🚨 this works has been labeled with mature sign, some parts of the story contains mature scenes. do not cross your line, BE WISE.
"I wont give up on us, Didi."
Nadira Shahnaz memandang nanar pada pria yang memohon didepannya. Lelaki yang ia kenal t...
Ibunya ini lucu sekali, dulu itu dulu lebih dari dua puluh tahun yang lalu, mana pula Radit bisa ingat. Samar-samar sih, ia bisa ingat ada anak perempuan yang sering bermain dengannya. Tapi hanya sebatas itu, bayangan wajahnya saja sudah tidak bisa ia gambarkan.
"Hm." Radit menjawab sekenanya.
"Ih inget, nggak? Kemaren Mami nggak sengaja ketemu lagi di mall, anaknya cakep banget lho sekarang, bang. Mau ya kenalan? Ya abang, ya?" Jika ibunya sudah menggunakan metode menggelayut ditangannya dengan mata berbinar menatap Radit mana bisa pria itu menolak?
"Kenalan dulu."
"Iya abang, cuma kenalan kok. Tapi ya jangan diketusin nanti. Makasih abang anak laki-laki kesayangan Mami."
Lalu sebelum berlalu menggapai ponselnya dengan riang, Ibunya menyempatkan memberi Radit ciuman di pipi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hujan deras tiba-tiba mengguyur saat Shahnaz akan pulang dari mall. Ia berdecak, tau gitu gue ikut Acha tadi, mana baju juga nggak dapet, sesalnya.
Shahnaz tidak membawa mobilnya, karena tadi ikut dengan Acha. Mereka pergi ke mall untuk berburu diskon, di outlet sushi langganan mereka sedang berlangsung promo all you can eat.
Saat Acha menawarkan untuk pulang bersama, Shahnaz menolak. Berhubung sedang berada di mall, gadis itu ingin cuci mata berburu pakaian baru. Ini kesempatan langka. Karena jika direncanakan, berbelanja di mall hanya akan jadi angan-angan.
Di jaman sekarang semua serba instan, barang yang Shahnaz inginkan bisa datang dengan hanya menggulir layar ponselnya.
Gimana nih gue balik? Aplikasi online transport pada freeze begini. Bibirnya tidak henti menggerutu.
"Nadira?" Seseorang memanggilnya dari belakang. Bekerja sama lebih dari satu bulan, membuat Shahnaz mengenal suara Bosnya.
Ia menoleh, mendapati Radit dan gadis belia yang menggelayut manja dilengan pria itu. Udah macem sugar daddy sama babynya, Shahnaz membatin.
"Eh, Pak Radit." Ia menunduk dan melempar senyum sopan pada Radit dan gadis belia itu.
"Kejebak hujan? Kamu nggak bawa mobil?"
"Iya, Pak. Tadi saya ikut mobil Acha tapi Acha pulang duluan. Ini lagi mau order online transport tapi aplikasinya bug."
"Kayaknya hujannya nggak akan reda dalam waktu dekat. Ikut kami aja, mau? Rumah kamu dimana?"
Shahnaz menyebutkan daerah apartementnya lalu melirik gadis belia disebelah Radit. Bosnya ini.. Aneh. Masa lagi sama babynya malah nawarin dia buat ikut juga? Terus disepanjang perjalanan nanti Shahnaz harus mau jadi orang ketiga gitu? Dih, ogah!
"Tuh, searah."
"Eh hehe gak usah, Pak. Bapak duluan aja." Tolak Shahnaz sambil meringis, ia sungkan menolak namun tidak sudi untuk ikut.
"Gapapa, Nadira, daripada harus nunggu hujan yang belum tau kapan reda mending ikut kami aja. Nggak baik juga perempuan malem-malem pulang sendiri. Saya aja nggak akan bolehin bocil sebelah saya ini pulang sendiri kalo malem. Bahaya."
Yaiyalah, jiwa julid Shahnaz seketika bangkit mendengar jawaban Radit, meledek sang Bos dalam hatinya. Mana ada cowok yang mau ayangnya kenapa-kenapa. Anehnya akut nih orang, nggak ketolong!
"Duh.. beneran gak usah, Pak. Nggak apa-apa. Saya juga udah biasa kok."
Shahnaz mulai gelisah, bisa gak sih ini orang pergi aja?! Gue kan bimbang mau ketusin takut kena SP, nggak diketusin kok maksa, inget baby sebelah lo, woi! Shahnaz menjerit jengkel dalam hati.
Melihat ini semua tidak ada habisnya dan hanya membuang-buang waktu, tiba-tiba saja gadis belia yang sedari tadi bungkam, maju kearahnya dengan mengulurkan tangan.
"Sarah Amanda Wirawan, adik dari manusia tidak peka yang sialnya jadi atasan Mbak Nadira. Sabar-sabar ya ngadepin abangku. Kalo Mbak Nadira takut jadi orang ketiga atau penganggu, nggak kok, ikut kami aja. Kebetulan searah soalnya aku dan abang mau pulang kerumah."
Oh adiknya toh, Shahnaz mengangguk mengerti menyambut uluran tangan Sarah, dan meminta maaf pada Radit dalam hati, untung aja gue nggak keceplosan ngomong aneh-aneh. Jiwa julid gue masih bisa gue kurung buat julid dalem hati aja, pikirnya bangga.
Dan sudahlah, ia tidak bisa menolak lagi. Lagipula Shahnaz juga cukup lelah hari ini, ia ingin segera merebahkan diri di ranjangnya.
"Abang ambil mobil dulu, Sar tunggu sama Nadira disini, ya."
Saat merasa semua kondusif Radit berbalik untuk membawa mobil setelah melihat Sarah menganggukkan kepalanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.