Chapter 39 : Diversion

15.2K 1.9K 97
                                    

Aku berbaring sepanjang hari keesokan harinya.

Tidak ada yang ingin aku lakukan selain mencoba memejamkan mata, menghilangkan semua kegelisahan yang belum reda, dan memasukkan semua hal-hal menyenangkan yang pernah aku alami. Alexander meneleponku hampir seratus kali hari ini namun aku tidak menjawab panggilannya.

Hari berlalu tapi perasaanku memburuk hingga aku benar-benar butuh waktu sendirian.

'Aku mencintaimu' terdengar sangat manis andai aku tidak tau tentang masa lalunya yang masih kelabu. Belum ada tanda-tanda yang pasti. Sekarang kata-kata cinta itu bagai meletus di udara, membuat dadaku sangat kosong. Jika andai saja gadis itu bukanlah aku, apakah dia akan tetap mencintaiku? Pikiran itu terus menghantuiku sepanjang malam.

Parahnya aku sempat bermimpi kalau ternyata gadis kecil itu adalah Lisa. Dan Alexander memintaku untuk segera meninggalkan rumah ini. Kemudian mereka menikah. Hidup bahagia seperti sepasang kekasih yang saling menemukan belahan jiwa yang sudah lama hilang.

Itu mimpi terburuk yang pernah aku punya.

Aku sangat ingin bicara dengan ibuku dan bertanya apakah aku pernah di rawat di rumah sakit ketika umurku sepuluh tahun. Tapi aku masih belum siap dengan kenyataan buruk. Karena alasan itulah mengapa sampai sekarang aku mengurungkan niat itu. Tubuhku berguling kesana kemari sampai siang hari dan memutuskan untuk turun dan makan dan tidur dan makan dan tidur. Rutinitas lama saat pertama kali Alexander membawaku kesini.

"Bella, apakah kau di dalam?"

"Celina?"

Dia membuka pintu kamarku kemudian memutar bola matanya sambil berjalan untuk duduk di tempat tidur. "Apa yang terjadi? Apakah semua baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

"Apa ada yang salah?"

"Tunggu," Dia meletakkan tangannya di dahiku. "Apakah kau flu? Badanmu panas."

"Tidak. Aku baik-baik saja." Aku meyakinkannya.

"Kenapa kau tidak menjawab telepon Alex? Dia memburuku sampai ke ujung dunia."

"Maaf." Aku menyesal sudah membuatnya begitu khawatir. "Aku hanya sedang tidak ingin bicara saja."

"Apakah kau perlu ke dokter?"

Aku menggeleng. "Tidak, aku akan baik-baik saja setelah istirahat."

"Kau yakin?"

"Ya."

"Bella, apakah kau dan Alex sedang bertengkar?"

"Tidak, mengapa kau bilang begitu?"

"Entahlah." Dia mendengus lagi. Wajahnya terlihat sedih saat menatap kosong ke lantai.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanyaku.

"Aku baru putus dari Cameron. Lagi. Entah untuk ke berapa kalinya." Dia memutar mata dan memasang wajah kesal setelahnya.

"Apakah dia selingkuh lagi?"

"Ya, dengan mantannya. Aku pikir dia tidak pernah bisa melupakan gadis gila itu. Mereka selalu punya kesempatan bermain di belakangku. Dan kemarin aku memergokinya sedang berciuman di toko roti." Celina menggigit kukunya kemudian mondar mandir di kamarku. Dia terlihat sangat marah.

"Hei maaf soal Alexander, aku tidak seharusnya mengabaikan teleponnya hingga membuat kau harus datang memeriksaku." Aku merasa sangat bersalah.

"Tidak, aku akan menolak jika aku tidak mau. Tapi aku butuh teman bicara. Dan kau satu-satunya teman yang bisa mendengarkan soal ini. Jadi apakah saat ini kita sedang di situasi yang sama?"

ISOLATEDTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon