🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Karena mobil miliknya sedang berada di bengkel dibawa oleh Jennie, maka Shahnaz memutuskan untuk memakai transportasi online.. Tapi belum sempat ia memesan, ketika sampai di lobby dan keluar dari lift.. Shahnaz melihat seseorang yang ia kenal berjalan datang dari pintu masuk, pria yang mengganggunya akhir-akhir ini..
Radit hanya menganggukkan kepalanya mendengar arahan Shahnaz. Pria itu membelokkan setirnya dan semakin dekat dengan tujuan, kening Radit mengernyit. Daerah yang sedang dituju mereka ini tidak asing untuknya..
Mulut Shahnaz terbuka, baru saja akan memberikan arahan selanjutnya untuk belok lagi ke kiri namun Radit lebih dulu menjalankan mobilnya kesana. Shahnaz berpikir mungkin saja Radit pernah melihat alamatnya di biodata miliknya. Tapi jika begitu untuk apa sedari tadi Shahnaz menunjukkan jalan? Batinnya menggerutu kesal karena merasa dipermainkan.
Tidak lama mereka sampai di tujuan. Radit menghentikan mobilnya didepan sebuah pagar bercat putih..
Shahnaz menghembuskan napas dalam menatap pagar dihadapannya..
Malas sekali rasanya.. Tapi Shahnaz sudah absen bertemu ibunya beberapa minggu, dan kali ini ayahnya juga sedang sakit jadi ia tidak bisa menghindar lagi. Shahnaz mencoba memahami jika mungkin ayahnya rindu pada Sagita, kembarannya.
Lagipula ketika ibunya menghubunginya untuk bertemu, Shahnaz mengingat sesuatu.. Dan seketika saja ia menyetujui permintaan ibunya tentang pertemuan mereka.
Ponselnya berdenting membuyarkan lamunan Shahnaz, pesan dari ibunya..
[Dira masih dimana?]
Setelah membaca dan tanpa membalas, Shahnaz memasukkan ponselnya kedalam tas lalu menoleh pada Radit yang tidak bersuara sedari mereka sampai. Pria itu sibuk memerhatikan rumah ayah Shahnaz.
"Makasih udah dianter. Hati-hati jalan pulangnya." Ucap Shahnaz seraya membuka seatbelt dan merapikan penampilannya membuyarkan apapun yang ada di pikiran Radit sekarang.
"Mau saya tungguin?" Tawar pria itu seraya membuka kacamata hitamnya untuk melihat Shahnaz lebih jelas dan dibalas dengan gelengan pelan. "Nggak usah, nanti Jennie jemput abis dari bengkel."
Sekali lagi sebelum turun wanita itu menghela napas dalam mempersiapkan diri lalu keluar dari mobil setelah pamit pada Radit.
Masuk melangkah memasuki ruang tamu, Shahnaz telah ditunggu tiga orang lainnya. "Dira sayang, Mama kangen banget sama Dira." Seketika Ibunya bangkit saat melihat Shahnaz semakin mendekat, memeluk erat dirinya dan mengusak surai Shahnaz, dibalas usapan pelan dipunggung oleh anaknya itu.
Lalu ibunya melepaskan pelukan dan memberikan kursi untuk Shahnaz tepat disebelahnya. Belum sempat mendudukkan diri, pemandangan didepannya membuat Shahnaz tertegun. Ada Sagita sedang tersenyum padanya, menyapa, seraya mengambilkan lauk untuk ayah mereka. Namun yang menjadi fokus Shahnaz adalah.. Walaupun tubuh ayahnya ringkih karena sakit, tetapi binar mata ayahnya ketika melihat kembarannya selalu ada disana. Berbeda sekali jika dibandingkan saat menatap Shahnaz. Seketika saja Shahnaz merasa oksigen disana menipis, dadanya terasa sesak..
"Dira mau makan apa, sayang?" Tanya ibunya bersemangat menawarkan ini dan itu, semua makanan di meja itu dibawa oleh ibunya, makanan kesukaanya dan Sagita.
Shahnaz mengerjapkan matanya pelan dan duduk. Mengalihkan pandangan pada ibunya yang menunggu lalu menjawab dengan senyum seadanya. "Apa aja, Ma."
Ibunya mengambilkan nasi dan beberapa lauk untuknya menyodorkan piring penuh kehadapannya lalu kembali duduk dan memijat pelan lengan Shahnaz, "Dira makan yang banyak, ya. Ini ayam kecap kesukaan Dira, Mama bawa banyak. Dira kok kurusan.. Lihat tangannya kecil begini, Mama sedih banget, lho."
"Mama nggak ikut makan?" Tanya Shahnaz mengalihkan perhatian. Shahnaz tahu akan berakhir kemana jika dirinya menanggapi ibunya.. Ibunya akan menyalahkan ayahnya lalu ayahnya akan marah dan mereka bertengkar. Dan ketika Shahnaz nanti menemui ayahnya beberapa lama kemudian, tubuh Shahnaz akan menjadi sasarannya. Ia sedang menghindari kemungkinan itu sekarang..
"Mama udah kenyang, Mama pengen liat Dira makan aja." Jawab Ibunya tersenyum seraya mengusap pelan kepala anak pertamanya. Shahnaz kira perhatian ibunya teralihkan dan berakhir disana tapi ternyata perkiraanya salah,
"Kamu ini urus Dira yang bener, dong. Gimana bisa urus Dila kalo Dira yang sehat aja jadi kurus gini diurus kamu. Emang nggak salah Dila saya yang bawa." Ucap Ibunya lagi, kali ini dengan lirikan mata tajamnya yang merendahkan dan nada tidak suka, ditujukan pada ayahnya yang sedang memakan makanannya diselingi mengobrol kecil dengan Sagita.
Shahnaz menghentikan kunyahannya.. Ia melihat ayahnya akan meletakkan sendok dengan tangan terkepal disisi kirinya. Paham akan alurnya.. Shahnaz memberi kode pada Sagita untuk menenangkan ayahnya, perdebatan ini harus dihentikan sebelum benar-benar terjadi.
"Ma, ini hukan salah ayah. Ini Dira aja yang lagi banyak urusan di kantor.. Lihat, ayah sekarang lagi sakit. Jangan disalahin. Lagian Dira rutin minum vitamin juga kok, Dira selalu jaga kesehatan." Shahnaz memegang erat tangan ibunya, meyakinkan wanita yang melahirkannya itu untuk tidak khawatir yang dibalas genggaman oleh Ibunya tidak kalah erat. "Mama cuma khawatir sama Dira, Dira jarang bisa diajak ketemu sekarang."
"Iya, maaf ya.. Nanti kita ketemu lebih sering lagi." Mendengar itu, Ibunya tersenyum senang sementara Shahnaz ingin menjerit dalam hati akan kebohongannya.
"Oh, iya! Mama sama Dila mau ngabarin sesuatu...—" Ibunya berseru antusias membuat seluruh perhatian tertuju kepada wanita itu. Shahnaz bisa melihat Sagita menunduk malu didepannya seolah tahu apa yang akan ibunya katakan. Memang apa? Sagita membuat prestasi lagi...?
"Dila.. Udah ketemu jodohnya! Dia lagi penjajakan sama anak Bu Ratri yang dulu pernah tinggal dirumah sebelah ini."
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.