Chapter 19 : Being wild

25.8K 2.6K 136
                                    

"Andai saja aku tidak meninggalkan mereka, ini semua tidak akan terjadi."

"Semua? Apa yang semua?"

Aku sudah mulai mengacau dan menyesal sudah bermulut besar hingga memancing Noah untuk bertanya lebih jauh.

"Tidak ada." Aku menggeleng.

"Sebenarnya, apa masalahmu?" Dia berlagak bijak. "Kau bisa menceritakan padaku. Bukankah kita ada di kapal yang sama? Luapkan saja semuanya padaku."

"Sesunggunya kita berbeda. Kau setidaknya bisa berkeliaran kemana pun kau mau. Kau bebas melakukan apapun yang kau suka. Seperti mabuk-mabukan atau apapun."

Dia mengerutkan keningnya heran. "Maksudmu?"

"Kau orang yang bebas. Kau punya pendengaran yang buruk, ya?" Aku mengambil botol dan meneguk minuman lumpur itu lagi. "Dan aku, aku adalah manusia gua seperti yang kau katakan. Aku adalah orang paling menyedihkan, jadi berhentilah bertingkah seperti orang paling sedih di muka bumi ini, sialan!" Mendadak aku memakinya dan menunjuk-nunjuk wajahnya dengan telunjukku.

"Bicara omong kosong apa kau?"

Aku tertawa sementara otakku mulai terus mengalirkan kata-kata untuk kusemburkan dari mulutku. "Aku adalah orang gila yang lepas dari kandang. Haha!"

Noah mengamati wajahku dari jauh.

"Dan kau adalah burung liar!" sambungku.

"Aku memang bebas kemanapun aku pergi, tapi batinku tidak bebas."

"Apakah kau sedang berlomba-lomba menjadi manusia paling menyedihkan?" Aku meludah jengkel. "Kau tau tidak, itu gara-gara aku pergi ke rumahmu malam itu! Dasar rumah sialan dengan orang-orang sialan!"

Aku tidak bisa berpikir jernih, mulutku terus meracau tanpa bisa kucegah. Kulihat Noah memasang wajah tegang dan jemarinya mengusap bibirnya lalu dia melempar matanya ke arah lain hingga aku tidak bisa melihat ekspresinya. Lagipula aku tidak tertarik menerjemahkan apapun ekspresi dia saat ini. Aku hanya ingin terus mengoceh dan membuang sampah yang ada dalam jiwaku.

Jadi aku meneguk lagi alkohol di tanganku. Lidahku lagi-lagi terbakar.

"Hei jangan minum lagi?!" Noah merebut botol itu sampai-sampai membuatku tersedak.

"Seumur-umur baru kali ini aku minum minuman keras."

"Harusnya tidak kubiarkan kau minum ini. Kupikir kau tidak akan bereaksi seperti orang gila."

"Berhenti menyebutku gila, itu menyinggung perasaanku." Aku kembali menunjuk-nunjuk wajahnya.

"Sadarlah, kenapa kau bisa seperti ini padahal hanya minum setetes, bodoh!" Dia mendorong-dorong bahuku.

"Kau adalah sampah yang sudah menyumpalkan lumpur ke dalam tenggorokanku."

Kata-kata sampah sangat cocok untuknya dan untuk Alexander.

"Aku ingin membocorkan sebuah rahasia." Aku berbisik. Dan dia mendengarkan dengan wajah jengkel. "Aku tinggal di dalam kotak."

"Apa yang kau bicarakan?"

"Bukankah kau bertanya dimana aku tinggal? Aku tinggal di dalam kotak yang sangat besar." Aku membuat kotak dengan tanganku di udara.

"Bella, kau aneh."

"Kupikir namaku Shella." Aku mengusap bibirku dan merasakan kepala yang mulai penuh dengan es batu.

"Terserah, ayo kuantar kau pulang. Katakan dimana tempat tinggalmu."

"Aku mengantuk." kataku sembari bergeser ke sudut dan merebahkan diriku di aspal.

"Hei jangan tidur disini!"

ISOLATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang