Chapter 38 : Longing and fear

15.8K 2K 78
                                    

Aku duduk di sebuah bangsal dengan seorang perawat yang sedang membuka gulungan perban serta peralatan medis lainnya. Mataku mencoba menyapu ruangan ini, mencoba mengembalikan ingatan 10 tahun lalu.

Semuanya buram. Aku tidak merasa pernah berada disini atau di rumah sakit manapun. Ingatanku memang buruk, tapi jika memang aku pernah berada di situasi seburuk itu, ibuku pasti setidaknya akan memberitahuku, bukan?

"Apakah kau kecelakaan motor?" Perawat paruh baya dengan rambut di gulung itu bertanya.

"Ya aku jatuh dari motor."

"Lain kali harus hati-hati." Dia tersenyum sembari membersihkan kerikil dan debu yang ada di kulitku. Kemudian mengoleskan salep di kulit yang lecet. "Ini hanya terkilir, aku akan melakukan yang terbaik tapi mungkin agak sedikit sakit. Oke?"

Aku hanya mengangguk dan dia perlahan mulai menekuk tanganku untuk mengembalikan sendiku yang bergeser.

"Tidak apa-apa. Ini akan baik-baik saja." Dia tersenyum lagi. "Jangan banyak gerak dulu."

"Terimakasih." Aku meringis sembari merasakan rasa nyeri di tanganku.

"Kepalamu juga tidak masalah. Hanya lecet biasa. Aku akan membersihkannya." Dia pergi mengambil sesuatu di belakang bangsal dan kembali membawa alkohol serta kain kasa.

Sungguh sulit bagiku untuk menggali ingatanku yang buram. Aku sama sekali tidak menemukan apapun. Bahkan tidak pernah ada yang mengungkit soal aku yang pernah sakit parah. Aku rasa semuanya baik-baik saja. Semuanya baik-baik saja sebelum aku pindah ke kota ini tahun lalu.

Dan pertanyaan terus membanjiri otakku. Aku tidak bisa mengabaikan ini. Jika memang anak itu bukan aku, maka Alexander sudah salah menculik orang.

Itu adalah bencana bagiku.

"Apakah kebetulan dulu ada anak berusia sepuluh tahun yang sakit parah disini?" Aku bertanya dengan hati-hati.

Si perawat hanya tersenyum. "Banyak anak dan orang sakit parah disini. Ini rumah sakit, tempat orang sakit berkumpul, bukan?"

"Yah benar," Pertanyaanku memang bodoh. "Apakah ada yang bernama Isabella? Isabella Force?"

Dia mencoba mengingat. "Isabella adalah nama yang lumayan banyak. Tapi Isabella Force—" Dia mencoba mengingat lagi dengan kerutan di dahinya. "Aku tidak tau, kami tidak terlalu menghafal nama pasien. Apakah dia seseorang yang kau kenal?"

"Ya. Dia dirawat sekitar sepuluh tahun yang lalu."

"Sepuluh tahun? Aku yakin tidak akan ada yang mengingatnya kecuali dokter yang menanganginya sendiri."

"Apakah kau sudah bekerja disini sepuluh tahun lalu?"

"Ya." Dia mengangguk ramah. "Waktu itu aku masih sangat muda dan baru menjadi perawat residen."

"Apakah tidak ada kekacauan— misalnya seperti kedatangan anak sakit parah lalu ayahnya memaki semua orang?"

"Itu sering terjadi disini, sayang." Dia tersenyum lagi. "Semua orang tua yang anaknya sakit akan memaki kami."

Aku hilang akal untuk bertanya. Aku sama sekali tidak punya bayangan yang jelas.

"Kau harus bertanya langsung pada dokternya jika kau tau siapa dokter yang menangani pasien itu." kata perawat itu.

Aku menelan ludah. Aku ingin membuang jauh semua kekhawatiranku, dan menjalani semua ini dengan baik-baik saja bersama Alexander. Aku ingin menguburkan kenangan dan cerita tentang anak 10 tahun lalu.

Tapi apakah aku bisa?

"Dokter Edgar Rayan adalah dokter kepala disini. Mungkin dia yang menangangi pasien yang kau maksud? Apakah anak itu terluka parah?"

ISOLATEDWhere stories live. Discover now