Radit mengelap mulutnya setelah menandaskan satu mangkok bakso. Sekarang mereka sedang berada di kedai mie bakso di dekat taman kota. Shahnaz yang menentukan karena tiba-tiba saja wanita itu ingin mie ayam yang pedas.

Wajah Shahnaz sudah memerah, bulir keringat mulai meluncur dari pelipisnya tapi ia masih ingin menambah penderitaannya dengan menambahkankan lagi sambal pada mie ayamnya namun belum sempat Shahnaz menjangkau sambal, Radit menjauhkan botol sambal itu dari jangkauannya dan menggantinya dengan menyodorkan botol air mineral yang telah Radit buka lebih dulu tutupnya.

"Minum. Muka kamu udah merah banget itu kepedesan."

Meski dengan wajah memberengut dan memerah menahan pedas, Shahnaz tetap menerima botol mineral tersebut dan menghabiskan setengah botol dalam sekali tegukan. "Hah." Shahnaz lega, tenggorokannya terselamatkan.

Radit mengambil beberapa lembar tisu lalu mengusap keringat Shahnaz yang bercucuran.
"Seneng banget, sih, nyiksa diri sendiri? Udah kepedesan gini malah mau ditambahin."

Shahnaz hanya diam dan meneguk kembali air mineral hingga tandas. Melupakan rasa panas akan pedas, wanita itu justru sedang sibuk menetralkan kinerja jantungnya yang tidak wajar atas perlakuan Radit.

Untung saja Shahnaz sudah berhenti menyuap, jika tidak, bisa Shahnaz pastikan ia akan tersedak kuah sambal yang menyengat sampai membuat hidungnya perih karena terkejut oleh gerak dari pria disampingnya ini.

Melihat air mineral milik Shahnaz telah kosong, Radit menyodorkan botol miliknya, tangan satunya sibuk menyingkirkan anak-anak rambut yang menempel di kening Shahnaz karena terkena keringat. "Masih mau minum? Pedesnya masih kerasa?" Tanya Radit yang dibalas gelengan pelan oleh Shahnaz. Wanita itu mengalihkan dirinya melirik sekitar, apapun selain pria disebelahnya.

Setelah selesai makan dan membayar serta memastikan bahwa tidak ada lagi yang mereka inginkan akhirnya mereka kembali ke mobil untuk perjalanan pulang.

Hening..

Radit yang masih kekenyangan belum mau membuat mobilnya beranjak dari sana.

"Kamu beneran gabisa temenin saya ke nikahan Shania?" Tanya Radit tiba-tiba, ternyata pria itu masih belum selesai dengan bahasan mereka tadi.

"Nggak. Lagipula kenapa harus dateng?"

"Menghargai, Nadira, kita udah diundang jadi sebisa mungkin kita datang."

"Pak Radit. Bukan kita, tapi Pak Radit yang diundang."

"Kamu tau nggak, Shania itu mantan terakhir saya dan pernah nolak lamaran saya beberapa tahun lalu." Ucap Radit yang mengagetkan Shahnaz.

Menolak lamaran Radit? Wow! Ternyata ada yang lebih tolol dari gue, pikirnya.
Pria itu menyandarkan punggungnya pada jok pengemudi dengan mata menatap lurus kedepan.

"Terus Bapak mau dateng karena mau nunjukin kalo baik-baik aja ditinggal nikah?" Shahnaz mengeluarkan pemikirannya.

"Saya nggak mau kamu tau ini dari oranglain atau suatu saat nanti akan ada perdebatan mengenai ini diantara kita." Lanjut Radit tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya dan Shahnaz kembali diam. Ia mengerti jika Radit hanya ingin didengarkan.

"Saya nggak butuh validasi dari Shania, dengan atau tanpa Shania menikah saya akan tetap baik-baik aja.
Kamu tau setelah Shania menolak saya, semua orang disekitar saya berhenti membicarakan Shania seperti Shania adalah kata terlarang." Radit terkekeh sendiri setelah mengucapkan itu, matanya beralih menatap ke atap mobil seolah menerawang sesuatu.

"Saya pikir tindakan semua orang benar, mereka hanya nggak mau saya lebih sakit hati. Maka saya biarkan saja walaupun menurut saya sedikit berlebihan.

Saya itu orang yang perhitungan, sangat. Sebelum melamar Shania, saya juga memikirkan kemungkinan akan ditolak. Jadi ketika benar terjadi, saya nggak begitu terbebani.

INVISIBLE STRING | WONWOO X LISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang