🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Radit melihat Shahnaz yang menarik meliukkan badannya mengikuti irama musik. Terlalu berisik, pikir Radit. Pria itu memang tidak begitu suka keramaian. Radit lebih memilih table yang berada di sudut atau jika perlu merogoh kocek lebih dalam untuk membooking ruang khusus hanya untuk minum.
"Nadira."
"Nadira!" Panggil Radit kedua kalinya lebih keras namun masih teredam suara musik. Pria itu berniat untuk menahan rasa tidak nyamannya dan maju lebih dekat menghampiri asistennya.
Namun sebelum mencapai tujuannya, seorang wanita setengah mabuk mendekat padanya, "Hei ganteng, lo yang ngobrol tadi sama Nanas, 'kan? Kenal kan lo sama bini setan satu itu? Udin mabora tuh dese didepan, teler, gue titip dia sama lo, ye!" ucapannya tidak begitu jelas namun Radit bisa mengerti maksudnya.
Wanita itu mendekatkan dirinya dan Radit bisa mencium bau alkohol kuat menguar darisana, tidak jauh berbeda dengan dirinya sendiri. "Gue mau senang-senang dulu malam ini. Gamau diganggu jalang cilik kayak si Nanas, dese kalo mabora ribet, ogah gue! Stt, gue dapet mangsa kakap, sayang kalo dilewatin!" Lanjut wanita itu seraya terkikik lalu berjalan menjauhinya, merangkul satu pria disana, dan Radit memutuskan untuk mengalihkan pandangan pada asistennya karena ia tau apa yang akan terjadi pada kedua orang itu setelahnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Shahnaz berpikir keras, otaknya menghubungkan apa yang ia dengar dari Radit dengan mengorek sedikit ingatannya yang kurang berguna. Shahnaz hanya ingat semalam ia malas bertemu Ibunya, lalu Jennie mengajaknya hangout dan berakhir bertemu Radit di club, menariknya ke sudut, mereka berpisah dan Shahnaz kembali pada teman-temannya dan thats it, otaknya tidak bisa bekerja lebih keras dari itu.
Semua salah Jennie, rutuknya kesal. Walaupun Jennie tidak menjualnya pada lelaki hidung belang, tetap saja Jennie bisa-bisanya melepaskan Shahnaz pada bosnya! Apa temannya itu gila? Mengingat semerepotkan apa Shahnaz ketika mabuk, membuat Shahnaz terlalu malu untuk bertanya bagaimana cara Radit bisa membawanya, karena bosnya melompati bagian itu. Mungkin terlalu memalukan untuk dibahas.
Shahnaz mengeratkan selimut yang membalut tubuhnya, wanita itu memang senang berpakaian terbuka dan tampil dengan gaya menonjol di kantor. Namun penampilannya terbaiknya bukan untuk berdua dengan bosnya, seperti saat ini. Tadi setelah melihat pakaiannya masih sama seperti semalam, Shahnaz memutuskan keluar dari kamar dengan melilitkan sebuah selimut besar dan menenggelamkan tubuh rampingnya disana. Gadis itu bahkan tidak menyempatkan diri berbenah atau ke kamar mandi, karena rasa penasarannya yang tidak bisa ditahan.
Radit berdehem, sedari tadi ia menahan senyumnya akan tingkah Shahnaz. Mulai dari wanita itu keluar dari kamar dengan wajah bangun tidurnya membawa badan terlilit selimut seperti ulat sutra, dan ekspresi berpikir keras Shahnaz terlihat lucu dimatanya.
Apalagi saat ini, Shahnaz yang menoleh takut-takut, mata bulatnya yang besar mengerjap lucu memperhatikan pria disebrang kursinya, penasaran apa yang akan Radit katakan. Membuat Radit gemas, ingin mengantonginya saja jika bisa.
Gadis dihadapannya ini sangat berbeda dengan Nadira sang asisten yang ia kenal. Asistennya berpakaian berani, tidak lepas dari make up, tidak kenal takut akan apapun dan terus terang jika ada yang mengusiknya.
"Tas kamu ada di ruang tengah, sebentar saya ambilkan." Shahnaz hanya mengangguk patuh.
Tidak lama Radit kembali dengan sebuah clutch ditangan, "Kamu bisa cek dulu apa yang kurang atau hilang." Ucap Radit lagi. Meletakkan clutch itu di meja dihadapan Shahnaz dan kembali ke kursinya, memerhatikan Shahnaz yang menunduk serius mengorek isi tas kecilnya.
"Lengkap. Nggak ada yang hilang. Tapi, em.. Pak Radit.." Ucap Shahnaz takut-takut, gadis itu membasahi bibirnya dan merapatkan selimut. "Saya boleh pinjem jaket sama celana panjang?" Tanyanya dengan suara lebih pelan menoleh kearah bosnya.
"Tunggu sebentar." Pria itu berlalu dan kembali dengan sebuah jaket dan celana training panjang. "Saya cuma ada ini, Sarah jarang menginap jadi nggak ada bajunya disini. Kamu bisa ganti di kamar tadi." Ucap Radit mengulurkan kedua benda itu.
Shahnaz menerimanya dengan malu. "Nggak apa-apa, Pak. Ini lebih dari cukup." Gadis itu sedikit mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk lalu pamit untuk berganti pakaian.
Shahnaz kembali dengan jaket dan celana panjang kebesaran ditubuhnya milik Radit. Kedua orang itu memiliki postur tubuh yang berbeda jauh, jadilah sekarang tubuh ramping Shahnaz tenggelam dalam pakaiannya.
"Saya mau pulang." Ucap Shahnaz membuat Radit bangkit dari kursinya.
"Saya antar."
"Nggak perlu—" Namun bantahan Shahnaz menggantung saat melihat Radit menaikkan satu alisnya, "Kamu mau naik taksi atau gocar dengan.. Kayak gitu..?"
Shahnaz menyentuh rambut dan wajahnya, Shahnaz memang tidak menyempatkan diri bercermin, namun ia bisa membayangkan seburuk apa wajah dan penampilannya saat ini sehingga Radit berkata demikian. Gadis itu kembali tertunduk malu merutuki dirinya sendiri.
"Saya antar, kamu nggak perlu membantah." Ucap tegas Radit yang membuat Shahnaz kembali mengangguk.
Udah gila kali gue biarin cewek imut begitu keliaran sendirian, pikir Radit seraya menggelengkan kepalanya. Pria itu menyambar kunci mobil diatas kulkas lalu berjalan mendahului Shahnaz yang mengekor dibelakangnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.