Chapter 53 : Friendzone

15.3K 1.4K 57
                                    

"Jadi kau tidak bawa pulang oleh-oleh apapun dari Ohio?" Celina memutar mata sambil menyedot minuman es nya.

"Ayolah, tidak ada apapun yang menarik di Ohio." Giliranku menyedot es strawberryku.

Kami sedang berada di sebuah cafe dekat bioskop di siang bolong untuk menonton film, tapi kami masih belum memutuskan akan menonton film apa. Suasana hatiku benar-benar sedang baik sekarang. Aku tidak sanggup menghitung seberapa banyak kupu-kupu yang sedang berterbangan di perutku setiap kali aku membayangkan wajah Alexander.

Noah benar, aku sudah menjadi budak cinta.

"Bagaimana dengan The Danish Girl? Aku melihat trailernya dan kupikir itu bagus. Apakah mereka memutar film itu disini?" Aku bertanya-tanya.

Kulihat dahi Celina berkerut. "Bukannya kita sudah menonton film itu?"

"Sudah?" Aku mencoba mengingat-ingat. "Apakah sudah? Kapan?"

"Belum lama ini. Kita bahkan sampai menangis karena Lili mati."

Aku tau aku lupa. Aku tidak punya bayangan sama sekali tentang itu.

"Omong-omong, apakah kau akan marah kalau aku kembali berpacaran dengan Cameron?" Dia menggigit bibir bawahnya.

"Astaga, lagi?"

"Aku tidak tau, hanya saja dia memohon ampun dan aku tidak sanggup mengabaikannya. Jangan hujat aku." Dia meletakkan tangannya di depan wajahku.

"Ergghh! Dasar bodoh!" Aku mengerang kesal. "Bagaimana dengan selingkuhannya itu?"

"Mereka sudah berakhir."

"Pecundang itu pasti sudah mengatakan itu hampir seribu kali dan kau masih saja percaya."

Celina mengeluh. "Yah, tapi bagaimana caranya? Dia menjeratku dengan jaringnya. Lagipula belum ada pria brengsek yang lebih baik dari dia." Celina melirik kiri dan kanan sebelum mengatakan dengan nada rendah. "Dia sangat panas di ranjang. Itu nilai bonusnya."

Aku menyedot habis minumanku lagi. "Aku tidak bisa berkata-kata. Jika kau sudah sangat gila padanya, maka jadilah gila sampai mati, jangan plin plan."

"Aku tau aku gila tapi aku suka menjadi gila." Dia menggigit lagi bibirnya. "Omong-omong, kau tau, aku merasa ada yang aneh dengan Noah. Kupikir dia memang benar-benar insaf."

"Bukankah itu bagus?"

"Yah aku pikir ada yang memicunya." Celina mengerutkan bibirnya. "Dia bertanya padaku tentang bagaimana bersikap dewasa dan bersikap baik pada wanita. Itu sangat aneh, tau?"

"Dia sampai bertanya padamu?" Aku tertawa. "Kurasa dia benar-benar sudah taubat. Tapi itu bagus, aku muak saat dia selalu menganggap dirinya sampah."

"Tapi aku sangat penasaran dengan apa yang memicu perubahan pada laki-laki itu. Dia jelas sedang mengincar seorang gadis. Aku sangat yakin itu."

"Yah aku pikir juga begitu." Aku menyedot esku tapi aku lupa kalau itu sudah habis.

"Hei, itu kalung apa?" Celina menyipitkan matanya.

"Oh ini dari Alexander dan Noah."

"Noah? Dia memberikanmu kalung?" Celina menganga.

Aku mengangguk.

"Kenapa dia memberikanmu kalung? Apakah kau dan dia sangat akrab?"

"Aku tidak tau, kami sering mengobrol. Mungkin hanya sebatas hadiah untuk teman." Aku berkata.

Celina mendekatkan dirinya padaku. "Apakah jangan-jangan itu kau?"

"Aku apa?"

"Yang diincar oleh Noah? Dia mungkin sedang menyukaimu?"

ISOLATEDWhere stories live. Discover now