🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Shahnaz hanya bisa terkekeh sebagai jawaban, melirik Radit untuk meminta bantuan, kemudian mendengus kesal ketika Radit dengan santai melangkah duduk dan mengangkat bahu tidak mau tahu.
Rasanya masih begitu canggung karena Shahnaz bukan orang yang mudah bergaul. Dan dibandingkan dirinya, energi yang Sarah berikan terlalu kuat sehingga ia takut tidak bisa mengimbangi adik dari kekasihnya itu.
Ragu-ragu Shahnaz ingin mengajak Sarah untuk makan, "Aku.. Nggak tau kamu sukanya apa.." Belum sempat Shahnaz menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba saja Sarah kembali berseru heboh ketika menoleh pada meja makan, "Waaa! Ayam kecap kesukaan aku!"
Meletakkan tasnya, Sarah mengambil satu kursi disebrang Radit kemudian duduk manis disana meninggalkan Shahnaz yang masih berdiri ditempatnya tadi. "Mbak Nadira ayo makan!" Ajaknya menatap Shahnaz.
Radit menarik kursi disebelahnya untuk Shahnaz dan diangguki wanita itu. "Terimakasih," Bisik Shahnaz.
Sarah beranjak menuju wastafel untuk mencuci tangan dan kembali setelahnya. "Ini kita bisa mulai makan?" Tanyanya memelas, ia memang belum makan apapun dari sarapan tadi pagi. Dan melihat beberapa hidangan yang Shahnaz pesan membuat cacing di perut Sarah menjerit untuk diberi makan.
Shahnaz meringis melihat antusias adik Radit itu, "Aku nggak tau ini masuk selera kamu apa nggak, tapi tenang, kamu bisa aman karena ini aku beli di resto langgananku, setidaknya aku tau ini layak untuk disuguhkan."
Sarah mengibaskan tangannya, "Mbak, aku percaya selera Mbak Nadira kok, lihat aja pacar Mbak cowok kualitas terbaik. Pasti soal makanan juga nggak akan mengecewakan. Jadi aku boleh duluan?" Tanya Sarah lagi dengan mata mengerjap-ngerjap lucu.
Radit hendak akan menegur sikap Sarah tapi Shahnaz menganggukkan kepalanya mempersilahkan gadis itu yang tanpa ragu mengisi apapun pada piringnya, "Gapapa." Kata Shahnaz tersenyum pada Radit.
Diam-diam ketika makan, mata Sarah memperhatikan Shahnaz yang melayani Radit, mengisi piring Abangnya, mereka bertatapan ketika Shahnaz menyodorkan piring penuh pada kekasihnya. Setelah memastikan Radit mulai menyendok nasi dan merasa cukup, Shahnaz baru mengambil porsi untuk dirinya sendiri.
How sweet, iri Sarah dalam hati.
Mereka menyelesaikan makan malam dalam diam.
"Thankyou, Mbak Nadira." Ucap Sarah tiba-tiba muncul disebelah Shahnaz ketika ia sedang mencuci piring kotor dan Radit mengambil dessert pesanan Sarah di lobby.
Tanpa menghentikan kegiatannya, Shahnaz tersenyum, "Untuk makan malam? You're very welcome. Senang kamu bisa suka apa yang aku suguhkan."
"Itu juga. Tapi lebih dari itu, aku berterima kasih untuk memberi warna dalam hidup Abang. Aku udah bisa tebak saat kita ketemu di Mall malam itu, Abang jarang mau ngobrol lebih jauh sama cewek tapi mau maksa Mbak Nadira, dan aku bisa lihat Mbak Nadira risih banget waktu itu."
Sarah mengalihkan pandangannya pada langit-langit, menerawang. "Aku nggak pernah lihat Abang tersenyum sebanyak sebelum Abang ketemu Mbak Nadira. Bahkan dengan Kak Shania."
Menarik nafasnya sebelum melanjutkan, "Aku pikir aku nggak akan pernah ketemu abang yang sekarang apalagi setelah hubungannya yang terakhir, lamarannya ditolak mantannya bikin Abang lebih dingin dari sebelumnya sampai-sampai Sar dan Mami mikir Abang akan kesulitan.
Tapi ternyata Abang bisa lebih hangat dan senyum lebih banyak dari yang pernah kami lihat. Dan aku tau pasti itu karena Mbak Nadira. Thankyou." Lanjut Sarah dengan suara serak dan mata berkaca-kaca.
Shahnaz mematikan keran, melepas sarung tangan karetnya sebelum merengkuh Sarah dalam pelukan. "It should be me yang makasih karena bisa ketemu Abang kamu. Kamu nggak tau aja perubahan-perubahan yang bisa dia bawa ke hidup aku. It sounds cheesy, kamu jangan muntah, ya. Aku pikit Radit mungkin terlihat dingin tapi aku harus mengakui jika dibalik dinginnya ada hangat yang bisa meluluhkan dan aku luluh karena itu."
"You both are so lucky to have each other." Kata Sarah meralat ucapannya, yang diamini Shahnaz, "Couldnt agree more."
Mereka masih berpelukan sampai Radit yang baru saja kembali dari mengambil dessert menginterupsi, "Ini kenapa pada pelukan nggak ajak-ajak?"
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.