第 41-2 章

1.1K 104 2
                                    

Setelah ragu sejenak, aku mengajukan pertanyaan lain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah ragu sejenak, aku mengajukan pertanyaan lain.

"Lalu...... mengenai yang lainnya?

"Apa?"

"...Bagaimana kau bisa tahu, kalu artis favoriteku adalah George Rennier?"

Berpura-pura bodoh, Theodore bertanya balik.

"Dia artis favoritemu? Wah, kebetulan yang luar biasa."

"......"

Kecurigaanku meningkat, tetapi aku memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Aku tidak ingin membuang energiku. Lagipula, kalau aku memikirkannya baik-baik, jawabannya mungkin...

'Theodore telah menggeledah kamarku sebelumnya.'

Dia mungkin mengetahui tentang George Rennier saat melihat-lihat jurnalku...

Rasanya aneh berpikir bahwa dia mungkin mengingatnya sampai sekarang dan menggunakan informasi itu dengan cara ini, tapi...

"Oh iya, aku punya hadiah untukmu, Lily."

"...Hadiah?"

Dengan senyum main-main di bibirnya, Theodore memegang tanganku.... Kehangatannya menyentuh kulitku. Rasanya seolah-olah aku telah menyesuaikan diri dengan kehangatannya, sebelum aku sempat menyadarinya. 

Aku merasa hatiku tenggelam. Tampak jauh, aku mendengar sesuatu berdenging di telingaku.

Pada saat jantung ku mulai berdebar karena ketakutan, kami sudah tiba di ruangan lain.

"...Ini..."

"Ini hadiah dariku untukmu. Apa kau suka?"

...Apa yang terbentang di depan mataku adalah bentangan luas dari sebuah studio yang rapi.

Sinar matahari masuk dari kaca jendela besar di depanku. Kemudian, ada berbagai alat lukis, kanvas, model benda mati, dan juga berbagai patung plester.

Jelas, ini adalah studio yang diimpikan oleh pelukis mana pun... Sebuah studio yang indah, yang juga tampak seperti lukisan.

"Masuklah dan lihat lebih dekat. Semua ini milikmu."

Theodore meraih tanganku sekali lagi dan membawaku ke studio. Bingung, aku mengikutinya masih sambil terpana.

...Aku bahkan tidak bisa berbohong dan mengatakan bahwa aku tidak menyukainya. Studio ini sangat cocok dengan seleraku.

"... Kapan? kau mempersiapkan ini?"

"Belum lama. Saat aku sedang memikirkan hadiah seperti apa yang akan membuatmu bahagia, tiba-tiba terpikir olehku mungkin saja kau menginginkan studio."

Dengan mata biru jernih nya yang seperti kaca itu, Theodore menatapku. Seolah-olah ada pertanyaan di bawah mata itu; Apakah studio ini membuatmu bahagia?

... Aku sangat jarang menerima hadiah yang tulus dan sepenuh hati. Selama aku tinggal di mansion Everett sebagai Lily Everett, semua hadiah yang aku terima hanya ala kadarnya.

Kalau dipikir-pikir, saat aku masih kecil, sepertinya ibu pernah memberiku boneka kain sebagai hadiah. Apa itu boneka yang dibuat dengan perasaan yang tulus?

Itu adalah kenangan lama yang hanya bisa aku ingat sebagai gambar tua dan pudar.

Tapi, sejak aku bertemu Charlotte... Anak itu sering memberiku bunga, memberiku renda yang dia buat dengan hati-hati, dan juga saputangan yang dia sulam sendiri. Itu adalah hadiah yang jelas tulus.

Jadi, sejauh yang aku ingat, Charlotte adalah satu-satunya orang yang pernah memberiku hadiah yang begitu tulus.

Begitulah yang terjadi.

"......"

Dan perasaan yang menyibukkanku saat ini— adalah emosi yang mirip dengan apa yang aku rasakan setiap kali menerima hadiah dari Charlotte.

Rasanya tidak persis sama, tetapi tidak diragukan lagi, aku 'bahagia' karena pemberian Theodore.

Tapi aku tidak percaya.

Untuk hari seperti ini...datang. Bahkan ketika aku telah hidup sejauh ini tanpa harapan sama sekali.

Aku tidak tahu harus berkata apa.

Tentu saja, aku diliputi bukan hanya oleh satu emosi. Aku bisa merasakan semua emosi berputar-putar di dalam diriku, bercampur menjadi satu penggabungan yang tidak dapat diidentifikasi.

Di tengah semua emosi itu, rasa takut lebih mendominasi, mengguncangku sampai ke inti.

Aku bisa merasakan napasku melalui bibir menjadi pendek, tidak stabil.

Menggenggam tanganku erat-erat, aku hampir tidak bisa merangkai kata-kata yang aku ucapkan dengan suara gemetar.

"Kau akan menyesali ini begitu ingatanmu kembali. Kau akan menyesal bersikap baik kepadaku...."

"Tidak akan. Bahkan tidak sedikit pun, Lily."

Tanpa ragu sedetik pun, Theodore menyatakan itu dengan pasti. Tatapannya yang lugas menatap lurus ke mataku.

Pada saat itu, aku tiba-tiba teringat betapa aku sangat mengagumi matanya. Mata yang jernih, tak tergoyahkan, dan jujur ​​itu... Seolah-olah impian ideal Lily Everett muda telah terwujud.

Saat masih kecil, aku pernah bermimpi seseorang dengan tatapan yang sama akan datang untuk menyelamatkanku.

"......"

Kenangan yang telah aku kubur jauh di relung pikiranku, kini muncul kembali.

Waktu itu saat aku dilempar ke dalam gudang yang dipenuhi tikus dan serangga karena aku melawan roh unsur Owen. Atau saat Hessen memotong pendek rambutku dengan gunting tanpa alasan sama sekali. Bahkan saat Ayah menampar pipiku untuk pertama kalinya...

Itu adalah mimpi buruk yang tak terhitung jumlahnya yang 'aku' sebagai seorang anak hadapi. Dan pada saat-saat itu, aku akan berjongkok memeluk diriku sendiri dan bermimpi dengan putus asa tentang seseorang—siapa saja—yang akan datang untuk menyelamatkanku.

Tapi pada titik tertentu, 'aku' akhirnya menjadi terlalu lelah dan putus asa, sehingga membuatku berubah menjadi diriku yang sekarang.

Namun, setelah aku bertemu Theodore Valentino, versiku itu hidup kembali.

Lily Everett kecil muda, yang mengharapkan keselamatan.

Dan karena alasan itulah aku mencoba menjangkaunya.

Kau adalah orang dengan jenis tatapan yang membuatku merasa aman—yang membuatku merasa yakin bahwa kau akan menyelamatkanku.

"...Lily?"

Baru pada saat itulah aku sadar kembali, dan aku menyadari bahwa mataku berkaca-kaca. Sesuatu yang panas menetes di pipiku.

Sungguh, tiba-tiba. Hanya karena sebuah hadiah yang sama sekali tidak aku duga bisa aku terima.

Padahal aku sudah menyerah. Aku sudah menanggung semuanya sampai sekarang.

Tapi, sekarang aku merasa seolah-olah pertahananku itu mulai runtuh.



-次-

.

.

Vote Please

.

Thankyou

My Husband Hates Me, But He Lost His Memories (Book I)Where stories live. Discover now