🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Radit meraih beberapa lembar tisu, mengelap tangan dan mulutnya lalu menghempaskan tisu bekas tersebut pada piring kotor.
Pria itu menghempaskan punggungnya, memberi ruang sejenak untuk perutnya yang penuh, tidak lama kemudian kembali menegakkan dirinya menatap intense asisten di sebrang mejanya.
"Nah, jadi apa salah saya sampai membuat kamu menghindar dari saya seminggu ini?"
Hitungannya tidak meleset, Shahnaz telah memprediksi ini. Gadis itu bahkan hanya makan sedikit, tidak menghabiskan nasi daun jeruk yang menggodanya dari awal dihidangkan lalu menyesap pelan jasmine tea-nya yang dingin seolah-olah itu adalah teh panas demi menghindari akan tersedak jika Radit menjatuhkan bomnya. Seperti saat ini.
Shahnaz yang sedang mengaduk minumannya melepaskan sedotan ditangannya, menoleh dengan pelan dan menatap di mata lawan bicaranya agar tidak terlihat takut. "Bapak nggak punya salah apa-apa." Jawab gadis itu hati-hati, ia menahan keras dirinya dan menjaga ekspresi wajahnya agar tidak terlihat gugup. Santai, Nas, santai. Bisiknya pada dirinya sendiri. "Saya juga nggak mengindar." Lanjutnya dengan nada bicara yang sama.
"Saya nggak bodoh, Nadira." Radit kembali memundurkan tubuhnya, menghempaskan punggungnya ke kursi dengan mata masih saling menatap dengan asistennya. "Kamu pikir saya percaya?" Radit mendengus dan berkata dengan nada mencemooh, Pria itu menaikkan satu sudut bibirnya.
Shahnaz merasa akan pingsan ditempatnya. Pria dihadapannya ini... Berbahaya. Gadis itu memutus pandangan diantara mereka lalu menundukkan kepalanya. Ini tidak akan berakhir sebelum ia jujur, pikirnya.
Shahnaz bukan orang yang gampang mengalah, ia bisa sangat keras kepala dan itu bisa dilakukan tanpa harus berusaha, sudah mengalir di DNA-nya.
Namun.. Ini Radit, Bosnya. Dan Shahnaz tidak ingin juga tidak bisa berlarut-larut menghindari Bosnya kecuali jika Shahnaz resign dari sana. Dan resign hanya demi menghindari seseorang jelas sangat tidak professional, Shahnaz tidak akan melakukan itu.
Radit masih menatapnya saat Shahnaz mengangkat kembali kepalanya. Melihat Radit yang lekat menatapnya bahkan tanpa berkedip, sempat terbesit dipikiran Shahnaz ingin mencolok mata pria itu. "Saya memang menghindar," Gadis itu akhirnya memutuskan jujur, "Saya malu sama Pak Radit." Jelasnya singkat.
"Kenapa?"
Bisa-bisanya lo nanya kenapa? Shahnaz menjerit dalam hati namun menelan semua umpatannya, berdeham dan menguasai kembali dirinya.
"Pak Radit pikir bangun setelah mabuk ditempat bos sendiri itu tidak memalukan?" Shahnaz menahan suaranya agar tidak meninggi mengingat betapa menyebalkan manusia yang menjadi atasannya ini.
"Oh.." Pria dihadapannya hanya membulatkan mulutnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya tanda pria itu mengerti. Belum aja lo inget apa yang lo lakuin malem sebelumnya, pikir Radit tersenyum tipis.
"Kamu nggak perlu malu, saya bisa anggap itu tidak pernah terjadi. Saya benci orang tidak professional, dan saya yakin kamu juga sama. Kita bisa melupakan malam dan pagi itu. Atau diluar jam kerja, kamu bisa anggap saya sebagai teman kamu. Bukannya kita juga sudah sepakat sebelumnya?"
Ucapan Radir membuat Shahnaz teringat di malam sebelumnya, ia dan Radit memang menyepakati beberapa hal termasuk tidak membawa peran bos-asisten diluar jam kerja. Dan itu membuat gadis itu akhirnya bisa tersenyum dan bernapas lega.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.