Chapter 36 : Anxiety

17.7K 1.9K 96
                                    

"Apakah itu benar-benar aku?" Aku memindai wajahnya untuk mencari kebohongan tapi aku tidak menemukan apapun. Aku pun bangun untuk duduk.

"100% kau."

"Itu sudah 10 atau 11 tahun yang lalu, aku pasti banyak mengalami perubahan. Bagaimana caranya kau bisa mengenali aku?"

"Bagaimana aku bisa mengenalimu itu tidak penting, Bella."

Tidak penting baginya namun bagiku itu adalah sesuatu yang sangat penting untuk kuketahui. Di balik suara dan ekspresi di bola matanya, aku tau bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu. Dan aku masih punya 1001 pertanyaan tentang ini tapi aku juga tidak mau berpikir kemungkinan kalau sebenarnya gadis itu bukan aku. Aku tidak siap jika Alexander harus meninggalkanku. Jadi aku menolak untuk menggali lebih dalam.

Aku sangat takut kehilangan dia.

"Aku tidak pernah mau menceritakan ini pada siapapun." Dia berkata sambil memegang keningnya.

"Kenapa?"

"Aku takut kau membenciku."

"Kenapa aku membencimu?"

"Bukankah terlihat buruk? Menyukai gadis umur 10 tahun? Seperti pedofilia." Dia mengatakan dengan nada jijik.

"Saat itu kau masih 18 dan belum jadi kakek-kakek. Tidak begitu buruk."

Aku memeluknya dengan erat dan menangis di dalam dadanya. Aku tidak tau mengapa ini menjadi sangat emosional saat aku sendiri tidak bisa mengingat kejadian dimana aku terbaring seperti orang mati di rumah sakit.

Dan dia disana mengawasiku, mencintaiku, menginginkanku. Aku berharap aku bangun waktu itu untuk sekedar melihatnya di usia 18 tahun— jika memang itu aku.

Tapi nyatanya ini semua masih menjadi misteri. Aku belum sepenuhnya percaya.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" Dia bertanya.

"Aku hanya ingin menangis sebentar." isakku. Airmataku mulai membasahi dadanya yang telanjang. Dia mendorong tubuhku untuk melihat wajah jelekku saat menangis tersedu-sedu.

Aku hanya tidak bisa berhenti untuk menangis karena aku sangat bingung dengan semua ini. Disatu sisi aku ingin dia menjelaskan lebih rinci, disisi lain aku takut menerima kenyataan pahit.

Yang aku tau, aku tak pernah berada di rumah sakit di masa kecilku.

"Apa yang mengganggumu?" tanyanya.

"Tidak ada."

"Bella, aku tidak akan ada di sini sampai empat hari," Dia mulai dengan wajah cabulnya. Dan tangannya yang mulai meraba tapi aku tau dia hanya sedang mengalihkan topik. "Kenapa kau tidak membiarkan aku bercinta denganmu lagi?"

"Kita sudah lakukan itu tadi pagi." potongku.

Saat melihat wajah Alexander, air mataku menetes lagi. Dan aku tersedu lagi.

"Rasanya aku tidak ingin pergi." katanya berat.

"Aku ingin ikut."

"Bella, kali ini aku benar-benar tidak bisa membawamu."

"Aku hanya tidak mau berpisah."

Keinginanku untuk terus bersamanya sudah benar-benar menguasaiku setelah aku mendengarkan cerita tentang gadis di rumah sakit. Aku melirik jarum jam dan sudah pukul 17.00 sore.

"Besok kau akan pergi jam berapa?"

"Lima pagi."

Masih ada sisa waktu 12 jam sebelum jam lima pagi. Itu terlalu singkat.

ISOLATEDWhere stories live. Discover now