berubah pikiran." Sindir Radit pada Shahnaz yang masih terus mencoba memeras otaknya sendiri.

Suara langkah kaki dari ujung lorong menyadarkan Shahnaz bahwa ia tidak lagi memiliki banyak waktu. Segera Shahnaz membuka mata dan mengamit lengan Radit erat. "Please, Mas, selain penjara. Please." Pinta wanita itu.

"Nggak."

"Aku nggak mau nikah sama kamu kalo kamu jeblosin keluarga aku ke penjara." Ancam Shahnaz.

"Tidak apa, saya juga belum melamar kamu."

"Aku nggak akan terima lamaran kamu, dan nggak akan melamar kamu!"

Mendengar itu, Radit mengangkat satu alisnya, kemudian melepaskan belitan tangan Shahnaz dilengannya. Pria itu mengangguk setuju, "Fine, saya nggak akan mengajak kamu menikah kalo gitu. Lagipula kita bisa kohabitasi." Jawab Radit santai seraya mengangkat kedua bahunya, membuat Shahnaz semakin frustasi karena dokter itu semakin mendekat.

"Hah, kohabitasi apanya?! Aku nggak mau kenal kamu lagi!"

"Nggak apa-apa, buat saya yang penting kamu dapat keadilan dan kamu bisa hidup lebih tenang. Soal jodoh, kalo kamu pergi, saya bisa minta Mami carikan pasangan untuk saya nantinya. Kamu nggak perlu khawatir."

"Mas!" Jerit Shahnaz putus asa. Wanita itu diambang kepanikan dan kehilangan kesabaran.

Radit menghela nafas lelah, "Apapun yang akan saya lakukan pada hasilnya nanti, itu akan jadi urusan saya dan kita bicarakan setelah kamu keluar dari ruangan itu." Putus Radit akhirnya.

Abis ini kalo beneran ngilang jangan kaget, ya!

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Abis ini kalo beneran ngilang jangan kaget, ya!

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora