Radit kesulitan berjalan karena dari belakangnya Shahnaz terus menerus menarik ujung kemeja pria itu sehingga sesekali tubuhnya terpelanting kebelakang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Radit kesulitan berjalan karena dari belakangnya Shahnaz terus menerus menarik ujung kemeja pria itu sehingga sesekali tubuhnya terpelanting kebelakang.

Shahnaz yang sibuk menunduk seraya menarik-narik kemeja kekasihnya seketika mendongak saat menubruk sesuatu, punggung Radit.

"Kenapa berhenti?" Cicit Shahnaz.

"Dipinggir saya deh jalannya," Ajak Radit menarik tubuh Shahnaz untuk berjalan disamping tetapi wanita itu menggeleng, menolak keras.

Shahnaz melangkah mundur, tangannya ia sembunyikan ke belakang. "Nggak! Kamu didepan!"

"Tapi saya nggak bisa jalan yang benar, kamu terus-terusan narik kemeja saya, Nadira."

Mendengar itu, Shahnaz mendelik tidak terima. "Oh jadi salah aku kalo aku grogi, gitu?! Salah aku, kalo kamu jebak aku tanpa persiapan ketemu Mami kamu?!"

Radit menghela nafas lelah, berdebat dengan Shahnaz memang tidak akan pernah mudah.
Apalagi kekasihnya itu benar, Radit memang secara tidak sengaja menjebak Shahnaz untuk mau makan malam bersama keluarga pria itu.

Tadi siang ketika tidak kembali ke kantor, Radit sempat pulang untuk membicarakan beberapa hal dengan Ibunya, salah satunya tentang hubungannya saat ini.
Radit pikir semakin cepat Ibunya bertemu Shahnaz, hubungan mereka juga akan semakin mudah nantinya.

Maka tadi ketika pikiran Shahnaz sedang melanglang buana memikirkan Acha dan undangannya, Radit mengambil resiko membelokkan kemudi kearah rumah Ibunya.

Sesekali tadi Radit melirik pada Shahnaz menunggu kekasihnya itu melempar protes tapi syukurlah kesadaran Shahnaz kembali ketika mereka sampai tujuan.

Karena Shahnaz akan pasrah dan tidak bisa melakukan apapun jika sudah terlanjur. Itu yang Radit pelajari beberapa bulan ini.

Radit kembali berbalik dan membiarkan Shahnaz.
Berjalan baru beberapa langkah, Ibunya datang menyambut mereka berdua.

"Abang! Akhirnya pulang juga." Sambut sang Ibu ceria.

Radit memasang raut malas atas basa-basi yang dilakukan Ibunya, namun tak ayal berjalan maju memeluk wanita nomer satu di hidupnya itu.

Meninggalkan Shahnaz yang seketika panik, dan berdiri ditempatnya gugup. Rasanya ingin menjadi cacing saja, keluh Shahnaz dalam hati.

"Eh ini siapa? Pacar Abang, ya? Cantik sekali."
Setelah melepas pelukan dengan si Sulung, Ibu Radit mendekat membuat Shahnaz semakin mengkerut ditempatnya. Bibirnya kelu bahkan keringat dingin mulai muncul di pelipis Shahnaz, apalagi ketika Ibu dari kekasihnya itu menghampiri dan memeluknya.

Shahnaz tidak bisa balas memeluk karena tangannya gemetar luar biasa!

Radit yang memperhatikan ekspresi kekasihnya seketika merasa iba, kemudian mengalihkan perhatian Ibunya dan membawa mereka semua ke ruang tengah.

Shahnaz duduk dengan kaku seolah menghadapi vonis pengadilan, sementara Radit mencoba memegang tangannya yang dingin. "Hallo, earth to Nadira!" Kata Radit pada Shahnaz ketika Ibunya sedang melakukan sesuatu di dapur.

Shahnaz mengerjapkan matanya kemudian memasang wajah memelas, "Mas, aku mau pulang, aku takut." Suaranya mulai bergetar, rasanya ia benar-benar ingin menangis sekarang.

Radit mencoba menenangkan Shahnaz dengan memeluknya, menepuk-nepuk pelan dan mengusap punggungnya sampai merasa wanita itu bisa tenang. "Better now?" Tanyanya ketika merasa tubuh Shahnaz tidak se-kaku tadi.

"Jangan dilepas!" Bisik Shahnaz ketika Radit akan menjauhkan diri. "Tapi Mami mulai jalan dari dapur." Jawab Radit ikut berbisik membuat Shahnaz kembali merengek, "Mas.."

"Cup, cup, Mami nggak gigit, kok, Sayang." Kata Radit mencoba menenangkan.
Shahnaz melepas pelukan ketika suara kaki Ibu Radit mulai terdengar jelas.

"Ini siapa namanya?" Tanya Ibu Radit ramah kearah Shahnaz yang masih terlihat gugup, "Jangan takut, Cantik, Mami punya cokelat, mau?"

Secara tidak sadar, kepala Shahnaz mengangguk, kemudian menggeleng dan meringis malu atas tingkahnya sendiri. "Tante, Maaf.."

Sudah Shahnaz sering katakan, otaknya tumpul dan tubuhnya sering mengkhianati dirinya ketika ia panik.

"Saya Nadira, Tante." Kata Shahnaz sopan.
Pada akhirnya Shahnaz mulai bisa mengendalikan diri karena Radit tidak melepas genggaman tangannya sama sekali, melainkan semakin erat menguatkan. Setidaknya Shahnaz tahu ia tidak sendiri.

Ibu Radit hanya tersenyum maklum, "Kamu lucu sekali, pantes aja Abang tertarik." Katanya lembut.

Beberapa pelayan mulai membawa masakan ke meja makan. "Nadira punya alergi makanan?" Tanya Ibu Radit setelah makanan selesai disajikan.

"Nadira alergi kacang, Mam." Itu Radit yang menjawab. Shahnaz hanya mengangguk.

Ibu Radit terkejut, "Oh, sebentar, jangan dulu dimakan, Mami harus tanya dulu apa ada yang mengandung kacang." Kemudian berlalu ke dapur.

Sarah datang tidak lama kemudian, "Woooo, makan besar!" Serunya lalu menarik kursi dan mengambil tempat disebrang Shahnaz diikuti Ibu Radit disebelahnya yang baru kembali dari dapur.

"Chef bilang aman, kita bisa makan semuanya."

Didahului oleh Ibu Radit yang menyendok nasi, Sarah, kemudian Shahnaz.
Tetapi setelah menyendok nasi dan lauk, Shahnaz menggantung piringnya yang penuh di udara. Merasa bingung ketika akan menyerahkannya pada Radit yang memandangnya tidak kalah bingung.

"Sayang?" Tegur Radit.
Piring itu berada diantara Shahnaz dan Radit.
Dan perhatianpun tertuju pada mereka berdua.

Sarah yang melihat itu mengerti lalu menimpali, membantu menghilangkan keraguan Shahnaz, "Gausah malu sama Mami, Mbak. Itu porsi Abang, kan? Kasih aja, Abang juga mukanya udah laper banget, kasian."

Iya, Shahnaz memang malu ketika sadar mereka tidak hanya berdua disana. Dan melayani langsung Radit didepan Ibu pria itu menurut Shahnaz sedikit memalukan, terkesan ingin mencari muka dihadapan calon mertua padahal pada dasarnya itu hanya telah menjadi kebiasaan Shahnaz jika makan dengan Radit.

"Makasih, Sayang." Bisik Radit seraya tersenyum manis ketika Shahnaz akhirnya menyerahkan piring tersebut dan Shahnaz kembali menyendok untuk dirinya sendiri.

Membuat semburat merah menjalar di pipi wanita itu, juga mematri seulas senyum pada bibir Sarah dan Ibunya disana.

Membuat semburat merah menjalar di pipi wanita itu, juga mematri seulas senyum pada bibir Sarah dan Ibunya disana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Where stories live. Discover now