🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Dijodohkan?! Sagita dijodohkan?! Wah, ini kabar bagus! batin Shahnaz bersorak senang. Bagai oase di tengah gurun pasir, akhirnya hari ini tiba.. Jika Sagita telah menemukan jodohnya itu berarti Shahnaz juga bisa menjalin hubungan.
Selama ini Shahnaz tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun.. Bukan Shahnaz tidak ingin atau tidak ada yang mendekatinya, tetapi karena apapun yang belum Sagita punya, maka Shahnaz juga tidak berhak memilikinya. Termasuk mengenai hubungan. Maka dari itu Shahnaz selalu membentengi dirinya dengan sifat judes dan sombongnya agar ia tidak mudah baper dan menjatuhkan hati di waktu yang salah.
Pernah suatu hari dimasa putih-abunya, beberapa lama sebelum perceraian orangtuanya tapi saat itu ia telah berbeda sekolah dengan Sagita.
Shahnaz didekati oleh kakak kelasnya..
Mulanya hanya pendekatan melalui pesan singkat, namun karena Shahnaz memberikan respon yang baik, kian lama kakak kelasnya itu semakin terang-terangan menunjukkan ketertarikan dengan memberinya barang-barang manis. Boneka yang besar, sekotak cokelat dan hal lainnya.
Sebenarnya awalnya baik-baik saja.. Mungkin karena setiap Shahnaz pulang dan membawa barang tersebut kerumahnya, tidak ada siapa-siapa disana. Sagita masih disekolah, ayahnya sibuk bekerja dan Ibunya sibuk diluar sehingga Shahnaz bisa langsung menyembunyikan semua barang itu dikamarnya.
Petakanya bermula ketika kesehatan Sagita drop dan harus absen dari sekolah untuk beberapa hari..
Shahnaz ingat betul, itu hari ketiga saat Shahnaz yang sedang kerja kelompok dihubungi ibunya dengan marah dan bentakan kasar, "Kamu dimana? Hah? Dila opname! Gara-gara kamu! Sialan!" Shahnaz yang tidak mengerti apa-apa hanya diam, ia terlalu terkejut mendengar ibunya semarah itu.. Apa yang telah Shahnaz lakukan? Beberapa saat kemudian ia mendapatkan dirinya kembali, bergegas membereskan barangnya dan pamit pada temannya yang lain untuk pulang terlebih dulu.
Sesampainya dirumah dan masuk kamar.. Shahnaz kembali terkejut begitu menemukan kotak cokelat miliknya tidak pada posisi sebelumnya, dan isinya sudah tidak utuh lagi serta menghambur keluar. Tapi diluar itu, Shahnaz mengerti mengapa ibunya sangat panik dan menyalahkan dirinya.. Kemungkinan besar yang bisa Shahnaz pikirkan saat ini adalah.. Sagita memakan cokelat miliknya.
Cokelat yang Shahnaz simpan mengandung kacang, ia bisa tahu karena tepat saat ia akan memakan satu, Jennie merebut cokelat itu dari tangannya dan memakannya lalu mengambil satu lagi mengatakan jika Shahnaz tidak bisa memakannya. Karena Shahnaz dan Sagita alergi terhadap hal itu.
Kakak kelasnya tidak tahu mengenai alergi Shahnaz saat memberinya tapi Shahnaz tetap menerimanya untuk menghargai lalu memutuskan menyimpannya saja sisanya di meja belajar sebagai hiasan juga kenang-kenangan karena kotaknya cukup cantik.
Tidak lama kemudian Ibunya kembali dari rumah sakit untuk mengambil beberapa barang milik kembarannya dan menemukan Shahnaz masih terdiam diranjangnya menatap cokelat-cokelatnya. Hal itu menyulut kembali kemarahan Ibunya. Ibunya memasuki kamar Shahnaz, dengan kasar membanting dan menginjak cokelat-cokelat itu dilantai.
"Nih barang sialan kamu yang bikin kembaran kamu hampir mati! Dapet darimana kamu, hah?! Niat kamu bikin mati sodara kamu sendiri?!" Mata nyalang ibunya membuat Shahnaz takut, tubuhnya mulai menggigil.. Tidak ada suara yang bisa keluar dari bibirnya untuk pembelaan. Shahnaz memejamkan matanya menghindari mata ibunya yang masih belum meredup. Namun seketika rasa marah menggerogotinya. Kenapa ia disalahkan? Sagita yang masuk ke kamarnya tanpa ijin dan memakan cokelat miliknya! Kenapa semua menjadi salahnya?
Lalu mata Ibunya menemukan sebuah boneka beruang besar bersandar pada tempat tidur Shahnaz dan ikut membanting boneka tersebut.
"Kamu.. Udah berani pacar-pacaran kamu, hah?! Saudara kembar kamu lagi berjuang mati-matian biar tetap hidup. Kamu bisa-bisanya enak-enakan disini pacar-pacaran?! Siapa yang bilang kamu boleh punya pacar?!"
Lalu setelah itu yang Shahnaz tahu.. Ibunya menyita ponselnya dan semua barang pemberian kakak kelasnya tersebut hangus tanpa jejak.
Sekarang.. Mendengar Sagita memiliki seseorang yang dekat dengannya membuat Shahnaz ikut senang. Shahnaz tidak peduli anak Bu Ratri itu siapa, atau rupanya bagaimana. Ia bahkan lupa tujuannya untuk ikut kesana salah satunya menanyakan hubungan Sagita dengan Radit, tapi biarlah itu bisa menunggu.
Setidaknya untuk sekarang yang Shahnaz tahu, Shahnaz bisa lebih berani untuk membuka diri lagi.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jennie datang dua jam kemudian, Shahnaz masuk kedalam mobilnya dengan wajah yang berseri-seri lalu memakai sabuk pengamannya dan duduk dengan manis membuat Jennie yang sedang bercermin di spion tengah terheran-heran.
Ini pemandangan langka! Lagipula melihat tempat yang baru saja didatangi Shahnaz.. Bukankah aneh jika Shahnaz terlihat senang keluar dari rumah ayahnya? Apa yang terjadi.. Jennie ingin tahu.
"Seneng banget lo, abis baca wasiat dan lo dapet warisan?!" Jennie bertanya seraya mengangkat satu alisnya bersikap agar tidak terlalu penasaran lalu mengemudikan mobil Shahnaz keluar dari komplek perumahan.
Yang ditanya hanya mengendikkan bahunya dan bersandar pada jok penumpang, memeluk seatbelt, menatap ke depan dengan senyumnya yang merekah. Shahnaz sama sekali tidak menyembunyikan raut bahagianya.
Melihat itu Jennie hanya berpura-pura bergidik ngeri tapi jauh di dalam hatinya ia bersyukur Shahnaz bisa keluar dari rumahnya dengan selamat dan raut bahagia itu.. Apapun yang telah terjadi pasti hal itu sangat membahagiakan Shahnaz.
"Jen.. Lo pernah ngajak cowok date duluan ga? Apa yang harus disiapin?" Tiba-tiba saja Shahnaz melempar pertanyaan yang membuat Jennie menekan rem dengan mendadak, terlalu terkejut. Untung saja jalanan komplek rumah Shahnaz cukup sepi. Tapi apa katanya tadi?!
"Anjing! Kalo lo bosen idup jangan bawa-bawa gue dan jangan pake mobil gue." Shahnaz mendengus kesal, syukurlah ia tidak pernah melupakan sabuk pengamannya. Sehingga Shahnaz hanya terdorong sedikit akibat rem dadakan itu.
Jennie menepikan mobil setelah memastikan tidak ada tanda dilarang parkir disana, lalu dengan tidak sabar ia meraba kening Shahnaz yang langsung ditepis wanita itu. "Gue waras ya, bitch!" Elaknya menggelengkan kepala menghindari tangan Jennie.
"Waras lo bilang?! Seorang Shahnaz ngomongin ngedate dan lo bilang itu waras?!" Jennie berteriak tidak percaya, orang tolol sekalipun tahu.. Shahnaz dan asmara itu bagai minyak dan air. Mustahil bersatu.
Shahnaz hanya merengut, memainkan jari-jarinya sendiri lalu menjawab takut-takut, "Ya kan gue cuma nanya, kalo lo gatau jawabannya gausah teriak juga, Jen."
"Gue.. ah udahlah." Jennie tidak bisa berkata-kata, pemikiran Shahnaz memang kadang absurd. Jennie hanya menghela napasnya menenangkan dirinya sendiri lalu kembali menjalankan mobil.
sedangkan Shahnaz membalikkan badannya, membuang pandangannya kearah luar. Emang apa salahnya ngajak cowok ngedate duluan? Ditanya gitu doang galak banget dasar Jennie lampir! Gerutu Shahnaz dalam hati.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.