Chapter 57 : Confirmation

10.8K 1.6K 94
                                    

Sudah dua hari aku terbaring lemah. Aku mual sepanjang hari dan besok adalah senin.

Saat ini, aku tidak mau memikirkan apapun. Semua yang masuk ke dalam pikiranku, segera aku singkirkan. Aku percaya kalau Alexander tidak mungkin berbuat curang. Aku berharap besok aku kembali sehat agar aku bisa memulai hari pertamaku di kampus dengan baik.

"Bella, kau harus makan. Ini steak kesukaanmu." Alexander membawa nampan berisi steak.

Aku menggeleng. "Aku tidak selera."

"Kau harus memasukkan apapun ke dalam perutmu. Walau hanya sedikit. Jangan dibiarkan kosong."

"Tapi aku akan muntah setiap kali aku makan."

Dia menghela napas berat lalu meletakkan nampan di nakas.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi padaku?" Aku baru bertanya setelah dua hari mengalami kesehatan yang buruk.

Tapi Alexander tampak memalingkan wajahnya dariku. Dia terdiam untuk beberapa detik sebelum menjawab. "Kau hanya sakit maag."

Penipu.

Dia berani menipu.

"Kau harus makan, Bella." Dia menyuapkan makanan ke dalam mulutku dan aku berpaling.

Aku tidak tau seberapa sedih dan kacau aku sekarang. Dua hari yang lalu aku baru saja begitu senang bagai terbang di awan. Tapi dalam sekejap aku kembali jatuh. Walaupun aku menolak untuk percaya dengan pikiranku, aku tetap sangat susah untuk di bodohi bahkan oleh diriku sendiri.

Aku tidak bodoh. Aku tau apa yang sedang kualami, aku hanya ingin Alexander jujur. Sakit maag? Omong kosong! Aku muak dia terus membodohiku.

"Bella—"

Aku bergerak bangun dan kepalaku langsung berdengung. "Aku sudah membaik." kataku menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhku.

"Kemana kau pergi?"

"Mandi?"

"Untuk apa?"

"Aku akan pergi dengan Celina untuk membeli beberapa keperluan kampus besok?"

"Bella kau harus menunda kampus sampai kau benar-benar pulih."

"Aku bilang aku sudah pulih."

"Kau masih pucat. Dengarkan kataku—"

"Aku baik-baik saja."

Kami terdiam dan bergelut dengan pikiran masing-masing. Mataku berkaca-kaca karena marah dan kesal setengah mati melihat wajah pria penipu itu. Betapa teganya dia.

"Biar aku saja yang membeli segala keperluanmu. Sekarang istirahatlah." Dia masih mencoba.

"Aku sudah kuat."

"Aku tidak yakin."

Aku berusaha sebisa mungkin menahan amarah yang terus ingin meledak di dalam diriku. Aku sangat kacau saat ini dan dia masih saja berani menggangguku. Tanganku terkepal dengan kepalaku yang terasa panas, aku berusaha untuk menghirup udara.

"Aku akan pergi sendiri." kataku lagi.

Dia tidak mengatakan apapun selain berputar dengan jari-jari tangan yang menyusup ke dalam sela-sela rambutnya— sesuatu yang selalu dia lakukan setiap kali sedang menyembunyikan sesuatu.

Di dalam kamar mandi, aku melamun cukup lama. Semuanya berputar membentuk benang kusut.

Aku tidak percaya.

Aku tidak percaya dan ini bukan seperti yang aku pikirkan.

Aku hanya kelelahan.

Atau apapun selain sesuatu yang terus muncul di dalam kepalaku. Itu tidak mungkin. Tapi aku tak bisa menyangkalnya.

ISOLATEDOn viuen les histories. Descobreix ara