🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
"Gue, Naz! Gue tau banget effort Radit buat sama lo dan nyenengin lo. Dia bahkan nggak minta lebih selain lo bahagia. Tapi, lo, selaluuuu aja egois. Lo terlalu mikirin perasaan keluarga lo dan ngasih makan ego lo terus.
Naz, selama ini, apa lo pernah mikirin perasaan Radit? Apa pernah lo anggap dia penting?" Acha berdecak, kemudian menggelengkan kepalanya prihatin, "Lo bener, Naz, Radit deserves better. Jangan ngerasa dunia cuma berpusat di lo, Naz. Siap-siap aja lo nangis seumur hidup lo kalo Radit bener-bener udah capek dan pergi." Tutup Acha bersamaan dengan panggilannya yang terputus.
Meninggalkan Shahnaz dengan pemikirannya dan Jennie yang serba salah ditempatnya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Radit melepas kacamata dan mengurut sekitaran matanya dengan lelah, "Jadi menurut lo semua, gimana?" Tanya Radit meminta pendapat dari kedua sahabatnya.
Berhubung Shahnaz sedang sibuk bersama Jennie, maka Radit memanfaatkan waktu sendirinya dengan berkumpul bersama Mario dan Adrian, sekalian berdiskusi tentang masalahnya.
"Walau gue ikut gregetan, tapi kata gue sih jangan sembarangan, karena bukan ranah kita. Mending nunggu approval baby dulu." Adrian memberi saran.
"Siapa baby?"
"Pacarnya Radit, kan?" Jawab Adrian lalu terbahak-bahak karena merasa lucu namun seketika terdiam ketika satu bantal mendarat mulus di wajahnya, ulah Radit. "Anjing!" Umpat Adrian.
"Serius, Yan!" Tegas Radit membuat Adrian mengkerut. Radit mode serius memang jangan coba-coba diusik.
Mario menggeleng tidak setuju, "Nggak. Kata gue jangan nungguin cewek lo, Dit. Kalo bisa malah Nadira nggak perlu tau, karena nantinya nggak akan selesai. Yang ada hubungan lo yang selesai."
"Lah kalo gitu ambil resiko, belum tentu juga berhasil. Nanti tetep aja hubungannya selesai." Bantah Adrian.
Mario mengangguk mengiyakan, "Justru memang itu, take a risk. Works atau nggaknya bisa kita liat nanti, setidaknya kita udah coba dan nggak nyesel karena nggak sempet nyoba. Lagipula nggak ada yang tau kan kalo kita justru bakal berhasil? Untuk case ini, all or nothing." Mario menuturkan pendapatnya yang mau tidak mau Adrian ikut berpikir itu masuk akal.
Keduanya kini menoleh pada Radit, menunggu tanggapan pria itu.
Radit menghela nafas dalam sebelum akhirnya ikut menyetujui, "Yaudah, all or nothing."
"First of all.. Lo udah tau mau cari sekutu dimana? Kita semua nggak ada di lingkungan itu. Ada sih, Ayah mertua gue, atau lo mau gue minta tolong Alicia?" Tanya Mario menawarkan.
Radit menggeleng, senyum simpul terbit dari bibirnya, "Thanks, but no. Gue bisa urus bagian itu."
Ponsel Radit berdering tepat setelah pria itu menyelesaikan kalimatnya. Nama Shahnaz muncul sebagai pemanggil.
Radit pamit pada Mario dan Adrian, kemudian pria itu membawa tubuh dan ponselnya menjauh ke area balkon agar lebih leluasa.
"Ya, Didi?"
"..."
Tidak mendapat jawaban, Radit mengangkat ponselnya dari telinga, memastikan apakah panggilannya masih terhubung, dan menemukan detik panggilan tersebut masih berjalan.
"Nadira? Kamu masih disana?"
"—hiks.."
"Saya kesana."
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.